Bernando J Sujibto
http://kompas-cetak/
Hadiah Nobel Sastra tahun 2006, yang dianugerahkan kepada Ferit Orhan Pamuk, penulis kelahiran Istanbul, Turki, 7 Juni 1952, menemukan posisi yang unik dan potensial untuk ditelisik.
Seperti diakui banyak pengamat sastra dunia sekaligus panitia penganugerahan Nobel Sastra Norwegia, bahwa yang menjadi latar belakang Pamuk menerima hadiah paling bergengsi di dunia kesusastraan dunia itu adalah karena keberaniannya melebur nilai-nilai dan karakteristik Barat dan Timur dan disajikan secara memukau lewat novel-novelnya.
Perang yang belakangan terus berkecamuk antara Barat (baca: Eropa/Kristen) dan Timur (Arab-Islam) mempunyai misteri yang tak kunjung selesai dikuak. Dunia Barat dan Timur terus meruncingkan senjata dan kekuatan tersembunyi yang sama- sama tak mau dikendalikan dan diatur oleh siapa pun. Hal ini terbukti dengan fenomena senjata nuklir Iran (wakil dari Timur) yang terus dicap sebagai pengembang bahan aktif bom nuklir. Juga pihak (negara) Barat yang mengembangkan senjata nuklir baik secara sembunyi- sembunyi atau yang transparan, seperti Amerika.
Berbagai antitesis yang menentang clash of civilization-nya Samuel Huntington sebagai cikal bakal kekeruhan pemahaman tentang Barat dan Timur yang dikotomis mulai muncul, tetapi semuanya masih dalam diskursus dan wacana yang minor. Secara transparan, tidak ada satu pihak pun yang menentang kedua magnet dan merentang jembatan dialogis antarkeduanya demi mencapai kedamaian dunia yang dicita-citakan.
Novel Benim Adým Kýrmýzý (My Name is Red) karya Orhan Pamuk menawarkan sebuah pendekatan dan (kalau boleh dibilang) terobosan lewat dunia kesenian sastra yang mencerahkan semua segmen peradaban (Barat dan Timur). Pamuk mencoba menawarkan sebatang lilin untuk menyinari kerunyaman Barat dan Timur dalam jalinan cerita yang apik dan memukau dalam novel ini. Dalam novel yang membawa diri Pamuk memenangi anugerah Hadiah Nobel Sastra 2006, menyusul Nagiub Mahfouz sebagai penerima penghargaan sastra paling bergengsi dari bangsa Arab, mencoba bagaimana benang yang sudah kusut itu bisa dipertalikan menjadi jembatan dialogis antarperadaban. Karena bagi Pamuk, karya seni yang baik merupakan kesatuan visi yang melebur dengan segala jenis budaya bangsa mana pun—tak terikat satu lokalitas yang ekstrem.
Sebagai keturunan orang Timur, hadirnya Pamuk ke pentas khazanah kesusastraan internasional mempunyai warna yang mengubah pandangan dunia secara signifikan. Apalagi novel My Name is Red ini mempunyai terobosan yang tak terpikirkan sebelumnya oleh siapa pun, khususnya sastrawan bangsa Timur sendiri.
Di tengah ketegangan dan kemarahan bangsa Timur karena merasa dilecehkan oleh Barat, Pamuk muncul bagai sosok "nabi" yang mau meleburkan dua kutub itu menjadi satu yang saling bergandengan tangan. Uniknya, media yang mencoba mendialogkan itu adalah media kesastraan. Inilah sisi prestisius Pamuk dalam berkiprah dengan multidimensional peradaban Barat dan Timur.
Seni sebagai jembatan
Bagi Pamuk, seni adalah jembatan yang mencoba mencari formulasi terbaik untuk menyambungkan peradaban dunia sebagai kekayaan dan khazanah kebudayaan universal. Sajian Pamuk dalam novel My Name is Red menunjukkan konsistensi itu. Meskipun novel ini tidak menohok kepada benturan peradaban Barat dan Timur seperti halnya terangkum dalam novel terbaru Pamuk, Kar (Salju, 2002—dalam bahasa Inggris diterjemahkan sebagai Snow), tetapi novel ini pada akhirnya akan bermuara pada keriskanan dua kutub itu.
Di akhir novel ini Pamuk berteriak dengan puisi yang dilagukan: "hatiku yang bimbang mendamba Barat ketika aku berada di Timur dan mendamba Timur ketika aku di Barat…aku hanya ingin menghibur diri sendiri dari depan sampai belakang, untuk menjadi Timur sekaligus Barat" (hal 620).
Berkesenian gaya Pamuk mencoba membangun jembatan untuk mempertemukan Barat dan Timur sekaligus kebudayaan dan peradabannya masing-masing. Tesis yang diusung Pamuk tentu kontra dengan pernyataan penyair Inggris, Rudyard Kipling, yang menulis bahwa "East is east and west is west and never the twain shall meet" (timur adalah timur dan barat adalah barat, keduanya tidak akan pernah bertemu).
Dalam wawancara tentang novel yang ditulisnya selama enam tahun ini, Pamuk menegaskan pandangannya tentang betapa perbedaan hendaknya tidak dijadikan alasan untuk bertikai dan saling membunuh, "dalam novel saya, mereka bahkan saling membunuh karena pertentangan Barat dan Timur ini. Namun, tentu saja, saya berharap pembaca menyadari bahwa saya tidak percaya pada konflik ini. Karya seni yang baik muncul dari perpaduan beragam hal yang berasal dari aneka akar budaya."
Cerita indah dan menarik ini bermula di Istanbul—simbol kejayaan khalifah Islam yang terakhir—di ujung abad XVI. Saat itu ada sebuah "proyek" tertutup dan tak biasa yang ditugaskan sang Sultan untuk merekam dan merayakan kejayaannya, dihiasi dengan ilustrasi para seniman, yaitu Tuan Osman, sebagai miniaturis terkemuka saat itu dengan kelompok kerja bengkel seni lukisnya yang terdiri dari beberapa orang.
Dalam proses penyusunan buku itu ada sebuah tragedi pembunuhan misterius yang terjadi pada salah satu miniaturis. Berbagai jalinan cerita berkelindan dalam mencari dan mengungkap misteri pembunuhan tersebut. Karakter tokoh yang unik dan tak biasa yang dihadirkan Pamuk bergantian dengan tidak jelas. Tidak boleh tidak misteri pembunuhan itu pun menjadi makin hitam dan tak terjejak.
Ada salah seorang pelukis ditugasi sang Sultan untuk mengusut misteri pembunuhan itu. Lelaki dengan wajah muram dengan identitasnya yang tak jelas pula menambah kerunyaman misteri itu. Akhirnya tidak ada orang yang bisa mengungkap misteri itu. Meskipun ada seorang—sebagai si "aku" dalam bab 58 (hal 669)—yang mengaku sebagai pembunuhnya, tapi si "aku" yang muncul di situ terus bertalian satu sama lain, antara Hitam, Osman, atau bahkan tokoh berkarakter Bangau, Merah, dan Kupu-kupu.
Melacak tokoh dan karakter yang diramu Pamuk tidak mudah dan bahkan seperti komentar Goenawan Mohamad tentang novel ini, memang tidak harus seratus persen dimengerti. Semua tokoh dalam novel ini menjadi "aku-aku" yang banyak dan bergantian menceritakannya kepada pembaca. Kekuatan meramu teknik dan imaji yang tidak biasa ini membuat Pamuk menjadi unggul dan muncul sebagai pencerita ulung yang menjadi sumbangan bagi khazanah kesusastraan dunia.
Kemasan cerita cinta dan pembunuhan dengan bumbu misteri yang diramu Pamuk dengan meyakinkan dalam novel ini menjadi sangat perlu dinikmati oleh siapa pun sebagai pengayaan khazanah sastra Nobel dunia sekaligus khazanah sastra Arab-Islam modern.
Nilai religiositas
Dibandingkan dengan penulis Muslim-Arab modern lainnya, Pamuk termasuk sosok novelis yang mengeksplorasi di ranah keagamaannya sangat kuat. Nilai- nilai keislaman universal yang terkandung dalam Al Quran tentang semesta yang lebur tanpa ada sekat Barat dan Timur digali dan dihadirkan secara khusus oleh Pamuk.
"Timur dan Barat adalah kepunyaan Allah" adalah ungkapan Pamuk yang mencerminkan sebuah ayat Al Quran tentang kepemilikan langit dan bumi hanya milik Tuhan yang Mahasatu. Tidak ada orang yang jadi penguasa di Barat ataupun di Timur.
Pemakaian simbol huruf hijaiah, seperti alif, ba, dan ta, yang menjadi bagian jalinan penyambung cerita Pamuk dalam novel ini mengingatkan kita betapa penting melihat simbol-simbol kecil religius yang jarang disadari oleh penganutnya sendiri. Pamuk mencoba menerobos hal sepele semacam itu menjadi suatu yang unik dan luar biasa. Di sisi itulah yang membuat Pamuk hadir dengan sosoknya yang dingin dan novelnya sangat penting untuk dinikmati siapa pun.
*)Pustakawan KUTUB Jogjakarta.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Ginandjar Wiludjeng
A. Junianto
A. Kurnia
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.S Laksana
A’yat Khalili
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Razak
Abdul Rosyid
Abdul Wahab
Abdurrahman Wahid
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adam Chiefni
Ade P. Nasution
Adhitia Armitriant
Adi Prasetyo
Adrizas
AF. Tuasikal
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Baso
Ahmad Faishal
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Naufel
Ahmad Rofiq
Ahmad S. Zahari
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ainul Fiah
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Alex R. Nainggolan
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Almania Rohmah
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aminah
Aminullah HA.Noor
Amir Sutaarga
Anam Rahus
Anata Siregar
Andari Karina Anom
Andina Dwifatma
Andong Buku #3
Andre Mediansyah
Andri Awan
Anett Tapai
Anggie Melianna
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Wahyudi
Anwar Nuris
Ardi Bramantyo
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arief Joko Wicaksono
Arief Junianto
Ariera
Arif Bagus Prasetyo
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Asmaul Fauziyah
Asti Musman
Atafras
Awalludin GD Mualif
Ayu Wulan Sari
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Camelia Mafaza
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Zaini Ahmad
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Daisuke Miyoshi
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Danusantoso
Dareen Tatour
Darju Prasetya
David Kuncara
Denny Mizhar
Denza Perdana
Desi Sommalia Gustina
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewi Indah Sari
Dewi Susme
Dian Sukarno
Didik Harianto
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur
Dipo Handoko
Diyah Errita Damayanti
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddy Wisnu Pribadi
Dody Kristianto
Dody Yan Masfa
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi SS MHum
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Wiyana
Dyah Ratna Meta Novia
Dyah Sulistyorini
Ecep Heryadi
Eddy Pranata PNP
Edeng Syamsul Ma’arif
Eep Saefulloh Fatah
EH Kartanegara
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Hendri Saiful
Eko Windarto
Elnisya Mahendra
Elva Lestary
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Sulwesi
Endo Suanda
Eppril Wulaningtyas R
Esai
Evan Ys
F. Moses
F. Rahardi
Fadlillah Malin Sutan
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fanny Chotimah
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Febby Fortinella Rusmoyo
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Gabriel Garcia Marquez
Galang Ari P.
