Rabu, 15 Oktober 2008

KANDANG

Jawa Pos, 12 Okto 2008
Yanusa Nugroho

Jika saja kau mengetahui di mana aku tinggal, mungkin kau akan sependapat dengan apa yang akan kuceritakan kepadamu. Di sini, di tempat tinggalku, kau tak akan menjumpai manusia. Ya. Kau tak akan menjumpai sesosok makhluk yang bisa layak kau sebut manusia.

Entah kebetulan, entah tidak, aku menempati rumah di ujung jalan. Lebih tepat lagi bila kusebutkan di ujung atas jalan kecil ini. Jauh lebih tepat, sebagai rumah yang paling atas, karena jalan ini adalah jalan buntu.

Jadi, setiap hari, jika aku ingin ke suatu tempat, aku harus melewati jalan yang sama. Pergi aku turun, pulang aku naik. Begitu setiap hari; sejak kira-kira 15 tahun yang lalu. Dengan demikian aku hafal setiap rumah di sepanjang jalan ini.

Akan kuceritakan dulu, rumah yang ada di sebelahku. Jarak antara rumahku dan tetanggaku itu --maaf aku tak benar-benar hafal namanya, mungkin Tom atau Ton, aku tak bisa dengan benar mengingatnya.

Rumah si Tom atau Ton ini bertipe 90 dan dibangun di atas tanah seluas 120 meter persegi. Bayangkan, dia tak lagi memerlukan halaman. Atau barangkali saja, di tengah ruang tamunya itulah dia membangun halaman --entahlah. Nah, dengan luas tanah yang sudah hampir penuh oleh bangunan itu, di sekelilingnya didirikan tembok tinggi menjulang, mirip Tembok China.

Dulu sekali, aku pernah mencoba mencuri-curi pandang. Mencari celah, untuk sekadar mengintip ke balik tembok itu; sia-sia saja. Ternyata, satu-satunya penghubung antara isi tembok dengan dunia luarnya hanyalah pintu kayu besar, tempat keluar masuknya Landcruiser hitam itu. Oh, tidak, aku salah, di sebelah pintu pagar besar itu, masih ada pintu kecil, untuk lalu lalang pembantunya. Juga, ada selokan yang keluar dari lingkungan benteng itu; kalau itu bisa disebut ''penghubung'' dengan dunia luar.

Bertahun-tahun aku berpikir, berandai-andai, tentang si Tom atau Ton ini. Apa saja yang dilakukannya di dalam rumah? Mengapa dia tak pernah memunculkan wajahnya? Maksudku, kapankah dia keluar rumah dan berbincang dengan tetangga --sebagaimana layaknya manusia, bukan mengendarai Landcruiser hitamnya yang ternyata berkaca rayben hitam pula. Akan tetapi, lama-kelamaan aku bosan juga memikirkan si Tom atau Ton itu.

Ternyata, setelah aku perhatikan --selama 5 tahun pertama aku tinggal di lingkungan ini-- semua orang berkelakuan sama dengan si Tom atau Ton ini. Rumah nomor 5, misalnya, seluruh halamannya dipagar besi menjulang, mirip kandang gajah. Juga yang di bawah sana. Yang pagarnya berkilau-kilau itu, juga begitu. Bayangkan, tembok pagarnya tinggi menjulang, nyaris menutup sebagian atap rumah, dan yang lebih gila lagi, menurutku, tembok itu tidak menggunakan batu bata, tetapi glassbox. Edan. Dia membangun akuarium untuk dirinya sendiri.

Jadi, kalau kau berkunjung ke rumahku, kau akan bisa menyaksikan: kandang jerapah, kandang burung, kandang gajah, goa beruang, bahkan akuarium raksasa. Satu-satunya rumah yang tak berpagar adalah rumahku. Kalaupun itu bisa disebut pagar, paling-paling hanyalah semak teh-tehan, yang setiap 2 minggu sekali kupangkas; sekadar untuk cari keringat.

***

Tetapi, maaf, barangkali aku memang salah. Barangkali saja, akulah orang yang memang tak pernah bertemu dengan mereka itu. Bisa jadi, karena kesibukanku sehari-hari, aku juga tak punya waktu untuk bertatap muka dengan mereka, barang sekalipun --selama 15 tahun!

Sebetulnya, aku malu menceritakan ini semua kepadamu. Akan tetapi, sungguh, aku tak tahan. Aku ingin bicara. Aku ingin bertegur sapa. Aku ingin ngobrol basa-basi, bergosip, atau apa sajalah hal-hal yang remeh-temeh. Bagaimana mungkin, manusia tidak ngobrol dengan sesamanya?

Ah, ngobrol? Jangankan dengan mereka, bahkan kepada anak istriku pun aku tak bisa menciptakan bahan obrolan. Apakah ''bagaimana sekolahmu?'' atau ''ada berita apa di kantormu?'' misalnya, bisa disebut obrolan?

Ya, itulah hidupku, kawan. Sepanjang hari, tujuh hari seminggu, tiga puluh hari sebulan, dan dua belas bulan setahun, aku, istriku dan anak-anakku diam-diam berubah menjadi robot. Masing-masing kami membawa kunci, jadi tak perlu saling tunggu dibukakan pintu jika ada yang pulang lebih awal atau telat. Masing-masing, kecuali pada hari Minggu, mungkin, sudah makan di luar rumah, dan sesampainya di rumah repot dengan urusan masing-masing; atau lelap dihajar lelah.

Yah, begitulah. Jadi, barangkali saja, tak ada yang salah dengan para tetanggaku. Barangkali saja, itu semua kurasakan demikian, lantaran aku yang tak bisa punya waktu menemui mereka.

***

Aku tak tahu, siapa yang harus kusalahkan. Apakah memang keadaanku ini yang membuatku jadi ''terasing'' dengan sekelilingku, atau memang...

Itulah sebabnya, aku ingin menemuimu. Paling tidak, dengan berbicara padamu, aku bisa mendapatkan perbandingan. Siapakah yang aneh: diriku atau orang-orang sekelilingku.

***

Jika kau lihat dari halaman rumahku, maka rumah yang di bawah sana itu akan tampak seperti benteng Spanyol. Ah, tahu apa aku soal benteng Spanyol. Tetapi, paling tidak, kesan itu muncul begitu saja di benakku. Mengapa tidak sekalian diberi meriam di jendela-jendela kecilnya itu? Dan mengapa pula tidak disiapkan serdadu di depan pintunya?

Aku sempat berpikir, mungkinkah mereka sebetulnya takut pada setiap orang? Atau jangan-jangan mereka sudah termakan nasihat orang bule, bahwa jangan bicara pada orang asing? Bisa jadi mereka sudah termakan filsafat bahwa ''manusia adalah srigala bagi manusia lainnya''? Ah, bisa jadi demikian.

***

Suatu kali, sepulang kerja --sebagaimana biasa, aku berjalan menyusuri jalan di lingkungan ini. Sambil menoleh ke kanan ke kiri, aku mencoba mencari tahu, kalau-kalau saja ada pintu yang terbuka dan aku berkesempatan bertegur sapa.

Ternyata sia-sia saja. Sepanjang jalan ini sepi. Senyap seperti kuburan.

Di kejauhan, rasanya aku melihat ada sesosok tubuh tergeletak. Ah, mungkinkah dia korban tabrak lari? Mustahil.

Kudekati sosok laki-laki yang tergeletak itu. Ternyata dia masih hidup. Usianya sebaya denganku. Dengan segala cara, akhirnya dia bisa kupapah dan kubawa ke rumah. Sekali lagi, tak satu pun pintu terbuka. Mungkin mereka sudah mati semua!

Setelah duduk beberapa saat, dan meminum dua gelas air sekaligus, barulah dia bisa kuajak bicara. Dia sendiri tak tahu mengapa tiba-tiba pingsan. Namun, melihat kekusutan penampilannya, dan kelayuan tubuhnya, aku bisa menduga bahwa dia kelaparan. Jujur saja aku tak bisa berbuat banyak. Mau menawarinya makan? Mana mungkin? Tak ada makanan di rumah ini.

Dia berkali-kali hanya mengucapkan terima kasih, dan akan lebih berterima kasih lagi jika diperkenankan duduk beberapa saat lagi. ''Saya masih belum kuat jalan, Pak,'' tambahnya.

Tentu saja dia tak bisa berjalan, pasti dia kelaparan. Aku harus mencarikan makanan yang bisa segera mengenyangkan. ''Sebentar, ya...,'' kataku, yang kemudian setengah berlari, meninggalkan rumah, menuju warung.

Beberapa saat kemudian aku kembali, langsung menuju dapur dan memasak mi instan. Kucari telur di lemari es. Kupecahkan dua butir. Kasihan. Dia pasti kelaparan.

***

Aku gembira. Baru kali ini aku menemukan manusia yang bisa kuajak berbincang. Sambil menunggui dan mengamati bagaimana lahapnya laki-laki ini makan, tak henti-hentinya aku bertanya. Akan tetapi, beberapa saat kemudian, barulah aku sadar, ternyata kalimat yang keluar dari bibirku tak lebih dari: ''Bagaimana, enak?'' atau ''Nambah?''

Tiba-tiba pula aku merasa begitu tolol.

***

Malamnya, sebelum tidur, istriku yang hari itu pulang larut, sempat menggerutu. Katanya, aku berkali-kali, sesore tadi ditelepon, tapi tak menyahut. ''Kenapa sih, HP-nya dimatiin?''

Dimatiin?

Rasanya sejak sore tadi aku tak mendengar HP-ku berbunyi. ''Nggak, kok. Dari siang, bahkan dari kemarin malam HP-ku aktif; aku lupa matiin.''

''Pokoknya, tadi sebelum magrib aku telepon, tapi voicemail terus..''

Sejak magrib?

Seperti tersengat tawon, aku tersentak. Bukankah tadi HP kugeletakkan di meja depan, ketika mendudukkan laki-laki itu. Segera aku ke meja depan, dan...

***

Kukutuki malam. Kumaki dinginnya. Kuteriakkan sejuta kutukan. Laki-laki yang kutolong tadi, ternyata maling! Aku jadi makin tolol. Bagaimana mungkin aku tak bisa melihat dia lewat di depan warung, sementara aku membeli mi instan tadi? Jalan ini hanya punya satu pintu, di ujung sana! Hanya satu. Jadi, mustahil orang keluar masuk jalan ini, tanpa berpapasan satu dengan yang lainnya.

Lewat mana dia? Malam itu juga dengan membawa senter, aku lihat ke sekeliling pagar tinggi yang mengepung kompleks ini; tentu saja yang berada di sekitar rumahku. Sia-sia. Selain aku tak bisa melihat dengan jelas, rasa jengkel membuatku tidak teliti.

Ya. Bagimu, barangkali sebuah HP adalah sebuah HP. Kalaupun hilang, dengan mudah bisa beli yang baru. Tetapi, si laknat itu mencurinya di depan hidungku. Ini kurang ajar. Lebih kurang ajar lagi aku yang mempersilakan dia masuk rumahku, menyuguhinya dengan mi instan dan... ah!

***

Hari ini aku mendapatkan isnpirasi dari rumah si Ton atau Tom. Aku akan melarang orang keluar masuk rumahku sembarangan. Aku akan pasang aliran listrik di pagar tembok yang akan kubuat dari perangkap hewan buruan. Jadi, kalau ada orang berusaha memanjat, dia akan mati tersengat listrik. Atau, paling apes, kakinya akan buntung terkena jebakan besi itu. Haha... Ideku lumayan cemerlang.

Sementara itu, akan kupasang kamera pengintai di keempat sudut pagar rumahku. Dengan begitu, aku bisa memonitor setiap gerakan mencurigakan yang ada di luar sana. Aku tak perlu keluar rumah. Cukup mengamati dari monitor. Kalau ada maling, atau yang kuduga sebagai maling, aku bisa lapor polisi. Aku tak perlu keluar rumah. Aku tak perlu meminta tolong tetangga. Aku bisa menguasai keadaan dengan baik.

Bagaimana, menurutmu? (*)

Bukit Nusa Indah, 982

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest