Kamis, 01 Desember 2011

Puisi Gelap dan Multi Tafsir Pembaca

Ribut Wijoto
Radar Surabaya, 20 Nov 2011

Adalah sah mengapreasi karya teman-teman satu komunitas dan dipublikasikan ke media massa. Apresiasi yang bagus bakal memperkaya kesusastraan Indonesia. Kegiatan ini menjadi lebih penting karena situasi sastra Indonesia yang semakin jauh dari ranah apresiasi. Esai yang lebih subur justru tentang polemik. Hanya saja, apresiasi tersebut tentu ada batasnya. Jangan sampai apreasiasi disalahgunakan untuk menyerang karya komunitas lain. Apalagi dengan penjelasan dan pemaparan yang sangat minimalis. Kesan yang muncul menjadi sebatas menghujat.

Subagio Sastrowardoyo, secara personal, pernah sangat kecewa dengan WS Rendra. Sebagai pelampiasan, Subagio membahas puisi-puisi Rendra dan membandingkannya dengankarya Federico Garcia Lorca. Di situ dibuktikan dengan panjang lebar, puisi Rendra tidaklah membawa pembaharuan tetapi sebatas mengadopsi puisi Lorca. Menurut saya, walau ditulis dengan emosi tinggi, tulisan Subagio tetap bagus dan menjaga obyektivitas. Tidak asal menghujat.

Ketika menulis esai berjudul ‘Inilah Lima Penyair Terbaik Jatim’ (Radar Surabaya, 23 Oktober 2011), saya sudah yakin bahwa tulisan tersebut bakal mendapat tanggapan. Saya memang sengaja mengambil risiko. Menderetkan 5 penyair terbaik di Jatim. Obsesi saya cukup sederhana. Akan ada orang lain yang menanggapi dengan menyodorkan 5 penyair terbaik lain dengan kriteria berbeda. Atau, ada tulisan lain yang memberi sanggahan dengan penjelasan masuk akal. Adanya tanggapan ataupun sanggahan bakal memicu diskusi wacana yang menarik.

Obsesi saya ternyata terwujud. Ada tanggapan dari Saudara Umar Fauzi Ballah melalui tulisan berjudul ‘Ketokohan dan Strategi Proses Kreatif’ (Radar Surabaya, 6 November 2011). Sayangnya, Fauzi terlalu menonjolkan karya teman-teman sekomunitasnya (Alek Subairi, Muttaqin, Mardi Luhung) dan menyerang karya komunitas lain (Indra Tjahyadi, F Aziz Manna, Dheny Jatmiko, Denny Tri Aryanti, W Haryanto, M Aris; yang notabene anggota ataupun alumni Teater Gapus). Padahal dalam tulisan saya, saya berusaha mengabaikan asal komunitas sebagai kriteria penilaian. Saya berusaha bersandar pada teks (puisi itu sendiri).

Tetapi tidak apa. Dengan mendapat tanggapan itu saja, saya sudah merasa tersanjung. Untuk itu, saya perlu melakukan semacam klarifikasi atau penjelasan atas justifikasi dari Umar Fauzi.

Pertama tentang tradisi puisi gelap. Di wilayah nasional, puisi gelap sangat melekat pada tradisi kepenyairan di Jawa Timur. Binhad Nurrohmad maupun Arif B Prasetya pun mengakuinya. Secara sederhana, puisi gelap bisa dipahami dalam dua jalur. Jalur kode bahasa estetik (baca: teknik) dan jalur tema. Puisi gelap memakai kode bahasa estetik yang berundak-undak. Ini bisa diandaikan berlawanan dengan puisi terang. Puisi gelap bersifat prismatis. Mengandung lapis-lapis makna.

Secara teknik, puisi Mardi Luhung dan puisi Muttaqin berwatak gelap. Itu karena makna bersifat tersirat. Ketika Mardi menulis puisi dengan mengambil obyek Bawean (antologi Buwun), obyek tersebut diolah menjadi metafor dan bukan lambang. Metafor bermakna luas dan lambang bermakna tunggal. Mardi mengambil Bawean, menyucikannya, mengkombinasikan dengan obyek lain, lantas direpresentasikan ulang. Sehingga, Bawean dalam puisi telah kehilangan kesehariannya. Dia menjadi Bawean’ (aksen). Begitu pula ketika Muttaqin menulis tentang hutan. Dia tidak sekadar memberitakan hutan namun mengubah ekosistem hutan menjadi metafor. Pemaknaannya pun meluas. Itulahsebabnya, secara teknik, puisi Mardi dan Muttaqin berwatak gelap.

Walau begitu, puisi kedua penyair tersebut tidak bisa serta merta disebut gelap. Ada satu syarat lagi yang tak terpenuhi. Puisi gelap hampir selalu mengusung tema kematian, chaos, dan kegagalan menjalani kehidupan harmoni. Tema-tema ini jarang digarap oleh Mardi dan Muttaqin. Tetapi, tema tersebut kental terasa pada puisi Indra Tjahyadi.