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gandra Gupta
Ganug Nugroho Adi
Gerson Poyk
Ghassan Kanafani
Gita Nuari
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunoto Saparie
H.B. Jassin
Habibullah
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Hardi
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Aspahani
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
HE. Benyamine
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Herman RN
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Nugroho
Hikmat Gumelar
HL Renjis Magalah
Hudan Nur
Hujuala Rika Ayu
Huminca Sinaga
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ira Puspitaningsih
Irfan Budiman
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Zulkarnain
Ismail Marzuki
Iva Titin Shovia
Iwan Kurniawan
Jabbar Abdullah
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D. Rahman
Jamal T. Suryanata
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
JILFest 2008
Jody Setiawan
Johan Edy Raharjo
Johannes Sugianto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Juan Kromen
Julika Hasanah
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Ka’bati
Karanggeneng
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Keith Foulcher
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khansa Arifah Adila
Khoirul Inayah
Khoirul Rosyadi
Khudori Husnan
Ki Ompong Sudarsono
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
L.N. Idayanie
Laili Rahmawati
Lamongan
Lan Fang
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lely Yuana
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Liestyo Ambarwati Khohar
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lucia Idayanie
Lukman A Sya
Lutfiah
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Ismail
M Thobroni
M. Afifuddin
M. Arwan Hamidi
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Luthfi Aziz
M. Nurdin
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.S. Nugroho
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahmud Syaltut Usfa
Mahmudi Arif Dahlan
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Martin Aleida
Maruli Tobing
Mas Ruscita
Mashuri
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni Muserang
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mia Arista
Mia El Zahra
Mikael Johani
Misbahus Surur
Misran
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
Much. Khoiri
Muh. Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun
Muhammadun AS
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mukti Sutarman Espe
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Munawir Aziz
Musfarayani
Musfi Efrizal
Nafisatul Husniah
Nandang Darana
Naskah Teater
Nelson Alwi
Ni Made Purnamasari
Nikmatus Sholikhah
Nina Herlina Lubis
Nina Susilo
Ning Elia
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel-novel berbahasa Jawa
Novelet
Nunuy Nurhayati
Nur Azizah
Nur Hamzah
Nur Kholiq
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Aini
Nurul Anam
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Okty Budiati
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso H.N.
Pagan Press
Pagelaran Musim Tandur
Palupi Panca Astuti
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Petrus Nandi
Politik
Politik Sastra
Pradana Boy ZTF
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pringadi AS
Prof Dr Fabiola D. Kurnia
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Puji Tyasari
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
Purnawan Kristanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang Group
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Ng. Ronggowarsito
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmat Kemat Hidayatullah
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rasanrasan Boengaketji
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Resensi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Ririe Rengganis
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rusmanadi
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saiful Amin Ghofur
Saiful Anam
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman S. Yoga
Samsudin Adlawi
Samsul Anam
Sanggar Lukis Alam
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang KSII
Santi Puji Rahayu
Sapardi Djoko Damono
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastra Jawa Timur
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
SelaSastra Boenga Ketjil #33
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputra
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soegiharto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sri Weni
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudirman
Sugi Lanus
Sukron Ma’mun
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaf Anton Wr
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syarif Wadja Bae
Sylvianita Widyawati
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie (1961-2019)
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tia Setiadi
Tirto Suwondo
Tita Tjindarbumi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tosa Poetra
Tri Nurdianingsih
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulul Azmiyati
Umar Fauzi
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Utari Tri Prestianti
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wan Anwar
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wina Bojonegoro
Wita Lestari
Wong Wing King
Wowok Hesti Prabowo
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanusa Nugroho
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopi Setia Umbara
Yudhi Herwibowo
Yudi Latif
Yusri Fajar
Yusuf Ariel Hakim
Yuval Noah Harari
Zacky Khairul Uman
Zainuddin Sugendal
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zed Abidien
Zehan Zareez
Zhaenal Fanani
Zubaidi Khan
Zuniest
Tidak ada komentar:
Posting Komentar