Hasta Indriyana
http://www.suarakarya-online.com/
Saya cukup terganggu oleh sebuah pertanyaan yang dilontarkan seorang guru Sekolah Dasar ketika mengikuti workshop penulisan dalam sebuah acara haul sastra di Yogya (acara tersebut dibuka untuk umum), yang isi pertanyaannya kurang lebih menanyakan kiat-kiat menulis bagi anak. Poin pertanyaan yang mengganggu tersebut terutama mengenai apa yang harus ditulis oleh anak-anak seumuran SD, bagaimana cara pengajarannya, dan bagaimana implikasinya nanti.
Pemateri nampaknya paham acara haul tersebut, yang di sana diikuti siswa SMU, guru, mahasiswa, dan lulusan kuliahan sehingga materi yang disampaikan ‘menjadi umum’, dalam artian tidak spesifik disampaikan untuk segmen suatu ‘kelas’ (baca: umur, tingkat intelektual dan emosional) sehingga nampak agar acara tersebut bisa diikuti semua peserta. Pertanyaannya kemudian adalah, tidakkah apa yang menjadi keresahan guru SD tersebut berada dalam wilayah literer yang kemudian disebut pengamat sastra sebagai sastra anak?
Sebelum menjawab pertanyaan, pemateri menunjukkan sebuah gambar pemandangan gunung-jalan-pohon kelapa-matahari-burung melintas-dan sawah dalam sebuah coretan sederhana di atas kertas. Semua peserta ditanya, adakah dulu ketika sekolah di SD ada yang tidak menggambar seperti yang sedang diperlihatkan pemateri? Sambil tertawa, semua yang ada di ruangan menjawab iya. Kata pemateri, nyaris di seluruh wilayah di Indonesia siswa-siswa SD pernah menggambarnya.
Analogi yang disampaikan saya pikir ada benarnya, betapa di Indonesia telah terjadi keseragaman dalam pengajaran (pendidikan) di semua bidang sehingga apa yang namanya kreativitas jadi terkekang. Saya teringat pemikiran Freire bahwa pendidikan pada dasarnya membebaskan dirinya dari sesuatu yang mengaturnya sehingga subjektivitas yang ditekankan berorientasi pada pengenalan realitas diri manusia dan dirinya sendiri. Artinya, selama ini guru diposisikan sebagai pusat segalanya, siswa adalah gelas yang dituangi begitu saja dan ia tinggal meminumnya. Maka lumrah jikalau siswa-siswa mengidentifikasikan dirinya seperti gurunya yang harus digugu dan ditiru, harus diteladani dalam segala hal.
Hal tersebut juga terjadi dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia (yang di dalamnya diselipi sastra). Pengajaran sastra yang selama ini lebih ditekankan pada hapalan tentang judul dan pengarang sebuah karya, disusul pada bahasan tema, penokohan, latar dan sejenisnya (prosa), atau rima, persajakan, tipografi dan sejenisnya (puisi), menganggap aspek-aspek tersebut sebagai sesuatu yang lahir dari ruang vakum dan berpeluang menjauhkan siswa dari daya apresiasi. Pendidikan semacam ini, meminjam istilah Fromm, hanya akan melahirkan mental manusia yang hanya mencintai pada sesuatu yang bendawi, tidak memiliki jiwa (nekrofili), bukan sebaliknya, manusia yang memiliki kecintaan pada segala yang maknawi, yang memiliki jiwa kehidupan (biofili), sebab hanya aspek ‘material’ semata yang diberikan, bukan pada bagaimana memahami hakekat keberadaan diri dan lingkungannya dengan sikap kritis penuh daya-cipta.
Berbicara mengenai sastra anak, mau tak mau harus disinggung psikologi perkembangan anak. Di dalam fase perkembangan anak, saat itulah segala pengalaman dan pengetahuan yang diterimanya beserta proses dan pembiasaan akan menjadi bentukan dasar karakter seorang manusia. Semua input yang diterima dalam memori di masa-masa itu akan lebih awet tersimpan. Maka apabila seorang anak bersentuhan dengan pembiasaan dan pengenalan-pengenalan, di masa dewasa tidak kerepotan mengingat-memraktekkannya.
Contoh pengalaman adalah masa kecil seorang pakar sastra anak di Indonesia, Murti Bunanta, yang sejak usia anak-anak dikondisikan menyukai bacaan sastra. Ayahnya seorang guru, sedangkan ibunya, ibu rumah tangga yang kerap mendongenginya dengan merujuki buku-buku cerita karya sastrawan Indonesia, Belanda, maupun Jerman. Menurut doktor sastra anak pertama di Indonesia tersebut, kesukaannya membaca dikarenakan pembiasaan membaca buku-buku sastra. Sayangnya, di antara duaratus juta penduduk, tradisi ‘lekat aksara’ hanya dilakukan (dinikmati) segelintir orang saja. Pendidikan yang gagal dibarengi dengan pemahaman psikologi anak yang keliru menyebabkan budaya baca hampir tak ada. Kekeliruan pemahaman terhadap psikologi anak misalnya: “anak kecil itu orang dewasa yang kecil”, atau anggapan bahwa anak-anak adalah kumpulan manusia yang mirip dan serupa satu sama lain dan kehidupannya bersifat statis. Orang dewasa banyak yang beranggapan bahwa dunia anak merupakan dunia yang sama dengan masa kecilnya sehingga orang dewasa cenderung mendikte terhadap anak seolah-olah mereka jauh lebih tahu dari anak.
Kekeliruan pemahaman orang dewasa misalnya, tercermin dengan masih banyaknya anak-anak yang dibiarkan nonton televisi sampai berlarut-larut, atau malah sebaliknya melarang anak-melakukan kegiatan kreatif dengan dalih ‘asal orangtua nyaman, tidak curiga, dan tidak khawatir’. Pengekangan semacam inilah yang mesti dilawan sebab hidup manusia merupakan proses untuk menjadi diri sendiri secara utuh. Proses individuasi merupakan salah satu pertumbuhan kekuatan dan integrasi kepribadian individualnya.
Dunia anak-anak tentu sewarna dengan pengalaman dan pengetahuan mereka yang belum menumpuk sehingga masih diperlukan mediasi untuk mengembangkan daya kreatifnya. Maka yang paling penting dalam hal ini adalah pemenuhan hak anak. Hal yang dimaksud adalah proses belajar, menjadi individu yang subjektif, perkembangan pengalaman dan pengetahuan, yang semuanya berada dalam bingkai dunia anak. Membaca dan menulis misalnya, merupakan hak anak sebab di sana terdapat adanya ‘proses menjadi diri sendiri secara utuh’, bukan senjadi seperti gurunya, seperti orantuanya, atau seperti orang lain.
Penjelasan mengenai hak membaca bagi anak adalah kebutuhan (bukan kewajiban) saya analogikan dengan fenomena mengenai pulsa (telepon seluler) yang ada saat ini. Sepuluh tahun lalu dan tahun-tahun sebelumnya, pulsa bukanlah kebutuhan masyarakat, ia mewah dan eksklusif. Lama-kelamaan dengan alasan perkembangan teknologi dan kemajuan zaman, kaum kapitalis kemudian mengondisikan komoditi (pulsa) tersebut menjadi kebutuhan. Ternyata sukses dengan cepat. Pulsa menawarkan material dan ketergantungan di kemudian hari, tapi tidak demikian dengan membaca dan menulis yang umurnya lebih tua. Apa sebabnya? Karena pulsa memberikan kekayaan pada segelintir orang, sedangkan membaca dan menulis hanya akan melahirkan manusia merdeka yang bebas dari ketergantungan (sebagai lawan kapitalisme). Maka tidak kaget ketika kita mendapati betapa siswa, mahasiswa, dan masyarakat umum lebih suka membeli pulsa ketimbang membeli buku.
* * *
Sastra anak di Indonesia selama ini dianggap ‘bawang kosong’ semata, sebagai ‘bagian kecil’ dari sastra Indonesia. Ia seolah ‘sastra dewasa yang dianggap kecil’, sastra anak sebagai anak sastra. Sementara, sastra Indonesia yang kentara angker menjadikan dirinya eksklusif dan makin menjauh dari ruang kebutuhan. Demikian pula sastra anak, yang seharusnya berada dalam keberterimaan, ia tidak diajarkan sesuai dengan perkembangan anak yang semestinya dulce et utile, yaitu yang menyenangkan dan memberikan pencerahan. Artinya, sastra bagi anak sebenarnya adalah batu loncatan agar mereka terbiasa membaca sehingga ia selanjutnya tidak gagap ketika membaca buku-buku lain di luar buku sastra, tidak kaget dan gumun ketika mendapati dunia begitu gegap.
Maka dalam kondisi menyenangkan dan tercerahkan, anak akan tumbuh menjadi manusia merdeka yang memungkinkan adanya proses tumbuhnya kekuatan dan integrasi, penguasaan terhadap alam, akal budi, dan tumbuhnya solidaritas terhadap orang lain (Fromm). Jadi wajar jikalau seorang guru SD bertanya tentang bagaimana sebenarnya pengajaran sastra kepada anak sebab selama ini pendidikan kita berada dalam kegagalan. Pendidikan sudah seharusnya merupakan proses yang fungsional, bukan suatu kegiatan teknis mengajarkan kebahasaan, pesan-pesan mekanis, apalagi muatan kepentingan. Nah, artinya dalam kondisi ‘angker’ tersebut hak-hak anak terampas oleh kepongahan orangtua sehingga mereka mengalami ‘takut aksara’, tidak bisa menemukan dirinya, sehingga tidak paham bagaimana menuliskan sejarahnya.***
Catatan Redaksi: Hasta Indriyana lahir di Gunungkidul, 31 Januari 1977. Tahun 2001-2002 Ketua Unit Studi Sastra dan Teater (UNSTRAT) UNY, 2003-2005 Sekretaris Akademi Kebudayaan Yogyakarta (AKY), 2006-sekarang Manajer Komunitas di Yayasan Tandabaca.
Tahun 2005 mengikuti workshop penulisan esai Majelis Sastera Asia Tenggara di Palembang. Saat ini belajar bersama anak-anak wilayah gempa di Nglipar, Gunungkidul. Menulis puisi, cerpen, esai, dan naskah drama yang dipublikasikan di Horison, Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Republika, Jurnal Puisi, dll.
Buku yang telah ditulis: Tuhan, Aku Lupa Menulis Sajak Cinta (Jendela-2004), Perempuan Tanpa Luang (Pinus-2005), dan Teater, Tiada Hari Tanpa Pembebasan (INSISTPress-2007).
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Ginandjar Wiludjeng
A. Junianto
A. Kurnia
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.S Laksana
A’yat Khalili
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Razak
Abdul Rosyid
Abdul Wahab
Abdurrahman Wahid
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adam Chiefni
Ade P. Nasution
Adhitia Armitriant
Adi Prasetyo
Adrizas
AF. Tuasikal
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Baso
Ahmad Faishal
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Naufel
Ahmad Rofiq
Ahmad S. Zahari
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ainul Fiah
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Alex R. Nainggolan
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Almania Rohmah
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aminah
Aminullah HA.Noor
Amir Sutaarga
Anam Rahus
Anata Siregar
Andari Karina Anom
Andina Dwifatma
Andong Buku #3
Andre Mediansyah
Andri Awan
Anett Tapai
Anggie Melianna
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Wahyudi
Anwar Nuris
Ardi Bramantyo
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arief Joko Wicaksono
Arief Junianto
Ariera
Arif Bagus Prasetyo
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Asmaul Fauziyah
Asti Musman
Atafras
Awalludin GD Mualif
Ayu Wulan Sari
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Camelia Mafaza
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Zaini Ahmad
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Daisuke Miyoshi
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Danusantoso
Dareen Tatour
Darju Prasetya
David Kuncara
Denny Mizhar
Denza Perdana
Desi Sommalia Gustina
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewi Indah Sari
Dewi Susme
Dian Sukarno
Didik Harianto
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur
Dipo Handoko
Diyah Errita Damayanti
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddy Wisnu Pribadi
Dody Kristianto
Dody Yan Masfa
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi SS MHum
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Wiyana
Dyah Ratna Meta Novia
Dyah Sulistyorini
Ecep Heryadi
Eddy Pranata PNP
Edeng Syamsul Ma’arif
Eep Saefulloh Fatah
EH Kartanegara
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Hendri Saiful
Eko Windarto
Elnisya Mahendra
Elva Lestary
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Sulwesi
Endo Suanda
Eppril Wulaningtyas R
Esai
Evan Ys
F. Moses
F. Rahardi
Fadlillah Malin Sutan
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fanny Chotimah
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Febby Fortinella Rusmoyo
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Gabriel Garcia Marquez
Galang Ari P.
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gandra Gupta
Ganug Nugroho Adi
Gerson Poyk
Ghassan Kanafani
Gita Nuari
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunoto Saparie
H.B. Jassin
Habibullah
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Hardi
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Aspahani
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
HE. Benyamine
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Herman RN
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Nugroho
Hikmat Gumelar
HL Renjis Magalah
Hudan Nur
Hujuala Rika Ayu
Huminca Sinaga
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ira Puspitaningsih
Irfan Budiman
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Zulkarnain
Ismail Marzuki
Iva Titin Shovia
Iwan Kurniawan
Jabbar Abdullah
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D. Rahman
Jamal T. Suryanata
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
JILFest 2008
Jody Setiawan
Johan Edy Raharjo
Johannes Sugianto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Juan Kromen
Julika Hasanah
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Ka’bati
Karanggeneng
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Keith Foulcher
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khansa Arifah Adila
Khoirul Inayah
Khoirul Rosyadi
Khudori Husnan
Ki Ompong Sudarsono
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
L.N. Idayanie
Laili Rahmawati
Lamongan
Lan Fang
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lely Yuana
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Liestyo Ambarwati Khohar
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lucia Idayanie
Lukman A Sya
Lutfiah
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Ismail
M Thobroni
M. Afifuddin
M. Arwan Hamidi
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Luthfi Aziz
M. Nurdin
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.S. Nugroho
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahmud Syaltut Usfa
Mahmudi Arif Dahlan
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Martin Aleida
Maruli Tobing
Mas Ruscita
Mashuri
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni Muserang
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mia Arista
Mia El Zahra
Mikael Johani
Misbahus Surur
Misran
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
Much. Khoiri
Muh. Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun
Muhammadun AS
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mukti Sutarman Espe
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Munawir Aziz
Musfarayani
Musfi Efrizal
Nafisatul Husniah
Nandang Darana
Naskah Teater
Nelson Alwi
Ni Made Purnamasari
Nikmatus Sholikhah
Nina Herlina Lubis
Nina Susilo
Ning Elia
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel-novel berbahasa Jawa
Novelet
Nunuy Nurhayati
Nur Azizah
Nur Hamzah
Nur Kholiq
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Aini
Nurul Anam
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Okty Budiati
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso H.N.
Pagan Press
Pagelaran Musim Tandur
Palupi Panca Astuti
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Petrus Nandi
Politik
Politik Sastra
Pradana Boy ZTF
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pringadi AS
Prof Dr Fabiola D. Kurnia
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Puji Tyasari
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
Purnawan Kristanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang Group
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Ng. Ronggowarsito
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmat Kemat Hidayatullah
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rasanrasan Boengaketji
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Resensi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Ririe Rengganis
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rusmanadi
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saiful Amin Ghofur
Saiful Anam
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman S. Yoga
Samsudin Adlawi
Samsul Anam
Sanggar Lukis Alam
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang KSII
Santi Puji Rahayu
Sapardi Djoko Damono
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastra Jawa Timur
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
SelaSastra Boenga Ketjil #33
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputra
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soegiharto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sri Weni
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudirman
Sugi Lanus
Sukron Ma’mun
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaf Anton Wr
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syarif Wadja Bae
Sylvianita Widyawati
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie (1961-2019)
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tia Setiadi
Tirto Suwondo
Tita Tjindarbumi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tosa Poetra
Tri Nurdianingsih
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulul Azmiyati
Umar Fauzi
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Utari Tri Prestianti
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wan Anwar
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wina Bojonegoro
Wita Lestari
Wong Wing King
Wowok Hesti Prabowo
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanusa Nugroho
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopi Setia Umbara
Yudhi Herwibowo
Yudi Latif
Yusri Fajar
Yusuf Ariel Hakim
Yuval Noah Harari
Zacky Khairul Uman
Zainuddin Sugendal
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zed Abidien
Zehan Zareez
Zhaenal Fanani
Zubaidi Khan
Zuniest
Tidak ada komentar:
Posting Komentar