Asmaul Fauziyah*
Suasana di sekolah tidak seperti biasanya. Di lapangan sekolah terlihat ada pertandingan bola voli dan basket. Penonton yang ada di sekeliling lapangan terlihat antusias, namun ada juga ada hanya ngobrol bersama teman-temannya.
"Fin, Fina. Ke sini, dong!" panggil Anisa yang sedang duduk-duduk bersama teman-temannya, Fina pun lari mendekati Anisa yang segera memperkenalkan kepada teman-temannya, termasuk Afin yang sejak awal sebelum menyebutkan diri sudah memperhatikannya.
"Fina, nanti kamu ikut nonton sepak bola nggak?" tanya Afin kepada Fina.
"Mungkin aku ke sana, tapi aku nggak janji loh," jawab Fina sambil meninggalkan Afin. Teman-temannya sudah menunggu di kejauhan.
Pada saat jam pulang sekolah, Fina pulang bersama temannya karena dia tidak membawa motor. Akan tetapi, sebelum dia bertemu dengan temannya ada seseorang yang memanggil namanya. "Fin, Fina!"
Fina berhenti dan menoleh ke belakang. Dia baru tahu kalau yang memanggilnya adalah Afin. Dia menunggu teman Anisa itu berlarian ke arahnya.
"Fin, kenapa kemarin kamu nggak nonton sepak bola? Padahal, aku sudah menunggu sampai ngejamur."
"Kemarin kan aku sudah bilang kamu, aku nggak janji," jawab Fina tanpa penyesalan.
"Ya sudah," kata Afin kecewa.
"Sudah dulu, Fin. Sudah siang nanti aku terlambat sampai di rumah!" kata Fina sambil meninggalkan Afin.
Tiba-tiba tangan Fina ditarik dari belakang yang membuatnya hampir terpelanting. Saat itu dia melihat Afin mengembangkan tangan untuk menangkapnya, namun dia bergerak gesit dan terjongkok di depan Afin. Afin pun segera merendah dan berbisik ke telinga Fina, "Fina, aku jatuh cinta sama kamu. I love you."
Fina tidak peduli. Dia segera berdiri dan meninggalkan Afin begitu saja. Beberapa hari kemudian Anisa selalu menyapanya sambil memberi kalimat tambahan, "Fina, kamu dapat salam dari Afin."
Seminggu kemudian Fina menemukan secarik surat di bangku sekolahnya.
Fina nanti sepulang sekolah
aku tunggu di studio band
Salam Manis
Afin
* * *
"Tet…..tet……tet!"
Bel sekolah tanda pulang telah berbunyi. Fina segera ke tempat parker dan pulang dengan mengendarai motornya dan berhenti karena ada cowok memanggilnya. Fina lupa kalau hari ini ditunggu di studio band yang di depannya ada dua cowok, Afin dan Fikri.
"Ada apa, Fin, nyuruh aku ke sini?" tanya Fina sambil mendekati mereka berdua.
"Fina, aku mencintaimu," kata Afin tanpa basa-basi. "Masak, Fin, kamu nggak percaya padaku."
Fina masih cuek saja, seakan tidak mendengar apa-apa. Sedangkan Afin berkali-kali meyakinkan Fina bahwa dia benar-benar mencintainya. Fina tidak tahan juga melihat tingkahnya dan mengalah, "Kalau begitu, beri aku waktu untuk pikir-pikir."
Pada malam hari yang dulu-dulu Fina selalu belajar dan begitu pula malam ini, tetapi kali ini dia benar-benar nggak konsen. Dia selalu memikirkan wajah Afin. Akhirnya, Fina yakin dia juga jatuh cinta sama Afin. Tiba-tiba ponsel Fina berdering.
"Hallo, Assalamu’alaikum. Siapa, nih?" tanya Fina.
"Fina, aku. Aku Afin. Gimana jawabannya?" suara dari seberang.
fina terperanjat dan menjawab dengan gagap, "Aku, aku."
Tut! Tut! Tut!
Ponsel Fina terputus karena baterai handphone-nya lemah.
"Aku yakin kalau Afin benar-benar mencintaiku dia pasti nelpon aku lagi," gumam Fina dalam hati.
Hingga jam 12 malam Fina masih belum bisa memejamkan matanya dan dia pun bermunajat kepada Sang Pencipta untuk mencurhatkan semua kerisauan hatinya. Dia meminta petunjuk kepada-Nya.
Pagi yang cerah dan Fina juga ceria, karena pagi ini dia bermaksud menemui Afin untuk mengungkapkan semua rasa hatinya. Pucuk dicinta ulam pun tiba, Fina sangat beruntung melihat Afin di depan studio band kemarin, tapi dia sengaja tidak menemuinya dulu dan memperhatikan saja dari jauh.
Fina terkejut melihat seorang cewek mendatangi Afin yang kemudian diboncengnya. Fina membuntuti hingga mereka berbelok ke Wisata Bahari Lamongan yang indah. Fina masih terus mengikuti langkah mereka yang mesra dan beberapa kali terlihat saling berpelukan bahkan berciuman.
"Ya, Rabbi. Inikah petunjuk-Mu agar aku meninggalkan Afin?" gumam tasbih Fina dalam hati. Dengan perasaan hancur Fina meninggalkan mereka berdua. Perasaannya benar-benar galau dan seperti tanpa sadar dia berhenti di warung minuman di pinggir jalan. Ketika dia menoleh ke sampingnya dan ternyata adalah Fikri, dia merasa beruntung sekali. Tanpa berpanjang kata dia langsung mengutarakan kerisauan hatinya, "Fik, sebenarnya Afin sudah mempunyai pacar belum sih?"
Fikri pun menjelaskan kepada Fina bahwa Afin baru jadian dengan seorang cewek. Tanpa berbicara yang lain, Fina langsung membayar minumannya dan pamit kepada Fikri. Setibanya di rumah suasana sangat sepi, karena ibunya tidak ada. Telepon rumah berdering dan Fina segera mengangkatnya.
"Fina ini paman," kata suara dari seberang. "Cepat ke rumah sakit!"
Fina kaget tidak tahu alasannya, "Ada apa, Paman?"
"Ibumu diopname, karena magnya kambuh."
Tanpa menunggu lebih lama lagi, Fina langsung berangkat ke rumah sakit. Fina berlari-larian melintasi koridor, sehingga memancing perhatian beberapa orang yang berpapasan dengannya. Sesampainya di depan ruang ibunya dia bertemu dengan pamannya yang memberitahukan ibunya sedang diperiksa dokter dan tidak boleh diganggu oleh pengunjung.
"Ya, Rabbi. Cobaan apa yang Engkau berikan padaku? Berilah hamba-Mu ketabahan dalam menghadapinya," doa Fina dalam hati.
Ibu Fina harus dirawat selama beberapa hari. Fina selalu menemaninya sehabis sekolah. Begitu pula dengan hari ini, dia langsung berangkat ke rumah sakit tanpa pulang ke rumah. Di perjalanan menuju ruang ibunya dia melihat Doni, kakak kelasnya yang menjadi idola siswi-siswi sekolahnya, sedang duduk di ruang tunggu.
"Kak Doni?!" sapa Fina ragu-ragu.
"Fina!" seru Doni kaget.
Mereka pun terlibat dalam pembicaraan. Rupanya Doni sedang menunggu kakeknya yang terserang penyakit paru-paru. Keduanya saling mengunjungi, Doni mengunjungi ruang ibu Fina dan Fina pun membalasnya dengan mengunjungi ruang kakek Doni. Secara kebetulan pada hari itu kakek Doni sudah diperbolehkan pulang dan begitu pula dengan ibu Fina.
Beberapa hari kemudian tampak Doni ke rumah Fina untuk membesuk ibunya.
"Fin, kamu mau bantu aku?" tanya Doni.
"Insyaallah, selama aku mampu," jawab Fina.
Kemudian Doni menceritakan apa yang terjadi pada Fikri. Doni mengakhiri dengan permohonan agar Fina memberikan motovasi dan teman baik Fikri.
"Apakah aku mampu?" tanya Fina.
"Kamu pasti mampu," kata Doni memberi semangat. ":Aku akan memberitahu caranya. Sebelumnya terimakasih kamu mau membantuku."
* * *
Suasana sekolah seperti biasa. Fina segera ke tempat parker dan akan melajukan sepeda motornya ketika ada tiga cewek menghadangnya. Fina menarik rem dan memperhatikan salah satu dari cewek itu adalah yang dibonceng Afin ke Wisata Bahari Lamongan tempo hari.
"Cewek brengsek!" caci cewek itu. "Berani-beraninya kamu ngedeketin Afin. Kamu nggak tahu kalau Afin itu pacarku?! Jangan kegatelan, yah!"
"He, kamu itu siapa sich?" bentak Fina. "Datang-datang maen keroyokan. Perlu kamu ketahui, ya! Aku itu nggak ada hubungan apa-apa dengan Afin. Puas kamu?!"
Fina tidak menunggu jawabannya. Dia segera saja menarik gas dan melaju kencang. Dalam perjalanan itu Fina dibuntuti cowok yang menaiki motor Tiger. Dia sengaja menurunkan porsneling dan membiarkan motor gede itu menyelip dan berhenti di depannya seraya memanggil namanya. Fina pun berhenti dan tidak habis piker melihat Afin membuka helmnya.
"Fin," kata Afin. "Gimana jawaban ungkapanku kemarin. Aku penasaran, nih!"
Fina merasa muak melihat gaya Afin yang menghiba-iba seperti itu, "Sudahlah, Fin. Lupakan aku. Aku nggak mau merusak hubunganmu," jawab Fina.
Kemudian Fina menceritakan kejadian yang baru saja dialaminya. Afin hanya diam mendengarnya. Wajahnya tertunduk malu, karena merasa kedoknya sudah terbongkar.
Pada sore harinya Afin ke rumah Fina bersama Fikri. Afin menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi dan dia juga minta maaf bila telah mempermainkan Fina. Fina memaafkannya dan menerima Afin sebagai teman akrab saja.
Pagi itu bertepatan hari libur. Fina sengaja bangun molor dan sebenarnya tidak akan bangun-bangun kalau tidak ada Doni yang berkunjung ke rumahnya. Selagi menunggu Fina, Doni bercakap-cakap dengan ibu Fina. Setelah berdandan cukup rapi Fina baru keluar menemui kakak kelasnya itu.
"Maaf, Kak Doni," kata Fina. "Kakak pasti sudah lama menunggu."
"Nggak apa-apa. Salah saya sendiri bertamu kok pagi-pagi," sindir Doni.
Kedatangan Doni kali ini adalah membahas cara untuk mendekati Fikri dan memberikan semangat kepadanya. Fina berkali-kali manggut tanda mengerti dan Doni pun secara lancer menjelaskan rencananya. Besok pagi mereka akan menjalankan rencana itu.
Rencana Doni dan Fani berjaloan dengan sangat lancar. Pertemuan di perpustakaan pagi itu terus berlanjut dan akhirnya Fikri dan Fina pun saling akrab menjadi sahabat. Sedikit demi sedikit tampak perubahan pada diri Fikri. Biasanya dia orang yang paling enggan untuk tampil-tampil di muka umum, tetapi sejak berteman akrab dengan Fina dia kini menjadi lebih percaya diri dan tidak canggung berkawan dengan siapa pun.
Lama-kelamaan Afin mengetahui kedekatan Fikri dan Fina. Afin mlai berubah dan perlahan-lahan menjauhi Fikri. Dia merasa telah dipecundangi oleh Fikri. Dia sudah bermaksud untuk melabrak Fikri, namun Doni yang diajak pertimbangan menjelaskan bahwa sebenarnya dia yang mengatur semua itu karena tidak tega melihat Fikri yang tidak percaya diri itu. Afin pun mau mengerti dan menerima kedekatan mereka berdua.
Fina sendiri merasa Doni bukan sekadar menyuruhnya memberi semangat pada Fikri. Dia memberikan perhatian yang sangat berlebihan padanya. Mula-mula Fina tidak mempedulikannya, tetapi perhatian Doni sepertinya lebih dari sekadar teman akrab.
"Ada perlu apa, Kak?" tanya Fina kepada Doni yang memanggilnya melalui teman kelasnya.
"Sebenarnya nggak ada apa-apa kok, Fin," kata Doni yang gugup dan jauh berbeda dari hari-hari biasanya. "Aku hanya ingin ngomong sama kamu."
"Ya, ngomong saja, Kak," jawab Fina enteng.
"Aku…aku…aku jatuh cinta sama kamu," ucap Doni lega. "Aku ingin kamu menjadi pacarku."
Tangan Doni meraih tangan Fina yang diam dan tidak percaya pada apa yang baru saja didengarnya. Doni meyakinkan Fina bahwa apa yang dikatakannya itu benar.
"Maaf, Kak," kata Fina. "Aku tidak bisa menjadi pacarmu."
Fina melepaskan genggaman tangan Doni. Dia menjelaskan kepada Doni kalau dia ingin menjalin persahabatan saja, tetapi Doni bersikeras untuk menjadikan Fina sebagai pacarnya. Fina mengemukakan alasan-alasan bahwa mereka lebih baik menjadi sahabat saja. Doni tidak bisa membantah dan dia meninggalkan Fina dengan hati memendam kecewa.
Doni merasa telah dipermainkan oleh Fina, Fikri, dan Afin. Baginya, mereka tidak dapat membalas kebaikannya sama sekali. Doni pun menyusun rencana untuk membalaskan sakit hatinya. Orang yang pertama kali ditemuinya adalah Anisa, teman baik Afin dan Fikri juga Fina. Pada malam itu juga Anisa ke rumah Fina untuk meminjam catatan dan disela-selai kabar bahwa sebenarnya Afin ketika mengungkapkan cinta kepada Fina dulu hanya taruhan dengan teman-temannya, termasuk Fikri. Fina nggak percaya begitu saja. Dia mencari tahu ke teman-temannya yang membenarkan perkataan Anisa. Secara perlahan-lahan Fina pun jarang berhubungan dengan Afin dan Fikri.
Pada kali berikutnya Doni memberitahu Afin kalau Fikri ingin menjauhkan dirinya dengan Fina. Apa yang dikatakannya tempo hari bahwa dia yang mengatur kedekatan antara Fikri dan fina adalah bohong. Dia tidak mau menghancurkan persahabatan mereka, tapi lama kelamaan Fikri semakin dekat dengan Fina dan timbul gelagat untuk menyingkirkan Afin dari Fina, sehingga Doni pun bertekad untuk memberitahu Afin, apa pun yang akan terjadi. Lebih parah lagi, Fikri selalu menjelek-jelekkan Afin di hadapin Fina, kata Doni.
Keesokan harinya ketika Anisa bertemu Fikri dia segera menyindir Fikri, "Fik, kamu itu banci, ya? Kamu itu hanya diperalat oleh Afin agar dia dapat mendekati Fina dan menyatakan cintanya lagi bila putus dengan pacarnya. Kamu kan tahu Afin itu playboy."
Anisa juga menceritakan kalau dia pernah melihat Afin mengancam Doni agar tidak dekat-dekat dengan Fikri supaya Fikri tidak berulah macam-macam.
Lama kelamaan persahabatan antara Fina, Afin, dan Fikri pun mulai renggang. Fina lebih dekat dengan Anisa dan Doni, Afin jarang bersama-sama dengan Fikri dan lebih dekat dengan Doni, begitu juga dengan Fikri benar-benar benci dan muak dengan Afin karena merasa dimanfaatkan kebaikannya. Hingga peristiwa paling parah adalah tersebarnya kabar di sekolah bahwa Afin telah berbuat mesum dengan pacarnya. Doni bilang ke Afin kalau yang membuat isu itu adalah Fikri, agar Fina tidak suka kepada Afin.
Kemarahan Afin sudah tidak dapat dibendung lagi. Dia segera menemui Fikri yang baru saja memasuki pintu gerbang sekolah.
"Fikri, brengsek kamu!" bentak Afin seraya memegang kerah baju Fikri. "Apa maksudmu menyebarkan fitnah semacam ini?"
Fikri yang merasa tidak melakukan apa-apa jadi ebrtanya-tanya, "Tunggu dulu, Fin. Aku menyebarkan fitnah apa? Aku sudah muak dengan tingkahmu. Selama ini kamu hanya memanfaatkan aku, sekarang kamu menuduhku menyebarkan fitnah. Sebenarnya apa maksudmu?"
Pertengkaran itu tentu saja memancing perhatian siswa yang lain yang segera bergerombol mengerubungi mereka berdua. Doni yang merasa rencananya berhasil pura-pura melerai mereka. Daripada malu menjadi bahan tontonan siswa yang lain, mereka pun mengakhiri permulaan pertengakaran itu sambil saling mengancam dan menyimpan dendam.
Fikri merasa ada sesuatu yang kurang wajar sedang terjadi. Dia berusaha menyelidiki siapa sebenarnya dalang di balik semua itu. Dia melakukan pendekatan kepada teman-temannya. Dia mencari tahu siapa awal mula pembawa berita Afin yang telah berbuat mesum dengan pacarnya. Salah satu dari mereka mengatakan bahwa berita itu dari Anisa, tapi Fikri tidak percaya. Dia terus mencari kabar hingga dia berani membuat sebuah kesimpulan yang sederhana. Kemudian dia mendatangi Afin dan menceritakan apa yang didengarnya dari teman-temannya. Afin masih belum dapat membuang kebenciannya. Dia juga tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Fikri, tetapi dia tidak menolak ketika diajak ke rumah Anisa. Fikri dan Afin langsung memberondong Anisa dengan berbagai pertanyaan. Awalnya Anisa tutup mulut. Afin tidak sabar lagi dan mulai mengancam yang membuat Anisa menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Dia mengaku dibayar Doni untuk menghancurkan persahabatan mereka.
"Oh, jadi karena uang kamu tega menghancurkan persahabatan kami," kata Afin marah besar. "Benar-benar brengsek kamu."
Sewaktu pulang sekolah Afin dan Fikri melihat Doni bersama Fina sedang duduk-duduk di depan studio. Afin dan Fikri segera menghampiri mereka dan menyeret Fina dari samping Doni. Mereka menjelaskan bahwa Doni bukan sahabat yang baik. Dia telah mengadu domba dan merusak persahabatan mereka. Afin menceritakan kalau dia sudah bertemu dengan Anisa dan Anisa mengaku kalau dia telah dibayar Doni untuk melakukan semua itu.
Tentu saja Fina tidak langsung mempercayainya. "Kak Doni, apakah yang dikatakan Afin dan Fikri itu benar?"
Doni diam tanpa berani menatap orang-orang di sekitarnya.
"Kak Doni, mereka bohong kan?" desak Fina.
"Iya," jawab Doni lirih. "Mereka benar."
Fina langsung menampar Doni. Doni hanya mengusap pipinya yang kemerahan, "Fin, aku melakukan semua ini karena aku tidak ingin kehilangan kamu. Aku tidak ingin kamu dimiliki oleh orang lain."
"Tapi tidak seperti ini caranya?!" kata Fina keras. "Selama ini saya bangga mempunyai teman Kakak, tetapi sekarang saya menjadi muak berteman dengan kakak."
"Aku minta maaf, Fin. Aku memang salah."
Fina, Fikri, dan Afin pun bersedia memaafkan mereka. Doni sendiri berjanji untuk menjadi teman yang baik, seperti sebelumnya.
* * *
Hari ini merupakan ulang tahun Fina yang ketujuhbelas. Semua teman Fina sudah kompak untuk mengerjainya. Begitu datang Fina langsung disingkiri oleh teman-temannya. Beberapa orang temannya yang didekatinya berbisik lirih, "Jangan berteman dengan pencuri." Fina tidak mengerti apa yang dimaksudkannya. Kemudian ada seseorang yang menceritakan kalau kemarin ada salah seorang siswa yang kehilangan uang lumayan besar. Fina mencari Afin dan Fikri untuk meminta pembelaan dari tuduhan itu, tapi mereka belum juga menampakkan hidungnya. Fina benar-benar tidak betah dikucilkan dari teman-temannya. Bahkan, ketika mata pelajaran sedang berlangsung pun dia duduk sendirian tanpa seorang teman pun yang mau duduk di sampingnya.
Pada saat jam istirahat berdentang, Fina dipanggil ke kantor melalui loudspeaker sekolah. Fina tidak bisa berbuat apa-apa. Dia tidak mempunyai bukti dan saksi tidak berbuat jahat seperti itu. Akan tetapi, ketika membuka ruang guru bimbingan kesiswaan dia menangis terharu. Di dindingnya terdapat tulisan "Selamat Ulang Tahun, Fina" dan bersamaan dengan itu terdengar lagu selamat ulang tahun yang dinyanyikan oleh teman-teman dan guru-gurunya. Salah seorang gurunya mengulurkan kue dengan lilin menyala dan Fina pun meniupnya yang diikuti riuh rendah tepuk tangan. Tidak sampai di situ, sepulang sekolah kepala Fina diguyur setimba air dari belakang disusul lemparan telur busuk ke tubuhnya. Fina berteriak-teriak yang membuat orang-orang beremangat untuk mengerjainya.
"Selamat ulang tahun, Fina," kata Afin, Fikri, dan Doni sambil bergiliran menjabat tangan Fina.
"Kalian tega sekali, ya?!" kata Fina sambil tersenyum nyengir.
"Mau tambah lagi?" tanya Doni yang tanpa meminta jawaban segera mengambil telur busuk dari tas plastik dan melemparkannya kea rah Fina.
Setiba di rumah Fina langsung ke kamar mandi dan berbasah-basah ke kamarnya. Dia kaget melihat kado-kado menumpuk di ranjangnya. Ibunya muncul dari belakang dan memeluknya sambil mengucapkan selamat ulang tahun. "Ibu mempunyai surprise di ulang tahunmu kali ini," kata ibu Fina seraya menyuruh anaknya menunggu hingga nanti malam.
Fina membuka kadonya satu persatu. Ada kado dari Fikri, Afin, dan Doni. Doni memberikan bantal hati dan mukena dengan secarik surat berisi penyesalan. Doni ingin menjalin persahabatan lagi dengan Fina.
Pada malam harinya Fina bersama ibunya pergi ke rumah makan ternama. Fina berulangkali menanyakan kado apa yang diberikan ibunya dan ibunya hanya menyuruhnya bersabar. Tiba-tiba dari belakang muncul dua orang lelaki dewasa. Fina kaget dan berteriak tak percaya, "Papa?! Kakak?!"
Fina bahagia sekali di ulangtahunnya yang ketujuh belas itu. Dia merasa mempunyai sahabat-sahabat yang baik dan keluarga yang perhatian. Namun, Fina tidak bisa memberikan jawaban ketika papanya mengatakan akan mengajaknya ke luar negeri dua hari lagi. Secara diam-diam ibunya telah mengurus semuanya dan Fina hanya tinggal berkemas-kemas kemudian berangkat. Fina protes karena itu terlalu mendadak dan dia tidak diajak untuk mempertimbangkannya. Ibu Fina menghiburnya bahwa itu adalah demi masa depannya sendiri.
Pagi harinya Fina sibuk mengemasi barang-barang yang dibutuhkan di sekolah barunya. Dia tidak perlu izin ke sekolahnya, karena surat pindahnya sudah tertandatangani sejak kemarin. Fina benar-benar sibuk dengan persiapannya sampai-sampai lupa tidak memberitahu teman-teman akrabnya.
Keesokan harinya Fina dan kakaknya berangkat ke bandara diantarkan oleh ayah dan ibunya. Mereka berdua akan take in pukul 08.00. begitu turun dari mobil, Fina terperanjat melihat teman-teman dekatnya sudah menunggu di bandara. Mereka langsung mendatangi Fina dan mengucapkan selamat atas studinya ke luar negeri.
"Dari mana kalian tahu aku akan pindah ke luar negeri?" Tanya fina heran.
"Ibumu yang menceritakannya," jawab Doni.
Fina merasa benar-benar dikerjai habis. Dia memukul punggung Doni berkali-kali.
"Fin, jaga diri baik-baik di sana," pesan Doni.
"Jangan lupa kamu harus sering kirim email," kata Fikri.
"Kamu harus belajar yang rajin. Kesempatan ini hanya kamu yang memilikinya," ucap Afin.
Fina dan kakaknya masuk ke dalam pesawat. Dia melambaikan tangan untuk kedua orang tuaa dan teman-temannya.
Lamongan, 2007
* Penulis adalah Pelajar MA. Matholi’ul Anwar.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Ginandjar Wiludjeng
A. Junianto
A. Kurnia
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.S Laksana
A’yat Khalili
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Razak
Abdul Rosyid
Abdul Wahab
Abdurrahman Wahid
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adam Chiefni
Ade P. Nasution
Adhitia Armitriant
Adi Prasetyo
Adrizas
AF. Tuasikal
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Baso
Ahmad Faishal
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Naufel
Ahmad Rofiq
Ahmad S. Zahari
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ainul Fiah
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Alex R. Nainggolan
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Almania Rohmah
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aminah
Aminullah HA.Noor
Amir Sutaarga
Anam Rahus
Anata Siregar
Andari Karina Anom
Andina Dwifatma
Andong Buku #3
Andre Mediansyah
Andri Awan
Anett Tapai
Anggie Melianna
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Wahyudi
Anwar Nuris
Ardi Bramantyo
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arief Joko Wicaksono
Arief Junianto
Ariera
Arif Bagus Prasetyo
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Asmaul Fauziyah
Asti Musman
Atafras
Awalludin GD Mualif
Ayu Wulan Sari
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Camelia Mafaza
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Zaini Ahmad
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Daisuke Miyoshi
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Danusantoso
Dareen Tatour
Darju Prasetya
David Kuncara
Denny Mizhar
Denza Perdana
Desi Sommalia Gustina
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewi Indah Sari
Dewi Susme
Dian Sukarno
Didik Harianto
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur
Dipo Handoko
Diyah Errita Damayanti
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddy Wisnu Pribadi
Dody Kristianto
Dody Yan Masfa
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi SS MHum
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Wiyana
Dyah Ratna Meta Novia
Dyah Sulistyorini
Ecep Heryadi
Eddy Pranata PNP
Edeng Syamsul Ma’arif
Eep Saefulloh Fatah
EH Kartanegara
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Hendri Saiful
Eko Windarto
Elnisya Mahendra
Elva Lestary
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Sulwesi
Endo Suanda
Eppril Wulaningtyas R
Esai
Evan Ys
F. Moses
F. Rahardi
Fadlillah Malin Sutan
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fanny Chotimah
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Febby Fortinella Rusmoyo
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Gabriel Garcia Marquez
Galang Ari P.
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gandra Gupta
Ganug Nugroho Adi
Gerson Poyk
Ghassan Kanafani
Gita Nuari
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunoto Saparie
H.B. Jassin
Habibullah
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Hardi
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Aspahani
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
HE. Benyamine
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Herman RN
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Nugroho
Hikmat Gumelar
HL Renjis Magalah
Hudan Nur
Hujuala Rika Ayu
Huminca Sinaga
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ira Puspitaningsih
Irfan Budiman
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Zulkarnain
Ismail Marzuki
Iva Titin Shovia
Iwan Kurniawan
Jabbar Abdullah
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D. Rahman
Jamal T. Suryanata
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
JILFest 2008
Jody Setiawan
Johan Edy Raharjo
Johannes Sugianto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Juan Kromen
Julika Hasanah
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Ka’bati
Karanggeneng
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Keith Foulcher
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khansa Arifah Adila
Khoirul Inayah
Khoirul Rosyadi
Khudori Husnan
Ki Ompong Sudarsono
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
L.N. Idayanie
Laili Rahmawati
Lamongan
Lan Fang
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lely Yuana
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Liestyo Ambarwati Khohar
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lucia Idayanie
Lukman A Sya
Lutfiah
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Ismail
M Thobroni
M. Afifuddin
M. Arwan Hamidi
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Luthfi Aziz
M. Nurdin
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.S. Nugroho
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahmud Syaltut Usfa
Mahmudi Arif Dahlan
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Martin Aleida
Maruli Tobing
Mas Ruscita
Mashuri
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni Muserang
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mia Arista
Mia El Zahra
Mikael Johani
Misbahus Surur
Misran
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
Much. Khoiri
Muh. Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun
Muhammadun AS
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mukti Sutarman Espe
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Munawir Aziz
Musfarayani
Musfi Efrizal
Nafisatul Husniah
Nandang Darana
Naskah Teater
Nelson Alwi
Ni Made Purnamasari
Nikmatus Sholikhah
Nina Herlina Lubis
Nina Susilo
Ning Elia
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel-novel berbahasa Jawa
Novelet
Nunuy Nurhayati
Nur Azizah
Nur Hamzah
Nur Kholiq
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Aini
Nurul Anam
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Okty Budiati
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso H.N.
Pagan Press
Pagelaran Musim Tandur
Palupi Panca Astuti
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Petrus Nandi
Politik
Politik Sastra
Pradana Boy ZTF
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pringadi AS
Prof Dr Fabiola D. Kurnia
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Puji Tyasari
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
Purnawan Kristanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang Group
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Ng. Ronggowarsito
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmat Kemat Hidayatullah
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rasanrasan Boengaketji
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Resensi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Ririe Rengganis
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rusmanadi
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saiful Amin Ghofur
Saiful Anam
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman S. Yoga
Samsudin Adlawi
Samsul Anam
Sanggar Lukis Alam
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang KSII
Santi Puji Rahayu
Sapardi Djoko Damono
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastra Jawa Timur
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
SelaSastra Boenga Ketjil #33
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputra
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soegiharto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sri Weni
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudirman
Sugi Lanus
Sukron Ma’mun
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaf Anton Wr
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syarif Wadja Bae
Sylvianita Widyawati
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie (1961-2019)
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tia Setiadi
Tirto Suwondo
Tita Tjindarbumi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tosa Poetra
Tri Nurdianingsih
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulul Azmiyati
Umar Fauzi
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Utari Tri Prestianti
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wan Anwar
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wina Bojonegoro
Wita Lestari
Wong Wing King
Wowok Hesti Prabowo
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanusa Nugroho
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopi Setia Umbara
Yudhi Herwibowo
Yudi Latif
Yusri Fajar
Yusuf Ariel Hakim
Yuval Noah Harari
Zacky Khairul Uman
Zainuddin Sugendal
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zed Abidien
Zehan Zareez
Zhaenal Fanani
Zubaidi Khan
Zuniest
Tidak ada komentar:
Posting Komentar