Kedua, hubungan antara puisi dengan media massa. Persoalan ini sudah sering dibahas. Pertanyaan selalu satu: apakah pemuatan di media massa merupakan penentu parameter kesuksesan penyair? Jawaban saya sama seperti orang-orang lain. Bahwa, media massa punya peran besar dalam melihat kepenyairan seseorang. Meski begitu, pemuatan di media massa bukanlah satu-satunya parameter. Mengapa? Banyak puisi di media massa yang kualitasnya tidak terjaga. Selebihnya, ada beberapa penyair yang lebih suka mempublikasikan karyanya dalam bentuk buku (antologi) tanpa terlebih dulu mengirimkannya ke media massa. Tetapi khusus untuk karya Alek Subairi, seperti dicontohkan oleh Umar Fauzi, saya menilai dia belum layak masuk dalam daftar 5 penyair terbaik Jawa Timur. Kalau 100 penyair terbaik Jatim, bisa jadi, Alek termasuk salah satunya. Saya beberapa kali membaca puisi Alek dan menilai karyanya sudah bagus namun belum terlalu istimewa.

Ketiga perihal perbandingan puisi Indra Tjahyadi dengan puisi Acep Zamzam Noor. Ini sebenarnya soal semburan produksi tanda dalam puisi. Dalam tulisan terdahulu, produksi tanda ini sebenarnya sudah pernah saya bahas. Lihatlah kutipan puisi “Katastrope” dari Indra berikut: Ziarah atas burung-burung, cahaya dari rasa sakit yang bertumpuk, yang baru digali dari setiap kubur, seperti ikalan-ikalan topan, atau impian seribu gadis, dan pelacur. Puisi “Katastrope” dari antologi Manifesto Surrealisme (FS3LP Surabaya, 2002). Dirunut dari padanannya dengan dunia yang dibangun, puisi “Katastrope” sangat tidak sesuai dengan kenyataan empirik. Segalanya datang dan pergi tanpa bisa dikenali. Satu-satunya fakta yang tersisa dalam puisi Indra Tjahyadi ialah fakta bahasa. Ditinjau dari segi kategori bahasa Indonesia, puisi tersebut benar; larik-larik yang menggunakan kata benda, kata kerja, kata sifat, kata sandang. Secara fungsi bahasa Indonesia, puisi Indra Tjahyadi tidak memenuhi persyaratan minimal sebuah kalimat, subyek + predikat; larik-lariknya hanya berposisi sebagai subyek, predikat tidak ada. Ditinjau dari segi peran, puisi “Katastrope” juga tidak sesuai dengan tindak bahasa yang benar, pelaku dan penyertanya tidak ada. Hanya saja, seluruh larik-lariknya menggunakan kata dari bahasa Indonesia. Segi kategori-nya pun benar. Meski tidak menemukan paduannya dalam realitas, dunia dalam puisi Indra Tjahyadi bisa dibayangkan oleh pembaca.

Teknik ini menempatkan puisi “Katastrope” dalam wilayah fantasi, puisi fantasi. Puisi yang hanya bersandar pada fakta bahasa, tanpa acuan realitas, atau “puisi membentuk realitas” tersendiri. Realitas puisi yang tidak terlalu berurusan dengan realitas empirik. Saya melihat, pola puitik yang dikembangkan Indra Tjahyadi ini tidak pernah ada di era 1970-1980-an. Teknik ini juga tidak terlalu menjadi pilihan para penyair Jatim. Tetapi, Acep Zamzam Noor menggunakan juga. Lihat saja puisi-puisi Acep dalam antologi bertitel Di Atas Umbria.

Keempat perihal stagnasi kepenyairan. Umar Fauzi mengklaim bahwa Dheny Jatmiko, M. Aris, W Haryanto, Deny Tri Aryanti berguguran. Kalau Umar Fauzi jeli mengamati atau bertanya pada yang bersangkutan, para penyair tersebut tidak gugur. Mereka masih tetap menulis puisi. Karya-karyanya juga tetap disiarkan di media massa. Mereka juga menyiapkan dan menerbitkan buku puisi.

Begitulah, berbeda kepala bisa saja berbeda sudut pandang pula. Sastra adalah wilayah multi tafsir. Sepuluh orang membaca satu puisi bisa jadi menghasilkan sepuluh penafsiran yang berbeda. Itu artinya, tulisan ini juga hanya satu tafsir dari sekian ribu tafsir yang bisa digali dari puisi dan kepenyairan Jawa Timur. Secara pribadi, saya berterima kasih kepada Umar Fauzi yang telah memberi tanggapan kritis atas tulisan saya.

_________Surabaya, 2011
Dijumput dari: http://www.facebook.com/notes/ribut-wijoto/puisi-gelap-dan-multi-tafsir-pembaca/10150381415589024?ref=notif¬if_t=note_reply

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest