Ariera
Kesejukan semakin teras dingin, saat aku menikmati pemandangan dari pavilium villaku di daerah Malang. Di belakang villa terlihat segerombolan anak muda yang tak asing bagiku. Mereka sedang berebut bola basket.
“Woy……Nda, main sama kita yuk. Dari pada kau bengong sendiri di situ !” teriak Rendi salah satu sahabatku yang selalu perhatian padaku.
“Mau dong. Ntar dulu. Gue mau ganti baju dulu.”
Aku sering datang ke villa ini. Di samping dapat ketenangan jiwa, di sini aku juga punya teman-teman yang selalu ada untukku setiap sore. Kalo boleh sombong, aku memang gadis yang selalu jadi perhatian di sini. Kata mereka, aku manis. Padahal aku gadis yang tomboi. Aku juga anak orang kaya di daerah itu.
Randi dan teman-temanku yang lain memang bukan anak orang kaya. Tapi mereka lebih beruntung dari pada aku. Yap, aku adalah korban dari kahancuran kaluarga. Orang tuaku menikah tanpa dasar cinta. Melainkan dijodohkan. Mungkin itu sebab terjadinya cekcok di keluargaku setiap harinya. Rumah yang bagai neraka yang berhias omelan mama dan bantahan papa. Aku semakin jarang pulang. Aku menghabiskan waktuku di diskotik atau di villa yang sekarang kutempati. Aku bosan di rumah sendirian. Papa selalu pergi keluar kota. Sedang mama, sibuk di salon kecantikannya. Entah apa yang di lakukan mama di sana. Yang jelas aku tidak suka mama di sana. Di samping karena aku tidak di perhatikan, juga karena para lelaki langganan mama yang kebanyakan mata keranjang. Dan semua itu yang membuat mama dan papa bertengkar tiap hari.
Di tengah permainanku memantulkan bola, aku lihat dari kejauhan sekelompok keluarga yang sedang memancing di pinggir danau. Canda tawa terdengar bertautan. Keceriaan merona di wajah mereka.
“Ya Tuhan, kapan keluargaku seperti itu. Seandainya itu adalah keluergaku, aku pasti tak-kan seperti ini.” batinku menangis
“Woy, lagi lihat hantu ya? Cepetan lempar bolanya !” suara Randi yang nyaring itu membuyarkan kepedihan hatiku.
“Sorry, sorry…….” balasku.
***
Malam ini aku pulang jam 11.30. Aku melihat dengan mata yang merabun, hanya ada papa di ruang tamu. Tanpa tegur sapa, aku mendaki tangga menuju kamarku.
Baru saja aku buka pintu kamarku, terdengar suara pintu terbuka.
“Ma, Mama ini apa-apaan sih. Tiap hari pulang malam. Apa saja yang Mama lakukan di luar sana? Apa Mama tidak kasihan dengan Nanda? Dia di rumah sendirian tiap hari. Lihat tuh dia di kamarnya. Baru pulang. Dia mabuk lagi. Semua ini gara-gara Mama yang nggak pernah perhatiin dia. Mana tanggung jawab Mama sebagai ibu? Mana, Ma? Jangan-jangan Mama punya selingkuhan di salon! Makanya Mama betah di sana.” tuduh Papa dengan emosi.
“E….e…eh. Seenaknya saja Papa bilang Mama selingkuh. Bukannya Papa yang selingkuh sama gadis kuliahan. Papa juga sering pulang malam kan? Lagian bukan cuma Mama yang bertanggungjawab merawat Nanda. Papa juga. Mama kerja di salon juga untuk menutupi biaya keluarga kita.” bantah Mama dengan emosi juga.
“Jadi Mama mengatakan penghasilan Papa kurang, begitu? Papa ini sudah kerja banting tulang. Wajar Papa pulang malam. Harusnya Mama itu di ruma saja. Dan mendidik Nanda. Lihat Nanda sekarang! Dia sudah seperti anak laki-laki. Semuanya gara-gara Mama yang nggak pernah perhatikan dia.” balas Papa.
“Bla……bla……..”
Aku semakin depresi dengan pertengkaran mereka. Di lantai atas aku hanya bisa melihat dan menangis.
“Diaaam!” teriakku.
DOR……… Suara pintu yang aku banting. Aku nyalakan rokok dan kuhisap dalam-dalam .Aku putar VCD playerku sekeras-kerasnya agar aku tak mendengar pertengkaran mereka. Aku memang pecandu rokok dan minuman keras. Tapi aku bukan pengguna narkoba. Aku takut mati seperti temanku, Ben. Dia overdosis dan mati di kamar mandi sekolahku. Rokokku yang habis membawaku tertidur dalam kepenatan.
Pagi ini amatlah tenang. Akankah suasana setenang ini bisa hadir di rumahku? Aku lihat di meja makan, ada papa dan mama yang menungguku. “Tumben di rumah? Biasanya sebelum ayam berkokok mereka sudah hilang entah ke mana.” batinku.
“Pagi Ma, Pa. tumben hari Senin di rumah? Biasanya udah pergi!” tanyaku sinis.
“Ada yang mau kami omongin ke kamu Sayang.” jawab Mama.
“Setelah kami merundingkan semalaman, kami memutuskan untuk….. bercerai. Nanti siang kami akan ke pengadilan agama.” kata Papa serius.
Roti yang baru tertelan di tenggorokan, seakan menyekikku. Hingga aku sulit bernafas.
“Apa……..??! Tak adakah jalan lain untuk masalah ini?” tanyaku perih menahan tangis. Dan yang aku dapat hanya gelengan kepala papa dan mama. Tak pernah aku bayangkan, jika keluargaku akan berakhir seperti ini.
“Kenapa sih, kalian tuh egois banget? Tidakkah kau lihat aku di sini? Tidakkah kau pahami perasaanku? Selama ini aku diam, karena kalian tak pernah membicarakan masalah ini padaku. Aku malu punya orang tua seperti kalian. Aku malu. Kalian egois. Tak punya hati. Aku muak dengan kalian. Aku benci kalian.” emosiku tak terkontrol.
Pyaaaa…….r, suara piring yang aku buang. Aku berlari keluar. Aku tancap gas mobil sekuat munggkin menuju villa. Aku kira setelah aku katakan semua itu, mereka tidak akan bercerai. Tapi ternyata mereka berpisah juga.
Sebulan sudah mereka bercerai. Setelah perceraian itu aku tinggal dengan mama. Semakin hari aku semakin tak terkontrol. Aku yang semula selalu dapat peringkat sepuluh besar kini menjadi tiga puluh besar. Aku pun semakin jauh dari agama. Bahkan aku tak mengenal Tuhan. Aku yang dulu hanya doyan rokok dan minuman keras, kini jadi pengonsumsi narkoba yang setia. Untung saja aku tak bermain cinta. Aku memang benci dengan cinta. Dia tak bisa manyatukan hati oarng tuaku. Banyak orang memuja cinta. Tapi aku……? Aku membenci cinta hingga inti bumi dan dasar samudra. Apalagi setelah aku dengar kabar, kalo papa akan menikah dengan gadis yang usianya tak jauh dariku. Bayangkan, gadis berusia dua puluh tiga tahun akan jadi ibu tiri dari gadis berusia delapan belas tahun. Apa kata dunia nanti?
Aku sangat terpukul dengan kejadian ini. Hari-hari aku lalui dengan semua hal yang aku suka. Tanpa aku tahu tujuan semua ini. Aku habiskan waktuku di villa yang sepi tanpa penghuni. Aku tenangkan diri di dalamnya. Aku pikir villa ini adalah tempat yang aman untuk melakukan aktifitasku yang bejat. Aku lampiaskan amarah dan kepenatanku dengan menghirup bubuk putih yang membuat fikiranku melayang. Entah kemana.
“Morning Non……..Nanda? Apa yang kau lakukan?” Randi yang datang tanpa suara dan aba-aba itu mambuat bubuk putih itu melayang ke udara.
“Apa itu? Apa-apaan kau ini? Kau tau kan ini barang berbahaya. Nyawamu bisa melayang. Buang! Buang semua benda ini !” kata Randi sambil membuang bubuk putihku.
“Rah…… Ran…… jangan…… jangan buang itu. Stop !” teriakku.
“He, apa urusanmu? Aku tidak mengganggumu kan? Jadi jangan ganggu aku. Cepat pergi dari sini. Cepat !” tambahku lagi.
“Aku tidak akan pergi dari sini. Aku sahabatmu. Dan aku sayang sama kamu. Aku tidak akan membiarkan orang yang aku cintai berada di pintu kematian.” jawabnya.
“Di pintu kematian katamu? Percuma! Setengah bulan lagi, aku akan mati. Dan aku bahagia jika aku bisa mati secepatnya. Dari pada aku hidup hanya menikmati penderitaan saja.” jawabku.
“Apa maksudmu setengah bulan lagi kau akan mati?” tanyanya binggung.
“Dua bulan yang lalu. Tepatnya sebelum mama dan papa bercerai, aku pernah memeriksakan diri ke dokter. Aku sering mimisan dan pingsan. Aku juga sering keluar darah dari mulut dan menggigil kedinginan saat terkena angin yang lembut. Dan kata dokter, aku terkena kanker hati. Hidupku di fonis tinggal dua bulan. Dan sekarang sedah hampir dua bulan Ren. Aku akan mati Ren. Aku akan mati.” jelasku panjang lebar sambil terisak tangis.
“Sabar ya Nda, ini hanya ujian buatmu.” Rendi mencoba menenagkan aku. Dan memelukku.
“Hik..hik….kanapa Tuhan tak adil sama aku Ren. Tuhan sudah menghancurkan keluargaku. Dan Tuhan juga akan menggambil nyawaku. Apa salahku? Aku tahu, aku tidak menyembah-Nya. Tapi kenapa aku harus di hukum dengan sebegini beratnya Ren? Kenapa Ren?” tanyaku melas.
“Ini teguran Nda. Teguran dari Tuhan. Jadi sekarang kau harus lebih mendekatkan diri pada Tuhan. Kau sudah terlalu jauh dari agama. Jadi mulailah dari awal Nda. Di detik-detik kepergianmu, Tuhan ingin kau bertaubat. Dan aku ingin kau tahu kalau aku…. aku… aku…. sangat mencintaimu.” jelas Randi panjang lebar.
“Apa kau mencintaiku? Tapi aku akan mati. Apakah kau masih mencintaiku, setelah kau tau begaimana aku sekarang?”
“Ya, aku masih mencintaimu. Aku sudah lama memendam ini. Karena aku tahu, kalau kau benci cinta. Jadi aku takut persahabatan kita akan hancur. Tapi sekarang aku beranikan diri untuk menyatakannya. Aku takut kalau nanti aku kecewa karena tak sempat mengutarakan ini.” jelasnya.
“Ren…. Aku…”
Belum sempat aku mengatakan kalau aku juga mencintainya, darah sudah keluar dari mulutku. Dan aku pingsan.
***
Aku buka mata dengan pelan-pelan. Aku tak tahu sudah berapa lama aku tertidur. Di sampingku ada mama, papa, dan Randi. Mereka terlihat cemas. Mama menangis sejadi-jadinya.
“Nanda, kamu sudah bangun Sayang. Apa yang kamu rasakan sayang? Hik…. hik…… maafkan Mama Sayang. Kenapa kamu tidak mengatakan itu pada Mama dan Papa?” suara Mama yang bergetar membuat air mataku meleleh.
“Nanda juga minta maaf sama Mama dan Papa. Ma Nanda nggak apa-apa kok Ma. Nanda banyak salah sama kalian.” jawabku.
“Ma…. mungkin ini saatnya Nanda pergi. Jaga diri baik-baik ya Ma. Ya Pa. Meski Papa udah nggak sama Mama, aku harap Papa masih mau merhatiin Mama. Papa juga mau nikah lagi kan? Aku harap rumah tangga Papa lebih baik dari sebelumya. Ren, aku sangat berterimakasih kepadamu karena kau sudah menyadarkan aku. Aku… aku juga mencin… tai… mu.” kataku terbata-bata.
Tuhan, secepat ini kau ambil nyawaku. Kumohon ampuni segala dosaku Tuhan. Waktuku telah aku gunakan untuk bersenang-senag di jalan setan. Aku lalai dengan hukuman abadimu di akhirat sana. Kini aku hanya bisa menyesali perbuatanku. Dosa yang bersarang di tubuh ini akan aku nikmati hasilnya di neraka jahanam-Mu. Maafkan aku Tuhan… Maafkan aku!.**
Gresik, 2008
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Ginandjar Wiludjeng
A. Junianto
A. Kurnia
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.S Laksana
A’yat Khalili
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Razak
Abdul Rosyid
Abdul Wahab
Abdurrahman Wahid
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adam Chiefni
Ade P. Nasution
Adhitia Armitriant
Adi Prasetyo
Adrizas
AF. Tuasikal
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Baso
Ahmad Faishal
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Naufel
Ahmad Rofiq
Ahmad S. Zahari
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ainul Fiah
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Alex R. Nainggolan
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Almania Rohmah
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aminah
Aminullah HA.Noor
Amir Sutaarga
Anam Rahus
Anata Siregar
Andari Karina Anom
Andina Dwifatma
Andong Buku #3
Andre Mediansyah
Andri Awan
Anett Tapai
Anggie Melianna
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Wahyudi
Anwar Nuris
Ardi Bramantyo
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arief Joko Wicaksono
Arief Junianto
Ariera
Arif Bagus Prasetyo
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Asmaul Fauziyah
Asti Musman
Atafras
Awalludin GD Mualif
Ayu Wulan Sari
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Camelia Mafaza
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Zaini Ahmad
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Daisuke Miyoshi
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Danusantoso
Dareen Tatour
Darju Prasetya
David Kuncara
Denny Mizhar
Denza Perdana
Desi Sommalia Gustina
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewi Indah Sari
Dewi Susme
Dian Sukarno
Didik Harianto
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur
Dipo Handoko
Diyah Errita Damayanti
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddy Wisnu Pribadi
Dody Kristianto
Dody Yan Masfa
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi SS MHum
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Wiyana
Dyah Ratna Meta Novia
Dyah Sulistyorini
Ecep Heryadi
Eddy Pranata PNP
Edeng Syamsul Ma’arif
Eep Saefulloh Fatah
EH Kartanegara
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Hendri Saiful
Eko Windarto
Elnisya Mahendra
Elva Lestary
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Sulwesi
Endo Suanda
Eppril Wulaningtyas R
Esai
Evan Ys
F. Moses
F. Rahardi
Fadlillah Malin Sutan
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fanny Chotimah
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Febby Fortinella Rusmoyo
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Gabriel Garcia Marquez
Galang Ari P.
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gandra Gupta
Ganug Nugroho Adi
Gerson Poyk
Ghassan Kanafani
Gita Nuari
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunoto Saparie
H.B. Jassin
Habibullah
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Hardi
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Aspahani
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
HE. Benyamine
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Herman RN
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Nugroho
Hikmat Gumelar
HL Renjis Magalah
Hudan Nur
Hujuala Rika Ayu
Huminca Sinaga
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ira Puspitaningsih
Irfan Budiman
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Zulkarnain
Ismail Marzuki
Iva Titin Shovia
Iwan Kurniawan
Jabbar Abdullah
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D. Rahman
Jamal T. Suryanata
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
JILFest 2008
Jody Setiawan
Johan Edy Raharjo
Johannes Sugianto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Juan Kromen
Julika Hasanah
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Ka’bati
Karanggeneng
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Keith Foulcher
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khansa Arifah Adila
Khoirul Inayah
Khoirul Rosyadi
Khudori Husnan
Ki Ompong Sudarsono
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
L.N. Idayanie
Laili Rahmawati
Lamongan
Lan Fang
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lely Yuana
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Liestyo Ambarwati Khohar
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lucia Idayanie
Lukman A Sya
Lutfiah
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Ismail
M Thobroni
M. Afifuddin
M. Arwan Hamidi
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Luthfi Aziz
M. Nurdin
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.S. Nugroho
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahmud Syaltut Usfa
Mahmudi Arif Dahlan
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Martin Aleida
Maruli Tobing
Mas Ruscita
Mashuri
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni Muserang
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mia Arista
Mia El Zahra
Mikael Johani
Misbahus Surur
Misran
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
Much. Khoiri
Muh. Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun
Muhammadun AS
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mukti Sutarman Espe
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Munawir Aziz
Musfarayani
Musfi Efrizal
Nafisatul Husniah
Nandang Darana
Naskah Teater
Nelson Alwi
Ni Made Purnamasari
Nikmatus Sholikhah
Nina Herlina Lubis
Nina Susilo
Ning Elia
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel-novel berbahasa Jawa
Novelet
Nunuy Nurhayati
Nur Azizah
Nur Hamzah
Nur Kholiq
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Aini
Nurul Anam
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Okty Budiati
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso H.N.
Pagan Press
Pagelaran Musim Tandur
Palupi Panca Astuti
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Petrus Nandi
Politik
Politik Sastra
Pradana Boy ZTF
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pringadi AS
Prof Dr Fabiola D. Kurnia
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Puji Tyasari
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
Purnawan Kristanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang Group
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Ng. Ronggowarsito
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmat Kemat Hidayatullah
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rasanrasan Boengaketji
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Resensi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Ririe Rengganis
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rusmanadi
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saiful Amin Ghofur
Saiful Anam
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman S. Yoga
Samsudin Adlawi
Samsul Anam
Sanggar Lukis Alam
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang KSII
Santi Puji Rahayu
Sapardi Djoko Damono
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastra Jawa Timur
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
SelaSastra Boenga Ketjil #33
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputra
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soegiharto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sri Weni
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudirman
Sugi Lanus
Sukron Ma’mun
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaf Anton Wr
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syarif Wadja Bae
Sylvianita Widyawati
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie (1961-2019)
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tia Setiadi
Tirto Suwondo
Tita Tjindarbumi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tosa Poetra
Tri Nurdianingsih
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulul Azmiyati
Umar Fauzi
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Utari Tri Prestianti
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wan Anwar
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wina Bojonegoro
Wita Lestari
Wong Wing King
Wowok Hesti Prabowo
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanusa Nugroho
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopi Setia Umbara
Yudhi Herwibowo
Yudi Latif
Yusri Fajar
Yusuf Ariel Hakim
Yuval Noah Harari
Zacky Khairul Uman
Zainuddin Sugendal
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zed Abidien
Zehan Zareez
Zhaenal Fanani
Zubaidi Khan
Zuniest
Tidak ada komentar:
Posting Komentar