Selasa, 02 Juni 2020

JALAN LAIN TAKDIR: KESEMPATAN DAN PELARIAN

Tentang Wabah dalam Film Fall of Ming
S. Jai

“Ada banyak sekali pengobatan di dunia ini, tapi tak ada yang bisa menyembuhkan penyesalan,”ucap Tabib Wu Youke kepada Panglima Perang terakhir Dinasti Ming, Jenderal Sun Chuanting dalam Film Fall of Ming, Da Ming Jie (2013).

Film ini mengisahkan jalan hidup seorang tabib yang tak mau mengobati penyakit bagi orang yang pembohong, penipu,  orang yang berkuasa yang dengan kekuasaannya memaksanya atau mengganggu orang lain.

Tabib Wu Youke (diperankanYuanzheng Feng) adalah bekas pekerja departemen pengobatan di sebuah pengadilan. Namun dirinya mundur dari tempatnya bekerja lantaran tidak betah di lingkungan para pembohong.

“Saya takut melupakan tugas-tugas seorang tabib,” tukasnya saat berkisah pada Tabib Trieu—seniornya,  saat keduanya telah dipertemukan kembali oleh takdir.

Kisah Tabib Wu, tak lain adalah kisah “Jalan Perseberangan.” Tak terkecuali dengan seniornya—Tabib  Trieu yang bekerja sebagai tabib di barak prajurit kerajaan. Atas permintaan seniornya itu, lantas Tabib Wu diminta membantu mengobati para prajurit yang terus menerus didera penyakit. Namun pada hari pertama Tabib Wu bekerja, kedua tabib itu sudah berbeda pendapat atas hasil diagnosa mereka. Resep pengobatannya pun tak sama. Perbedaan resep itu menyebabkan Tabib Wu tak dikehendaki lagi bantuannya.
Tabib Wu pun menyingkir , sebelum nantinya takdir pula yang membawanya kembali.
***

Film Fall of Ming, Da Ming Jie (Sutradara Wang Jing) berlatar tahun 1642, dua tahun sebelum jatuhnya Dinasti Ming saat menghadapi pemberontakan yang dipimpin Raja Dashing (Li Zicheng). Li Zicheng  mengepung Kota Kaifeng saat Dinasti Ming, Kaisar Chongzhen tengah menghadapi pelbagai persoalan. Selain wabah, juga kekurangan bala tentara yang terlatih, pasokan makanan, peralatan perang dan juga musim pancaroba.

Karena menderita kekalahan, pilihan terakhir Kaisar Chongzhen adalah membebaskan kembali Jenderal Sun Chuanting (diperankan Leon Dai) dari penjara dan mengangkatnya menjadi Panglima Perang untuk menghadapi Li Zicheng. Memang beberapa kali Jenderal Sun pernah mengalahkan pasukan pemberontak Li Zicheng. Konon, Jenderal Sun memimpin pasukan kerajaan sebanyak 100 ribu prajurit, melawan 700 ribu pasukan pemberontak Li Zicheng. Namun sial, Jatuhnya Jinan pada tahun 1639 dijadikan alasan untuk memenjarakannya.

Dikisahkan, dalam suasana karut-marut itu, tabib Wu Youke sempat dilaporkan penduduk sebagai penyebab meninggalnya pasien. Di depan pengadilan daerah ia dibebaskan karena hanya terbukti memberi obat suplemen ginseng. Artinya, Tabib Wu sudah tahu telah terjadi wabah dari hasil diagnosa pasien; lapisan tebal warna kuning di lidah pasien, denyut nadi lemah, dan ada gas berbahaya dalam tubuhnya.

Dalam perjalanan berikutnya setelah tak diizinkan berpraktik di wilayah itu, Tabib Wu malah terjebak oleh pasukan kerajaan yang sedang berteduh dan tengah mengintrogasi pemberontak.  Setelah tempat itu diserang pemberontak, ia diselamatkan pasukan pemberontak. Maka,  ia pun di pihak pemberontak.

Sementara itu dalam tubuh militer kerajaan, juga terjadi kebobrokan moral dan perseteruan,  antara panglima dan  komandan He Renlong—komandan lapangan yang dinilai sewenang-wenang dan menyalahgunakan otoritas. Atas titah kaisar, He Renlong dipenggal.  Berita itu diumumkan pada penduduk untuk menakut-nakuti.

Jenderal Sun memerintah dengan tangan besi. Dan tentu saja berperang batin dengan keluarganya, istri dan anaknya. Suatu ketika dia membunuh pengelola gudang makanan yang mengelabui pemeriksaan karena memang terbatasnya persediaan bahan makan. Pembunuhan itu dilakukan di hadapan putri pengelola gudang yang seumur putrid Jenderal Sun.  Selain membunuh, panglima juga melakukan pungutan liar, termasuk merampas tanah-tanah pertanian. Situasi yang mendera pasukan kerajaan semakin memprihatinkan; merampok, membunuh kuda-kuda mereka untuk dimakan, bahkan membunuh rekan sendiri.

Di barak tentara, Tabib Trieu terus berjibaku dengan penyakit yang diyakininya typus, dengan mengakui kehebatan ilmu pengobatan Tao.  Sama persis dengan pengakuan Tabib Wu (sebelum menyingkir) yang juga mengagungkan pengobatan Tao. Hanya saja Tabib Wu—sekadar  menyakini—tidak  bisa membuktikan adanya wabah. Ia yakin punya sedikit pengetahuan tentang wabah dan oleh sebab itu bisa menyembuhkannya—tentu saja dengan kearifannya yang diberikan oleh aneka ragam tumbuhan alam.

Usai dalam perjalanan praktik keliling, Tabib Wu kembali, dan menemui Van Thu—putri tabib Trieu.  Kepadanya, Tabib Wu mengatakan dirinya telah mengetahui dan bisa membuktikan wabah menginfeksi, yakni melalui debu. “Ini namanya penyakit udara,” katanya. Ia mau menyampaikan temuannya pada Tabib Trieu. Sayangnya, di barak itu, Tabib Trieu sudah lebih dulu terinfeksi, dan dibunuh prajurit kerajaan. Nasib yang sama juga dialami tabib lain yang gagal dalam tugasnya.

“Segalanya memiliki kehidupan. Udara adalah elemen penting. Ia membantu memelihara kehidupan,” kepada para prajurit yang sempat menyebutnya pembual,  demikian Tabib Wu berujar.
***

Tak hanya Tabib Trieu dan Tabib Wu, Jenderal Sun pun melesakkan Tao saat bicara perihal keberanian, perlawanan, tanggungjawab.  Kata itu pula yang digunakan memaksa Tabib Wu untuk menggantikan Tabib Trieu. “Kau mempelajari ilmu pengobatannya, tapi kau tidak mempelajari Tao dan semangatnya. Sayang sekali,” tantang Jenderal Sun.

Maka semenjak Tabib Wu bersedia dengan sejumlah syarat, plot film ini menjadi lebih pelik, dramatic, penuh intrik disamping juga lebih serasa mengebor sukma—utamanya antar dua tokoh ini; Tabib Wu dan Jenderal Sun—seorang anti kekerasan di satu sisi, dan seorang yang haus membunuh di sisi lainnya. Seorang yang melestarikan kehidupan di satu pihak dan seorang yang merusaknya di pihak lain, yang mana antara keduanya atas nama Tao. Sebagaimana atas nama Tao juga, Tabib Wu menjauhkan Van Thu dan anaknya dari bahaya penyakit. Hal yang sama dilakukan Jenderal Sun pada istri dan putrinya.

Betapa cerita serasa tergerus arus kata-kata yang dipinjam Fritjof Capra dari Hui Nan Tzu; “Barangsiapa mengikuti tatanan alam mengalir, (dia) di dalam Tao.”  Gerak pikir dan batin dalam suasana dunia dalamnya seakan meresapi kata-kata Lao Tze sendiri; “Dengan diam segala sesuatu bisa diselesaikan.” .Seperti kita tahu Lao Tze (hidup di abad ke 4 SM)  adalah filosof yang disebut-sebut penggagas Buku Tao Te Ching . Sebuah buku yang dibuka dengan kalimat  misterius; “Tao yang akan dijelaskan bukanlah Tao yang abadi; nama yang disebut di sini bukanlah nama yang abadi.”

Tabib Wu memisahkan para prajurit yang terdampak wabah dengan pita merah, kuning dan putih di lengan, dan tentu saja memberinya obat-obatan. Meski korban tewas cukup banyak, namun Tabib Wu sukses mengurangi jumlah prajurit yang terjangkit.  Ia pun membongkar tabiat prajurit yang keluar barak tanpa izin dan melucuti pakaian seragam mereka yang tewas sebagai penyebab penularan.

Semua fakta itu dicatat Tabib Wu juga resep-resep pengobatannya. Seluruh catatannya diserahkan pada Van Thu yang kelak kemudian hari amat berjasa dalam menyusun buku Wenyi Lu (Risalah tentang Wabah Penyakit).

“Setahuku anggrek tanaman yang berbahaya. Aku lihat kau banyak menggunakannya. Katakan padaku apa alasannya,” tanya Jenderal Sun.

“Anggrek berbahaya, bisa membunuh orang, tapi kalau  bisa menggunakan dengan benar bisa menyelamatkan nyawa. Seperti mengambil sebuah resiko untuk menjaga kehidupan,” jawab Tabib Wu.

“Kalau kau buat kesalahan, bagaimana?” tanya jenderal lagi.

“Tuan, Panglima Besar. Ada banyak sekali pengobatan di dunia ini, tapi tak ada yang bisa menyembuhkan penyesalan. Keputusan-keputusan harus dibuat jika dibutuhkan. Kalau kau kehilangan kesempatan itu, menyesal tak ada artinya.”

“Perkataan yang baik,” celetuk sang Jenderal. “Baik sekali. Menggunakan obat-obatan sama seperti mengelola suatu pasukan. Kau tak boleh menggunakan kesempatan pergi.”

Saat Sang Jenderal mulai kehilangan kepercayaannya, saat yang bersamaan niat membunuhnya semakin tumbuh besar. Semua itu atas nama dirinya yang tanpa pilihan, untuk kebaikan yang lebih besar serta keharusan berkorban.  Itulah sebabnya Tabib Wu menyatakan pendapatnya atas kejatuhan Dinasti Ming yang sudah di depan mata. Katanya; “Buku Kisah Kisah Kaisar  mengatakan, orang yang tidak mengobati penyakitnya saat ini, bersiap untuk mengobati penyakit lainnya. Orang yang tidak memperbaiki kekacauan sekarang, bersiaplah mendapat kekacauan yang lain di masa mendatang. Semua dinasti-dinasti bangkit dan jatuh.”
***

Menjelang keberangkatan ratusan ribu prajurit kerajaan ke medan perang, rupanya Jenderal Sun menafsirkan lain peringatan Tabib Wu agar ‘mengurus’ prajurit-prajurit yang terjangkit wabah. Tujuannya tak lain supaya wabah tak meluas kemana-mana. Tak diduga, melalui intrik yang rapi direkayasalah pemberontakan dari dalam untuk membantai dan membakar prajurit-prajurit yang sedang sakit di barak.

Tabib Wu sangat terpukul, mengingat ikhtiarnya menghadang penyebaran penyakit. Bahkan sebagian prajurit dinyatakan sembuh dan memilih tetap di tempat isolasi lantaran menolak berperang.

Terhadap peristiwa ini, dengan dingin Jenderal Sun berujar, “Untungnya aku mendapat pertolonganmu untuk menghentikan wabah.”

Tak kurang dinginnya, Tabib Wu pun berucap, “Metodemu jauh lebih efektif daripada metodeku.”

Seperti halnya Jenderal Sun yang tak ada pilihan lain, Tabib Wu pun menempuh jalan satu-satunya: membelot, menyeberang. Meski hal itu tak disampaikan di depan Jenderal Sun yang memintanya menjadi petugas medis kemiliteran. Keesokan harinya, prajurit yang hendak menjemputnya menemukan secarik surat, permohonan maaf pada panglima dan sedikit kata mutiara;  menang atau kalah itu ditentukan takdir.

Meski demikian, pasukan Jenderal Sun tak berusaha mengejarnya. “Dia punya jalannya sendiri yang harus diikutinya” kata Sang Jenderal.

Rupanya “Jalan Perseberangan” sebagaimana ditempuh Tabib Wu tak meleset cukup jauh dengan catatan Goenawan Mohamad beberapa puluh tahun lalu mengenai Taoisme. Katanya; pada umumnya merupakan sikap hidup orang-orang yang menentang, atau berada di luar.  Ia sering dikecam sebagai pandangan hidup orang yang melarikan diri dari kenyataan.

Film itu ditutup dengan narasi; Kaisar Chongzhen gantung diri di Gunung Batu Bara (Taman Jingshan) dan dimakamkan di Siling. Sun Chuating meninggal dalam pertempuran di Tongguan dan istrinya, Feng Shi bunuh diri dengan melemparkan dirinya ke sumur. Sun Chuating dimakamkan bersamanya di desa Xia Huazhuang, Provinsi Shanxi. Selama Revolusi Kebudayaan, kuburan mereka dijarah dan dihancurkan.[]

Ngimbang, 30 Mei 2020

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest