Jumat, 08 Agustus 2008

On Rendezvous: Affandi dan Chairil Anwar

Fahrudin Nasrulloh

Pada mulanya Chairil Anwar, pada 1946, mempersembahkan dua potong sajak kepada pelukis lembah Gajah Wong yang berjudul “Kepada Pelukis Affandi” dan “Betinanya Affandi”. Dua sajak tersebut dipersembahkan Chairil kepada Affandi sebagai tanda persahabatan. Ya, sajak persembahan; di situ Chairil seperti menangkap ledakan dari segala hidup dan kenangan Affandi, tapi barangkali selalu mrucut, menjelma bayangan samar yang diikhtiarkan kelak mengekal. Meski kesunyian Affandi sendiri, sampai kapanpun, tak akan pernah utuh direngkuh. Namun jalangnya, Chairil memang bernyali besar. Sebesar kenekatannya yang meradang menerjang itu. Dan entah dengan daya apa atau serupa kegilaan mistis yang nelangsa yang coba disosokkan, hingga ia tergerak untuk membikin sajak persembahan itu seolah bersama tongkat sihirnya ia yakin pernah berhening seribu tahun lantas meledakkan dirinya dalam kehidupan mahapanjang Affandi. Bisakah pembayangan ini semata mengada-ada atau malah menjerumuskan siapa saja? Setidaknya, lantaran mereka pun telah tiada, mungkin serupa itulah gambaran remehnya. Tapi baiklah. Kita cuplik dulu beberapa larik dari dua sajak tersebut: … Dan tangan ‘kan kaku, menulis berhenti,/kecemasan derita, kecemasan mimpi;/ (Kepada Pelukis Affandi). Lalu sajak kedua: … Matamu menentang – sebentar dulu! –/Kau tidak gamang, hidup kau sintuh, kau cumbu,/sekarang senja gosong, tinggal abu…/ Dalam tubuhmu ramping masih berkejaran/Perempuan dan Laki (Betinanya Affandi).

Dari dua sajak itu, kiranya dapat saja muncul sebetik tanya: apa gerangan sehingga seorang penyair membikin sebuah sajak yang diperuntukkan bagi seseorang? Pasti di sana ada kenangan yang coba diabadikan, sebagaimana pemberian kado atau sovenir pada seseorang yang dianggap istimewa. Tapi persoalan akan menjadi lain saat tanda kenangan itu berupa sajak atau lukisan misalnya.

Karena itu, mari kita telusuri terlebih dahulu beberapa cerita berikut. Pada Jumat, 29 April 1949, Affandi juga mempersembahkan sebuah lukisan tentang Chairil. Riwayat ini bisa ditelisik dari memoar pelukis Nashar (baca: Nashar oleh Nashar: Yayasan Bentang Budaya, 2002, Jogjakarta). Suatu saat Nashar pernah dititipi secarik surat oleh Charil untuk disampaikan kepada Affandi. Surat pendek itu bertulis begini: “Affandi, kapan kau akan memulai membuat lukisan seorang Pujangga Besar?” Di bawah surat itu tertoreh tanda tangan Chairil. Pujangga Besar? Siapa pula sebutan itu, pikir Affandi mungkin, kalau bukan si Chairil sendiri yang mengaku-ngaku demikian.

Pada 29 April 1949 itu, kita pun masih menemukan tilas dua sosok ini dari sebuah buku karangan Nasjah Djamin yang berjudul Hari-hari Akhir Si Penyair (Yayasan Indonesia, 1982, Jakarta). Di sampul buku tersebut terboreh lukisan Affandi tentang Chairil. Menurut Nasjah; pada malam kematian hingga acara pemakaman Chairil di Karet, Affandi memang tidak mengikuti prosesi akhir itu. Waktu itu dia bersama Wakidjan dan Zaini yang sehabis dari pemakaman langsung meluncur ke sanggar Affandi di Senen. Mereka melihat konco-konco terdekat Chairil sedang santai mengobrol dan bercanda ceria di sebuah restoran Cina. Sungguh, bila membayangkan kawan-kawannya itu; Bukan kematian benar menusuk kalbu. Betapa, yang mati sudah benar mati, dan yang hidup masih saja meneruskan hidup. Mereka lalu menemui Affandi yang sedang membenam diri di hadapan lukisan Chairil. Saat itu Affandi berkata, “Maaf saya tidak ikut tadi mengantarkannya ke Karet, Dik! Dari CBZ (Centraal Burgerlijk Ziekenhuis. Sekarang RS. Cipto Mangunkusumo, Jakarta) saya terus pulang. Untuk menyiapkan tarikan terakhir pada lukisan Chairil. Sebab saya takut besok lusa saya tak menemukan lagi ke-Chairilan-nya Chairil.”

Cerita Nashar dan Nasjah tersebut seolah menemukan muara kisah tak terduga. Terbukti bahwa Affandi telah membalas-lunas dua sajak persembahan Chairil dengan sebuah lukisan yang diberinya judul “Chairil Anwar”. Dalam karya Affandi itu terlukis sosok Chairil yang bermata merah saga seakan-akan hendak menerjang segala apa yang menghadang. Dengan latar warna merah penuh gairah dan dibayang-bayangi paha-paha perempuan berwarna kuning keputih-putihan. Juga kuda jalang yang meringkik hendak lepas terbang. Konon, lukisan ini, sepengakuan Nasjah, sekarang menjadi milik Jusuf Ronodipuro.

Barangkali lukisan Affandi tentang Chairil sedikit terkuak riwayatnya. Kendati boleh jadi ada versi cerita lain. Namun untuk dua sajak Chairil kepada Affandi, kita cuma bisa menerka-nerka, atau coba membangkitkan Chairil dari lahatnya. Berbeda misalnya, ketika kita sekarang bertanya kepada Sitor Situmorang untuk menjelaskan kembali asal-usul kelahiran sajaknya Malam Lebaran. Sajak itu pernah dimuat di majalah Zenith tahun 50-an. Menurut Sitor, sajak itu ia gubah pada 1954. Alkisah, beberapa hari setelah Lebaran, ketika ia balik pulang sehabis mengunjungi rumah Pram, tapi ternyata Pram tidak ada. Malangnya, tatkala pulang ia tersasar melewati bangunan bertembok dan di baliknya ternyata area pekuburan orang Eropa penuh tanda salib. Serampung tahu apa yang barusan dilihatnya, segeralah ia bersigegas pulang, dan pada saat itu pula sepintas ia melihat bulan menyinar di atas kuburan (Baca tulisan Sitor, “Usaha Rekonstruksi yang Dirundung Ragu”, dalam Proses Kreatif: Gramedia,1984, Jakarta). Dan itu sekarang urusan Sitor dengan pembacanya.

Namun dengan cara bagaimana kita memaknai dua sajak Chairil itu? Di sana kita seperti diajak ke hutan lebat yang mahaluas. Kita jadi ngos-ngosan menafsirkannya. Bukan hanya soal Chairil telah tiada. Mungkin penyair sudah mati sedari sejak sebuah puisi selesai dituliskan dan menjadi milik pembaca untuk ditafsirkan dengan beragam cara. Bahwa di sana ada kehidupan yang terus bergerak menembus dan memendarkan cahaya dalam labirin tersunyi kesadaran kita. Dan atas nama daya yang hilang namun tak kunjung tergenggam itu: daya kata-kata dan cat di kanvas tetap kukuh bersekutu dalam ruang mengada mereka sendiri. Kendati Leonardo Da Vinci tampak gentar melukiskannya seraya berkata O penulis, dengan aksara-aksara apa/dapat kau ungkapkan segala rupa/sesempurna yang diberi gambar?
Ungkapan itu bisa jadi benar, Dan sebelum itu Chairil, Pada 1944, seolah telah memberi jawaban kepada Affandi dalam sebuah tulisannya yang berjudul Membuat Sajak, Melihat Lukisan: “Sajak terbentuk dari kata-kata, seperti juga sebuah lukisan dari cat dan sehelai kain, atau sebuah patung dari pualam, lempung dsb. Tapi mereka yang mengalami keterharuan ketika melihat suatu lukisan atau sebuah patung, tidak akan menganggap kualitas cat dan kain atau batu pualam sebagai soal yang penting, soal yang pokok. Bukanlah bahan-bahan yang dipakai yang penting, yang penting adalah hasil yang dicapai.” (Baca Derai-Derai Cemara: Puisi dan Prosa Chairil Anwar: Yayasan Indonesia, 2000, Jakarta).

Ya, yang terpenting adalah hasil yang diraih. Sajak-sajak Chairil memang berkabut makna dan enigmatik. Meski Chairil, dalam waham terdalamnya, juga dirundung ketakutan yang menghebat Kalau, ‘ku habis-habis kata, tidak lagi/berani memasuki rumah sendiri, terdiri/di ambang penuh kupak,/…. Ternyata Chairil lebih dulu mati. Dan Affandi masih saja hidup, terus berkarya dan berjaya menjadi legenda dalam jagat seni rupa Indonesia. Maka, Chairil hanya bisa menyindir sembari “sumeleh” tapi lantang berteriak berilah aku tempat di menara tinggi,/di mana kau sendiri meninggi/… Dan di balik semua proses berkreasi dalam seni tersimpan semacam keberuntungan dalam ketidakpastian, “Fortune cannot give us various things… character, virtue, letters or any skill. All these depend on our diligence, our interest,” demikian ucap Leon Battista Alberti dalam On Painting. Hanyalah kerja keras, bahkan keedanan yang dinamis dan mencerahkan, yang membuat seseorang mencapai puncak keberhasilan. “Ngedan, ngedano.…” pekik Affandi suatu kali pada para pelukis muda yang pernah berguru padanya.

Sementara, sajak-sajak Chairil untuk Affandi dan lukisan Affandi untuk Chairil tak lain merupakan ikhtiar tiada ujung, selalu ada yang luput ditangkap, hingga yang yang tersisa hanyalah spirit sublimitas “peristiwa puitik” juga meleburnya kematangan “daya-kreatif” dari konsistensi dan totalitas menyesap tandas sisi-sisi terahasia dari masing-masing ruang batin mereka. Sebab apa yang berakhir di sana tiada lain adalah karena kesementaraan segala/yang mencap tiap benda, lagi pula terasa/mati ‘kan datang merusak.

Chairil sungguh telah berpulang pada 28 April 1949. Dan Affandi juga telah tiada pada 23 Mei 1990. Tentu, di bulan April itu, para sastrawan khususnya, tak akan melewatkan hari bersejarah itu untuk memperingati kematian sang pelopor angkatan ’45 ini. Juga di bulan Mei 2007; Museum Affandi dalam rangka memperingati “100 tahun pelukis Affandi” akan memamerkan lukisan sang maestro ini di tiga kota; Jakarta, Yogyakarta, dan Bali. Pameran ini akan berlangsung sepanjang tahun 2007 dengan menggelar seluruh karya Affandi. Atas nama dua maestro ini, dengan segenap tabik dan takzim, semoga generasi seniman mendatang dapat memungut semangat dan daya kreatif mereka yang luar biasa itu.

Jawa Pos, 20 Mei 2007.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest