Fahrudin Nasrulloh*
Radar Surabaya 27 Nov 2011
Perhelatan karya dalam kancah sastra di Jawa Timur yang sempat saya amati sejak 2009 hingga sekarang cukup menggembirakan sekaligus mampu mengocok dan menyogrok kembali nyala proses kreatif siapa pun yang berderap di dalamnya. Sebagian besar berpusaran pada puisi dan kepenyairan. Sementara cerpen dan novel tak banyak dihasilkan apalagi memicu polemik dengan sambutan gempita. Beberapa hari lalu tiba-tiba saya di-SMS teman: “menurutmu penyair jawa timur masa kini yang di luar mainstream siapa, nas?”
Saya bingung menjawabnya sebab tak memiliki rekam-jejaknya. Saya juga agak heran kenapa pertanyaan itu tertuju ke saya. Lalu saya kontak Mardi Luhung dan mengobrolkannya via telpon. Saya yang awam soal perkembangan sastra di Jatim hanya sebatas meraba-raba. Penjelasan Mardi cukup menggelar peta kecil dan kecenderungan-kecenderungan estetika para penyair Jatim dan bandingannya dengan estetika penyair di luar Jatim juga modus pengaruh-mempengaruhi. Karena obrolan itu menjelang Jum’atan, dan saya belum sepenuhnya mendapat data-terang segamblangnya dari Mardi, maka SMS teman saya itu sekenanya saya balas pendek: “Mainstream yang bagaimana, bang?” Dan ia menjawab: “Di luar lirisisme, di luar sufisme dan di luar kegelapan.”
Dari situ lalu saya teringat kembali esai Ribut Wijoto di koran ini: “Inilah Lima Penyair Jatim Terbaik” (Radar Surabaya, 23 Oktober 2011) kemudian ditanggapi Umar Fauzi Ballah dengan esai “Ketokohan dan Strategi Proses Kreatif” (Radar Surabaya, 6 November 2011) dan selanjutnya diklarifikasi oleh Ribut dengan esai “Puisi Gelap dan Multitafsir Pembaca” (Radar Surabaya, 20 November 2011). Esai Ribut yang pertama bagi saya terkesan seolah-olah ia pegawai Dinas Kependudukan yang punya hak kuasa menyortir berkas-berkas puisi penyair ini penyair itu, agar punya “KTP Penyair Terbaik”, dan yang tidak memenuhi kelengkapan syaratnya harus minggir dan otomatis tak mendapatkan stempel darinya. Watak “tukang stempel” ala Orba dalam sastra (atau kesenian) beginian sungguh ironik. Saya kira tak perlu hal itu dilakukan, kecuali, ya kecuali ia tukang stempel bokong sapi yang akan dikurbankan. Alangkah lebih baik dan cap jempol jika Pak Ribut ini bikin analisis yang mendalam dan serius kayak kritikus beneran ihwal 5 penyair yang menurutnya terbaik itu lalu diterbitkan dengan biaya dari koceknya sendiri dan dicetak 5000 eksemplar lalu dibagi-bagi, tentu jika ia punya rejeki.
Berikutnya, pola stempelisasi terus bergerak kala pernyataan Pak Ribut tentang penyair Alek Subairi dalam esainya “Puisi Gelap dan Multitafsir Pembaca”: saya menilai dia belum layak masuk dalam daftar 5 penyair terbaik Jawa Timur. Kalau 100 penyair terbaik Jatim, bisa jadi. Saya beberapa kali membaca puisi Alek dan menilai karyanya sudah bagus namun belum terlalu istimewa.” Ini kan pendapat, jadi sah-sah saja. namun dalam kapasitas apa ia bilang begitu. Sebatas teman ngopi atau pengulas yahud sekaliber Ignas Kleden misalnya? Atmosfir bersastra kayak beginikah yang disebut polemik? Atau cuma main “tebang” karya orang atau atas nama perkubuan yang lebih tersamar? Ini tampaknya bukan polemik yang bermutu, karena tak mampu menciptakan gerakan sastra dengan gagasan besar dalam ruang publiknya sebagaimana polemik Sastra Kontekstual di era 80-an, tapi sekedar “percincongan” antar individu dan komunitas yang dilatenkan dengan genit dan cuap-cuap doang lewat karya. Kondisi macam gini di waktu berikutnya kiranya hanya akan melahirkan karya-karya yang meletihkan dan mudah ambruk.
Tapi sebentar, bisa jadi prasangka saya yang demikian keliru dan nggladrah, itu bisa diuji. Dengan beberapa catatan bahwa apa yang disorong oleh Pak Ribut justru merupakan sebentang tahapan diskursif yang dinamik yang dapat terus digulirkan, asal dengan cara yang elegan. Misalnya lontaran gagasannya tentang 25 tahun masa depan sastra Jawa Timur dalam Festival Seni Surabaya 2010. Salah satu yang mencuat dalam forum ini adalah apa yang dikatakan Budi Darma soal eksistensi komunitas sastra yang tidak lagi menjadi barometer untuk menilai kualitas karya sastra. Komunitas hanyalah seperti gerobak. Bisa disorong oleh siapa saja. Tetapi tetap kembali pada masing-masing individu. Gagasan Pak Ribut itu akan lebih matang jika dilengkapi semacam hasil pemetaan seluruh penulis dan karyanya serta komunitas sastra di Jatim sehingga para pembicara saat itu seperti Afrizal Malna, S. Yoga, dan Kris Budiman tidak membikin esai dari “pembacaan sepintas”, meraba-raba arah mata angin dalam derasnya karya sastra di jagat internet.
Pada FSS di akhir tahun 2011 ini, puisi yang dianggap gelap dalam kumpulan puisi Syair Pemanggul Mayat Indra Tjahyadi dimenangkan dan diterbitkan. Ini yang gelap puisinya atau jalan proses kreatif penyairnya yang memilih dunia maut, mayat, tubuh perempuan, dan karena itu puisi-puisinya berselubung misteri. Maka bagi Indra dalam pengantarnya, ketika dunia semakin banal, tugas penyair adalah menyelamatkan manusia dengan cara menghancurkan dunia untuk kuasa menemukan kemurnian dan kemurnian itu adalah surga. Ia sengaja melakukan apa yang ia sebut sebagai strategi penggelapan dengan mengacaukan pemaknaan untuk merengkuh makna-makna baru. “Manifesto Puisi Gelap”nya ini terus digaung-gaungkan terutama lewat corong Pak Ribut. Politik sastra harus dibunyikan. Juru kampanye karya adalah pula mengibarkan bendera untuk mengangkat karya.
Saya kira terlalu selangit jika Indra menyebut bahwa tugas penyair itu menyelamatkan manusia. Apanya yang diselamatkan? Diselamatkan dengan cara memberi sembako pada si miskin, ngasih gaji bulanan pada seniman terlantar, memberi Tali Asih tiap menjelang hari raya pada semua seniman Jatim, bla-bla-bla. Rendra dan Chairil Anwar itu penyair besar, apa puisi mereka menyelamatkan manusia Indonesia yang melahirkan pemerintahan yang bobrok penuh koruptor ini? Jadi “konkritnya” tugas penyelamatan yang bagaimana, Bung? Dan untuk apa dunia dihancurkan untuk melahirkan puisi yang begituan? Apa hebatnya puisi itu dibanding iklan “wani piro” rokok Djarum 76?
Penyair itu bukan nabi. Ia hanya manusia berdaging yang menulis puisi dan memberi “suara lain” atas nama eksistensinya yang fana yang sekadarnya. Penyair itu tak lebih dari penjual mie ayam yang bersetia berjualan dengan jujur-sumeleh tanpa mencampur daging ayam dengan daging tikus wirok. Puisi bahkan tak lebih kayak kentut, yang bebas keluar, setelah 20 hari si sembelit menghajar anusnya. Dan karena bobot puisi yang diangkat Indra mungkin terlalu tinggi dan terlalu gelap, jadinya maaf bila saya kurang nyandak, atau gak nutut gitu loh. Akan lebih enak jika puisi ini atau itu disebut “puisi lezat” atau “puisi sedaaap” atau puisi “mak nyuss”. Bukan puisi gelap. Mungkin puisi gelas adalah puisi yang ditulis di kamar gelap atau ditulis pas listrik mati. Entahlah.
Apa pun yang bergeliutan di sana, namanya juga tafsir, saya pribadi aplus pada dinamika sastra Jatim. Penuh debat dan intrik. Letupannya selalu berkelojotan. Inilah “Sastra Ken Arok”, dulur. Bagi yang lengah, pemalas, dan sekedar ngopi-ngopi saja, kerapkali dicap stagnan. Gugur tinggal cerita. Tinggal kentutnya. Maka, setiap seniman, kata Albert Camus, hari ini naik perahu kuno perbudakan kontemporer. Dia harus menyerahkan diri untuk ini. Kita berada di lautan yang bergelombang. Seperti semua orang lainnya, seniman harus tunduk pada kayuhnya, tanpa mati jika mungkin — dengan kata lain, terus hidup dan berkarya. Karena itu marilah kita terus maju. Ini adalah taruhan generasi kita.
_______________________
*Fahrudin Nasrulloh, bergiat di komunitas Lembah Pring Jombang.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Ginandjar Wiludjeng
A. Junianto
A. Kurnia
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.S Laksana
A’yat Khalili
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Razak
Abdul Rosyid
Abdul Wahab
Abdurrahman Wahid
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adam Chiefni
Ade P. Nasution
Adhitia Armitriant
Adi Prasetyo
Adrizas
AF. Tuasikal
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Baso
Ahmad Faishal
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Naufel
Ahmad Rofiq
Ahmad S. Zahari
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ainul Fiah
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Alex R. Nainggolan
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Almania Rohmah
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aminah
Aminullah HA.Noor
Amir Sutaarga
Anam Rahus
Anata Siregar
Andari Karina Anom
Andina Dwifatma
Andong Buku #3
Andre Mediansyah
Andri Awan
Anett Tapai
Anggie Melianna
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Wahyudi
Anwar Nuris
Ardi Bramantyo
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arief Joko Wicaksono
Arief Junianto
Ariera
Arif Bagus Prasetyo
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Asmaul Fauziyah
Asti Musman
Atafras
Awalludin GD Mualif
Ayu Wulan Sari
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Camelia Mafaza
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Zaini Ahmad
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Daisuke Miyoshi
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Danusantoso
Dareen Tatour
Darju Prasetya
David Kuncara
Denny Mizhar
Denza Perdana
Desi Sommalia Gustina
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewi Indah Sari
Dewi Susme
Dian Sukarno
Didik Harianto
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur
Dipo Handoko
Diyah Errita Damayanti
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddy Wisnu Pribadi
Dody Kristianto
Dody Yan Masfa
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi SS MHum
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Wiyana
Dyah Ratna Meta Novia
Dyah Sulistyorini
Ecep Heryadi
Eddy Pranata PNP
Edeng Syamsul Ma’arif
Eep Saefulloh Fatah
EH Kartanegara
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Hendri Saiful
Eko Windarto
Elnisya Mahendra
Elva Lestary
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Sulwesi
Endo Suanda
Eppril Wulaningtyas R
Esai
Evan Ys
F. Moses
F. Rahardi
Fadlillah Malin Sutan
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fanny Chotimah
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Febby Fortinella Rusmoyo
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Gabriel Garcia Marquez
Galang Ari P.
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gandra Gupta
Ganug Nugroho Adi
Gerson Poyk
Ghassan Kanafani
Gita Nuari
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunoto Saparie
H.B. Jassin
Habibullah
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Hardi
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Aspahani
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
HE. Benyamine
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Herman RN
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Nugroho
Hikmat Gumelar
HL Renjis Magalah
Hudan Nur
Hujuala Rika Ayu
Huminca Sinaga
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ira Puspitaningsih
Irfan Budiman
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Zulkarnain
Ismail Marzuki
Iva Titin Shovia
Iwan Kurniawan
Jabbar Abdullah
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D. Rahman
Jamal T. Suryanata
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
JILFest 2008
Jody Setiawan
Johan Edy Raharjo
Johannes Sugianto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Juan Kromen
Julika Hasanah
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Ka’bati
Karanggeneng
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Keith Foulcher
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khansa Arifah Adila
Khoirul Inayah
Khoirul Rosyadi
Khudori Husnan
Ki Ompong Sudarsono
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
L.N. Idayanie
Laili Rahmawati
Lamongan
Lan Fang
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lely Yuana
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Liestyo Ambarwati Khohar
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lucia Idayanie
Lukman A Sya
Lutfiah
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Ismail
M Thobroni
M. Afifuddin
M. Arwan Hamidi
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Luthfi Aziz
M. Nurdin
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.S. Nugroho
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahmud Syaltut Usfa
Mahmudi Arif Dahlan
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Martin Aleida
Maruli Tobing
Mas Ruscita
Mashuri
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni Muserang
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mia Arista
Mia El Zahra
Mikael Johani
Misbahus Surur
Misran
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
Much. Khoiri
Muh. Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun
Muhammadun AS
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mukti Sutarman Espe
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Munawir Aziz
Musfarayani
Musfi Efrizal
Nafisatul Husniah
Nandang Darana
Naskah Teater
Nelson Alwi
Ni Made Purnamasari
Nikmatus Sholikhah
Nina Herlina Lubis
Nina Susilo
Ning Elia
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel-novel berbahasa Jawa
Novelet
Nunuy Nurhayati
Nur Azizah
Nur Hamzah
Nur Kholiq
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Aini
Nurul Anam
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Okty Budiati
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso H.N.
Pagan Press
Pagelaran Musim Tandur
Palupi Panca Astuti
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Petrus Nandi
Politik
Politik Sastra
Pradana Boy ZTF
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pringadi AS
Prof Dr Fabiola D. Kurnia
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Puji Tyasari
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
Purnawan Kristanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang Group
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Ng. Ronggowarsito
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmat Kemat Hidayatullah
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rasanrasan Boengaketji
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Resensi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Ririe Rengganis
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rusmanadi
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saiful Amin Ghofur
Saiful Anam
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman S. Yoga
Samsudin Adlawi
Samsul Anam
Sanggar Lukis Alam
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang KSII
Santi Puji Rahayu
Sapardi Djoko Damono
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastra Jawa Timur
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
SelaSastra Boenga Ketjil #33
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputra
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soegiharto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sri Weni
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudirman
Sugi Lanus
Sukron Ma’mun
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaf Anton Wr
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syarif Wadja Bae
Sylvianita Widyawati
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie (1961-2019)
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tia Setiadi
Tirto Suwondo
Tita Tjindarbumi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tosa Poetra
Tri Nurdianingsih
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulul Azmiyati
Umar Fauzi
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Utari Tri Prestianti
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wan Anwar
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wina Bojonegoro
Wita Lestari
Wong Wing King
Wowok Hesti Prabowo
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanusa Nugroho
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopi Setia Umbara
Yudhi Herwibowo
Yudi Latif
Yusri Fajar
Yusuf Ariel Hakim
Yuval Noah Harari
Zacky Khairul Uman
Zainuddin Sugendal
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zed Abidien
Zehan Zareez
Zhaenal Fanani
Zubaidi Khan
Zuniest
Tidak ada komentar:
Posting Komentar