Selasa, 02 September 2008

LAYANG SELAYANG LAYANG

KRT. Suryanto Sastroatmodjo

Memagut aku memagut
Racutan gelanggang mengurai pulut
Mematut aku mematut
Bunga pengimbang lamun bertaut.

Ikhwan yang setiawan.
Banyak bayang-bayang yang sepanjang badan; tapi lebih banyak lagi bayang-bayang yang tak lagi mengindahkan badannya, malahan bersebadan dengan rayuan yang jauh di atas ukuran wujudiah. Cara bagaimana pun untuk mengekalkan carapandang seseorang di tengah dunianya, niscaya akan membikin kecut orang lain, jika kekerasan diucapkan sebagai bahasa inti. Namun demikian, tiada seorang pun ragu akan kekuatan pribadinya, jikalau dia memang punya kekuatan untuk terbang. Siapa dapat menghadang?

Nah, pada hari menjelang Malam Ramadlan itu, telah pula aku usahakan untuk bertemu dengan Engku Syarifuddin, yang biasanya memberikan pelajaran khusus untuk anak-anakku. Sebetulnya aku teramat gembira, karena setiap dia datang, selalu juga anakku satu-satunya itu menyiapkan segelas air jeruk kegemarannya, dengan juadah seperlunya. Kemudian si Tulip itu akan memanggil dua kemenakanku yang tinggal agak jauh di belakang rumah, untuk ikut menyemarakkan pelajaran yang bersifat kekeluargaan tadi. Alangkah akrabnya, alangkah manisnya menyaksikan kanak-kanak berumur antara 8-10 tahun itu belajar membaca, berhitung dan bahasa melayu dari seorang kerabat seperti Engku Syarifuddin itu, yang sepenuh kerelaan mengajari para bocah yang haus ilmu pengetahuan. Maklum, tempatku jauh di pedalaman dan sebagai seorang perintis pengeboran minyak di kawasan hutan rindang Malawak, agaknya wajar kalau aku datangkan guru semacam itu, untuk menjaga agar anakku tak ketinggalan dalam ‘adab-budaya’ dibandingkan kanak-kanak sebaya (yang tentunya pada jam-jam sekolah mereka giat belajar) – dan tiada pilihan lain selain kebijaksanaan demikian.

“Anak-anak yang cerdas,” gumamnya suatu pagi, ketika menyeruput minumannya. Di depannya, ketiga bocah lanang cilik itu telah siap menerima pelajarannya hingga tengah hari, setelah disela istirahat sejenak (di mana mereka main karambol atau halma) dan shalat lohor. Aku terharu menyaksikan keluargaku begitu akrab dengan guru yang berasal dari kampung halamanku sendiri, di Sungai Batang-Maninjau. Di rantau orang, di pedalaman Brunei yang tua ini, aku merasa menemukan seorang sanak-saudara. Ia tergolong masih muda, penyantun, dan telah lima tahun lebih beberapa bulan meninggalkan negerinya, untuk memupu nafkah di bandar-raya itu.

“Pukul berapa Engku mengajar di Sekolah Sore Sribunga?” tanyaku agak menyelidik. Karena, alangkah lelahnya dia. Paling tidak, setelah keluar dari pelataran rumahku, dia harus menuju ke Batang Pinang, sungai yang panjang-luas, tempat perahu-perahu tambang menawarkan jasanya. Pelayaran di sungai memakan waktu kurang lebih satu jam. Maka, paling tidak baru pukul 16.00 petang dia tiba di rumahnya, ujung dusun injuk. “Ya, tuan, saya selalu menyempatkan diri untuk beristirahat barang seperempat jam, begitulah. Biasanya jam 17.00 lebih sedikit, saya harus siap mengajar di Sekolah Raja di Jalan Bendahara, hingga pukul 19.00. Itulah yang saya lakukan selalu.”

“Dan apakah Engku mendapat jemputan mobil tiap hari?”
“Tidak juga, tuan. Dari Injuk, biasanya saya numpang ojek sepedamotor yang dijajakan di mulut gang. Memang hanya itu yang mungkin saya tempuh. Soalnya Sekolah Sore tak mau tahu dengan kesulitan perjalanan guru…”
Saya menelan ludah. Aneh, pikirku. Bukankah dia masih tergolong lajang, dan di negeri kayaraya ini kehidupan ditata secara cermat?

Begitu mengherankan, sekaligus memilukan. Jika demikian, maka Engku Syarifuddin menyandang beban rangkap. Beban pertama sebagai seorang perantau muda, dia merasa kurang memiliki hari depan yang baik. Ia seperti tengah digaduh oleh kecemasan berlarut-larut, sehingga hidupnya sendiri harus ditata dari rinci-rinci terkecil. “Ah, adakah Engku sudah teringat untuk berumahtangga?” Tanya istriku pada suatu ketika. “Adikku lelaki tampaknya sebaya dengan Engku sudah beranak dua orang…” Dia tak meneruskan, sedangkan wajah Engku Syarifuddin kemerahan. Dalam memberikan pelajaran, dia tak pernah terkungkung oleh persyaratan keilmuan tertentu. Ia lebih bersifat terbuka, seperti kakak mengajari adik-adiknya; dan justru cara itu lebih memadai untuk anakku yang agak manja. Istriku sebetulnya menuntut agar pelajaran Bahasa Inggris juga diberikan. Tapi untuk sementara hal itu kutangguhkan mengingat umur para pelajar-rumah (sebutlah: sekolah kebun) di kawasan hutan ini hanya menepati peribahasa yang berbunyi: ‘tiada rotan, akarpun jadi’. Lagipula, anak-anak lekat sekali dengan guru muda yang periang-lincah.

Ikhwan yang lembut.
Minggu sore, aku sudah mengatakan kepada Engku Syarifuddin, agar hari Seninnya (yang kebetulan libur, karena bersamaan dengan perayaan Idul Adha), ia datang seperti biasa. Kami sekeluarga bermaksud mengunjungi Situ Kuala, untuk mandi-mandi dan menikmati udara gunung. Perjalanan ke sana dilakukan dengan menyewa kuda tunggang terlebih dahulu. Sungguh menggembirakan, bahwa Engku tak berkeberatan. Si Tulip, anakku dan dua keponakan, Lolong dan Dodi juga menyertai perjalanan yang penuh santai ini. Nah, jadilah empat ekor kuda, dua besar berbulu dawuk, dinaiki aku bersama istri dan Engku seorang; sedangkan dua yang agak kecil, berbulu putih, dinaiki anak dan dua keponakan. Jalan setapak di perkebunan kopi, dengan bau tanah tersiram gerimis lembut, sungguh sedap. Apalagi serujuk dengan uap hangat harum dari buah-buah kopi yang siap-petik. Suasana pagi memberikan sinar sumringah!

Tatkala mandi-mandi, di situlah terjadi pembicaraan yang berlangsung dari hati ke hati, antara kami. Usai mandi ala kadarnya, sambil mengawasi si buyung sayang berkecimpung di airjernih, sayapun bertanya kepada Engku, mengapa mengajar di Sekolah Sore yang dibangun oleh kesultanan itu, dia kurang memperoleh pelayanan memuaskan. “Bukankah sekolah itu dibiayai berjuta ringgit dari modal orang-orang Inggris?” Tanya istriku dengan mata iba. Kulihat baju dan celana Engku penuh tisikan, yang tentunya dilakukan olehnya sendiri lantaran tak begitu halus jarumannya. Dengan suara agak parau, dia menjawab: “Dugaan Uni memang tepat. Artinya bahwa seyogyanya sekolah itu memberikan segalanya yang baik. Karena saya mengajar anak orang besar-besar dan di antaranya juga sinyo-sinyo yang kepingin menuntut pelajaran di sekolah kerajaan.” Ia menghela nafas, kemudian menghembuskannya kembali. Suaranya lebih kental, begini: “Kalau saja saya mau. Tetapi rupanya hal itu memang harus lepas dari keduabelah tangan. Paling tidak untuk saat sekarang.”

“Lho, bukankah dalam usia kini, biaya hidup lebih Engku butuhkan? Tanyaku agak tak sabar. “Dan Engku bisa mengajukan usulan itu…”
“Tidak. Tidak. Karena… Zubaidah jadi kendalanya, tuan…”
“Zubaidah? Siapa gerangan yang Engku sebut ini?”
“Gadis remaja ini adalah putri Datuk Landuga, direktur Sekolah Sore Sribunga, tuan. Saya menolaknya. Itu lebih baik katimbang saya menggadaikan diri kepada keluarga bangsawan yang selalu haus kekuasaan itu.”

“Sayang,” kata istriku memotong. “Engku punya pandangan tertentu. Umpamanya memilih hidup secara zuhud, menjauhi gebyar keduniawian…” Giliran Engku tertawa agak keras. “Jangan salah kira, Uni. Dalam hal ini, saya lumrah-lumrah saja. Naluri kelelakian juga bicara. Cuma belum waktunya. Betul.”

Belum waktunya. Belum waktunya. Belum waktunya. Sungguh, belum pernah saya mendengar ihwal sepelik dan seaneh ini. Engku dari kampung, yang bersahaja dan senang mendidik-mengajar para bocah di kampung seputar hutan, toh punya sikap hidup yang pantas disimak. “Apa gunanya saya tenggelam di tengah gelora zaman yang menyilaukan, tuan – lebih-lebih jika saya menyadari, bahwa diriku teramat hina. Asal dari sesuatu yang rontang-ranting, terserpih-serpih. Aku berasal dari sebuah Panti Asuhan untuk para yatim-piatu. Siapa ayahku, siapa nama ibuku, telah samar sekali. Orang tua-tua juga bungkam setiap aku berusaha untuk menanyakan hal itu. Akhirnya aku simpulkan, Tuhan punya kehendak, agar diriku tetap berada di jalur jelata. Jalur rakyat miskin. Bersatu dengan mereka. Bergaul dan membina panggulawenthanya. Karena pada jalur seperti ini, hidupku akan senantiasa terpelihara dari kesombongan, kedustaan, jubriya, lupa pada Tuhan, mempertaruhkan hawa nafsu, mendewakan pribadi!”

Sepintas, ada yang tak kusetujui dari pilihan-batin begini. Tapi setelah kurenungkan lebih lanjut, memang tak jauhlah dari sesuatu yang telah disengaja jadi carapilih yang dalam. Kala itu, air kuala berwarna biru tua, sewaktu sinar surya dengan girang-gumirang melintaskan sorotnya, seraya melihat beberapa rumpun caldena yang berwarna ungu bercuplik-cuplik, yang menghias karang berpesanggrahan, sebagai Si Cantik di Kerajaan Timur – alur dan alir sungai ini pelan merayap ke sanubari. Aku pernah, dalam awal tugas-dinasku di kerajaan Brunei Darussalam itu menyaksikan Keraton Sultan Hasanal Bolkiah yang diliputi emas permata yang bagaikan memberikan cahaya berlapis mutiara, serta kereta kencana yang menyiratkan bayang seribusatu malam. Mungkinkah dari seorang Engku Syarifuddin dari maninjau yang hanya menganggap dirinya lara-papa dan tanpa nilai kebangsawanan, kecemerlangan yang dipamerkan oleh pusat Sri Diraja itu sungguh-sungguh merawankan…?

Ikhwan yang setiawan.
Aku mengeluh beberapa kali. Aku sering pedih, mengurut dada, meneteskan airmata bila tinggal di kawasan yang tak menjanjikan apa-apa selain bau kembang hutan dan kumbang madu yang bernafaskan arkadis. Kalau sesekali sempat bertamasya di daerah lain yang agak indah dan seronok, hati jadi terhibur. Sebenarnya, aku masih mendambakan kemuliaan hidup, yang bukan hanya di tengah pengabdian kepada tugas dan kesetiaan kepada Tajuk Mahkota Diraja, melainkan diliputi pula dengan segala yang bernama prasana dan sarana kehidupan modern yang pantas (untuk orang-orang seusia ini, dengan jenjang pendidikan tinggi dan halus kemapanan orang lain sebagai kompas) – tapi, ah, ah, ah. Istriku lebih-lebih lagi, kurang memahami arti kesyukuran dan mensyukuri nikmat. Tatkala mendengar secelah ungkapan yang digoreskan Engku Syarifuddin kepada kalbu kami berdua, kurasakan, betapa aku tiba-tiba merasa pongah, sombong dan meninggalkan Al-Khalik. Aku lupa, ada oranglain yang kurang beruntung tapi yang jauh di dasar hatinya terpeta jelas jalan munajat ke hadirat Rabbani.

Ikhwan, sahabat setia.
Kami anak-beranak dan Engku berenang sepuas-hati di Kuala itu. Airnya segar-sejuk memberikan kecambah keharuan ke lurung sukmaku. Esok, atau hari-hari kemudian, ingin aku lebih berguru kepada guru anakku yang masih muda itu. “Saya menolak Zubaidah. Sebagai balasannya, Datu memperlakukan diriku semacam ini. Dibiarkannya diriku menanggung beban sengsara. Melata dan merayap menuju sekolah, tempatku mengajar. Upah atau gajiku dibuatnya paling kecil, yang membuat diriku lebih-lebih lagi tertindas. Saya maafkan segala perlakuan itu. Bila Tuhan melimpahkan karunia, fajar pasti menyingsing nanti!”

Aku tercenung, seraya membuka bekal makanan dan minuman dari rumah. Sebentar kemudian, kami serombongan melahap hidangan sambil istirah.
---
*) Tanggung jawab penulisan pada PuJa

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest