Rabu, 25 Agustus 2021

Wahyu Prasetya: Penyair dengan Buku Sajak Terbit di Perancis dan Idaho, USA

Tapi Tak Tercatat pada Buku “Apa Siapa Penyair Indonesia”
 
Arief Joko Wicaksono
pelangisastramalang.org
 
Bintang Forum Penyair Indonesia 1987 di TIM, Jakarta, Wahyu Prasetya, hari Rabu (14/2/2018) meninggal dunia dalam usia 61 (5/2/1957). Kendati terus bersajak, penyair kelahiran Malang yang kini bekerja di Muara Teweh, Kalimantan dan domisili di Bekasi, Jawa-Barat, namanya terlupakan dalam buku “Apa Siapa Penyair Indonesia”. Padahal bukunya “02:30 Abstraction” (1996) terbit di Sorbourne, Perancis dan “Merely A Dagger” (1996) di Idaho, USA.
 
“Tapi sebagai penyair kamu memang orang Malang, Yu. Namamu tak ada dalam kitab Apa Siapa Penyair Indonesia. Terkalahkan sama generasi penulis sajak era facebook-er,” goda saya saat kontak via inbox dengan Wahyu yang kebetulan di Muara Teweh, saat lagi ‘mendapatkan sinyal’. “Tenang saja bro, aku temani. Aku juga enggak ada,” ujar saya sambil mengingat buku kuning yang diluncurkan pada Hari Puisi Indonesia, Oktober, 2017. Kami tertawa-tawa dengan saling memberi kode: hahaha.
 
Ketika saya memberi tahu kalau suatu saat kelak buku yang 675 halaman itu kemungkinan direvisi, saya katakan tatkala bertemu Sihar Ramses Simatupang—selaku ko-editor—nama Wahyu Prasetya penyair yang kondang dengan sajak “Asia Tenggara” akan dimasukkan pada edisi pembaruan. Perihal ini, Wahyu mengucapkan, “Syukur Alhamdulillah kalau masih ada yang ingat.”
 
“Tolong supaya namaku masuk, biodatanya kamu yang buat, seingatmu. Sebab di sini untuk menulis biodata aku sering kesulitan sinyal. Mengko kalau sudah jadi sekalian dikirimkan ke email penyusun buku. Tolong banget ya,” tulis Wahyu melalui inbox Facebook.
 
Sebelum saya menjalankan amanahnya, Wahyu yang akrab dipanggil Pungky—yang masa mudanya garda-gara majalah Aktuil sangat menyukai musik Rock—seperti umumnya Arek Malang juga pernah rajin menulis reportase pertunjukkan musik rock di koran Suara Indonesia, telah tiada.
 
Saya yang diberitahu via inbox Facebook oleh Foeza Hutabarat, begitu kaget. Sebab, ada beberapa rencana mengumpulkan puisi-puisi Wahyu yang sejak lama dipesan Remmy Novaris DM untuk diduetkan dengan penyair Irawan Sandhya Wiraatmaja—sebagai sesama anggota Komunitas Bintaro—belum sempat saya penuhi. Sejumlah puisi Wahyu yang masih diketik dan dulu tidak termuat di Harian Sinar Harapan/Suara Pembaruan—tempat saya bekerja sebagai jurnalis—masih saya simpan.
 
Dengan tubuh lesu, saya yang lagi ada keperluan di kaki Gunung Pancar, Bogor, segera pulang. Untuk ke rumah duka di kawasan Bekasi, pasti terlambat. Sesampai di rumah menjelang Isya saya pilih untuk menulis catatan ‘hasil jngatan’ ini sembari berdoa, “Semoga engkau, sahabatku, yang kini telah rajin ibadah, khusnul khatimah.”
 
NAFAS TELANJANG
 
Wahyu Prasetya mulai menulis ketika usianya menginjak 21, tahun 1978. Namanya mulai dikenal sesama penyair muda sebaya pada tahun 1979 ketika dia juga Bambang Widjatmoko, yang waktu itu masih di Yogya, memenangkan penulisan puisi yang diadakan Majalah Semangat, asuhan penyair PSK Ragil Suwarna Pragolapati. Bahkan, Wahyu dan Bambang, dua penyair yang suka diasuh oleh kakek dan neneknya ini, menerbitkan buku “Nafas Telanjang.”
 
Sejak era itu, sajak- sajak Wahyu Prasetya yang masih berdomisili di Malang, mengalir deras merajai majalah Zaman, rubrik Tikungan yang dianggap sebagai ‘Horison’-nya anak muda, karena karya yang dimuat sangat selektif. Pun, karya-karya Wahyu banyak muncul di Majalah Putri, asuhan penyair Adri Darmadji Woko, serta sejumlah media ternama lainnya, termasuk nembus Majalah Sastra Horison.
 
Tahun 1982, Wahyu memberanikan diri berkelana di beberapa negara, dan menetap agak lama di Jerman Barat. Alasannya ke Jerman, seperti diceritakan pada saya, agar dia dapat menonton band-band rock, Led Zeppelin, Deep Purple, Black Sabbath, Pink Ployd hingga Iron Maiden, yang baru diakui dunia setelah sukses di Jerman. “Aku juga ingin membuktikan pada warga Malang, bahwa band yang umumnya digandrungi anak muda Malang, telah aku tonton langsung. Maka, aku membuat reportasenya di Suara Indonesia, koran Malang,” ujar Wahyu Prasetya. Lanjutnya lagi, “Kedua, saya juga ingin merasakan pengalaman hidup dengan menulis sajak-sajak petualangan dari Mancanegara. Kenapa? Gaya sithik dong, rek. Biar pada sajak-sajakku, selain ada angka tahun, ada pula nama- nama kota di Jerman Barat, hehe,”
 
Selama di Jerman, anak jejer Kauman Malang ini, nekad bekerja apa saja; namun yang terlama sebagai penyapu halaman gereja. “Aku jadi dapat uang, numpang tidur gratis hingga penghasilanku bisa untuk nonton musik, beli buku buku sastra yang kuperlukan, ben aku terangsang menulis puisi terus,” ungkapnya.
 
Ketika di Jerman, Wahyu mengaku sering bertemu penyair Emha Ainun Najib yang saat itu periode 1984, seusai pembacaan puisi di Belanda, Emha pengin tahu Jerman. “Tetapi, karena kehabisan ongkos, Emha sempat lontang-lantung tak bisa pulang, hingga kadang ke tempatku. Pokoknya berpindah-pindah, sampai kita enggak ketemu lagi,” ujar Wahyu.
 
KOMUNITAS BINTARO
 
Pulang ke Tanah Air, Wahyu yang saat itu sudah menikah dengan BeeTjiek, memilih berdomisili di Dumai, Provinsi Riau, sekitar tahun 1985-1986. Dari Dumai itulah, sajak sajaknya dengan judul Pipa Merenung, Asia Tenggara, dll., banyak muncul di media-media Jakarta, termasuk di Berita Buana rubrik Dialog asuhan penyair Abdul Hadi WM (Abdul Hadi).
 
Berkat sajak-sajaknya di Berita Buana, Abdul Hadi WM yang juga anggota DKJ, mengundang Wahyu dan sekitar 90an penyair muda sebaya untuk tampil dalam acara yang dianggap spektakuler, yakni Forum Penyair Indonesia 1987, di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, selama tiga hari. Dalam forum yang karya-karya penyair dibahas oleh Sutardji CB, beberapa penyair mulai melonjak ke tingkat nasional, di antaranya Acep Zamzam Noor, Ahmadun Yeha (Yosi Herfanda), Isbedy Stiawan Z. S., Soni Farid Maulana, Micky Hidayat, Fakhrunnas MA Jabbar, Gus Tf., Remmy Novaris DM, Aming Aminoedhin, Ahmad Nurullah, Djamal D. Rahman, dll., serta sejumlah penyair yang hingga kini masih konsisten menulis, Nanang R. Supriyatin, Handry Tm, Gunoto Saparie, Ayid Suyitno Ps, Djuhardi Basri, Saiful Syaiful Irba Tanpaka, Tajuddin Noor Ganie, DedetSetiadi, Mathori AElwa, untukku, sekadar menyebut nama.
 
Usai Forum Penyair Indonesia, Remmy Novaris, Wahyu P, Nanang juga Irawan Sandhya Wiraatmaja juga saya mendirikan Komunitas Bintaro, menggunakan rumah Wahyu yang belum lama pindah dari Dumai ke Bintaro. Sebagaimana komunitas yang lagi marak era itu, Komunitas Bintaro juga rajin mengadakan pertemuan, diskusi sastra sampai larut malam.
 
Ada peristiwa “lucu” yang membuat kami selalu tertawa mengingat Komunitas Bintaro. Syahdan, waktu itu musim hujan bulan November 1989, kami berempat, Remmy, Nanang, saya dan Wahyu berkumpul. Entah berapa kali istri Wahyu membuatkan kopi untuk obrolan kami. Tahu-tahu karena asyik, waktu usai Subuh. Saat akan pulang, karena kami punya kerjaan tetap, sepatu kesayangan yang saya letakkan di depan pintu rumah Wahyu ternyata raib. Kami sudah mencari ke sana kemari, takut digondol tikus, tetapi tak ketemu. Akhirnya saya pulang nyeker ditemani Remmy dan Nanang yang PNS, dengan bersepatu. Sepanjang jalan, Remmy dan Nanang terus meledek saya yang nyeker hingga ketemu warung kelontong untuk beli sandal. Hmm..
 
BALIK KE MALANG
 
Memasuki tahun 1992-an, Wahyu Prasetya kembali ke Malang untuk mengurus hotel warisan. Di kota kelahiran ini, dia sangat produktif berpuisi. Sajak-sajaknya lancar, mengalir tanpa beban menyuarakan kesepian, kerinduan manusia, kekerasan hidup serta sengkarut masalah masalah zamannya. “Dalam menulis, aku terangsang setelah mendengarkan suara kran pada air ledeng yang menetes, begitu resepnya,” ungkap Wahyu.
 
Saya yang masih jomlo saat itu dan punya cita-cita ‘aneh’ sejak remaja, yakni ingin punya istri secantik Ken Dedes, memang kalau liburan kantor, sering pergi ke bekas kerajaan Singasari, deket candi Jago, yang ada petilasan yang dijaga patung Dwarapala. Di situ saya mencari gadis-gadis yang mirip Ken Dedes, tetapi tak pernah ketemu. Dengan perburuan itu yang memakan waktu satu minggu pula, saya sering ke Malang dan jumpa kembali dengan Wahyu. Dan, Wahyu tahu serta sering meledek keinginan saya itu. “Mbok cari pasangan hidup yang lumrah aja ‘kan lebih gampang, daripada terus membujang,” begitu nasihatnya.
 
Selama beberapa kali pertemuan di Malang, saya tahu Wahyu kian produktif. Lebih enam ratusan sajak lahir bagai kucuran air, di antaranya yang kemudian dibukukan dalam “02: 30 Abstraction” yang terbit di Perancis dan “Merely Dagger” di Idaho, USA.
 
Selain itu, Wahyu semakin gencar menerjemahkan sajak-sajak penyair Eropa dan Amerika. Beberapa karya terjemahan ada yang dikirim dan dimuat di majalah CAK yang dikelola Sanggar Minum Kopi Bali, serta dikirim ke Harian Suara Pembaruan, tempat saya bekerja.
Setelah saya menuruti nasihatnya, agar tak mencari calon istri kayak Ken Dedes, saya mendapatkan jodoh, tepatnya dicarikan jodoh oleh ibu saya. Karena menikah, saya tak tergoda lagi mencari gadis ala Ken Dedes di Singasari, Malang, hingga saya dan Wahyu tak bertemu lagi. Kabarnya, dia juga menikah lagi, kemudian meninggalkan dunia begadangan dengan bekerja di Muara Teweh, Kalimantan dengan keluarga di Jatiasih, Bekasi.
 
Tahu dia ada di Kalimantan kemudian muncul di era Facebook, kalau tak salah dapat info dari Bambang Widiatmoko dan Remmy Novaris DM. Sesuai petunjuk saya klik nama Haji Eyang, dan seminggu kemudian berteman di Facebook. Kami dan juga teman-teman sering kontak dengan Wahyu Prasetya alias Haji Eyang hanya di Facebook (kecuali, mungkin, Bambang Widjatmoko). Bahkan, Remmy mengatakan berulang kali ingin menerbitkan puisi-puisi Wahyu Prasetya untuk diduetkan bersama Irawan Sandhya Wiraatmaja yang nama aslinya Mustari Irawan, kini Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia. Kenapa dengan Irawan? Ternyata saat Wahyu di Jakarta, selain sama-sama anggota Komunitas Bintaro, Wahyu juga sering berkunjung ke rumah Irawan, saat itu, di Jalan Senopati, Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Mereka berdua punya memori khusus selaku penyair.
 
Ketika saya kabarkan peraih Hadiah Utama Hari Puisi Indonesia, 2017 adalah Irawan Sandhya Wiraatmaja dengan buku Giang terbitan KKK yang dikelola penyair Kurniawan Junaedhie, dalam obrolan di inbox Facebook, Wahyu mengatakan, “Sangat pantas, hmm.” “Tahun depan andai buku puisi terbarumu ikut, bisa jadi kamu yang menang, Yu,” goda saya.
 
Ternyata, pada 14 Februari 2018 yang bertepatan dengan Hari Valentine, Wahyu Prasetya genap 61 tahun sejak 5 Februari lalu, telah kembali ke pangkuan yang kuasa, tanpa sosok namanya dicatat dalam buku “Apa Siapa Penyair Indonesia”. Tragis. Tapi, saya—juga tentu beberapa sahabat yang pernah dekat—tahu, dia penyair sekali. Dan, percaya, semoga namanya serta amal amalnya, ditulis dan diabadikan sangat baik oleh malaikat yang disampaikan padaNya. Aamiiin. (Pen: Arief Joko Wicaksono/Ed: M. Dandy)

Pengakuan ini diambil dari Lingkar Studi Sastra Trawulan (yang juga diambil dari status Facebook Arief Joko Wicaksono). Tulisan ini disunting oleh editor agar sesuai dengan ejaan tanpa mengurangi substansi. http://sastra-indonesia.com/2021/08/wahyu-prasetya-penyair-dengan-buku-sajak-terbit-di-perancis-dan-idaho-usa/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest