Senin, 04 Agustus 2008

Cinta Tak Akan Usai

Asmaul Fauziyah*

Suasana di sekolah tidak seperti biasanya. Di lapangan sekolah terlihat ada pertandingan bola voli dan basket. Penonton yang ada di sekeliling lapangan terlihat antusias, namun ada juga ada hanya ngobrol bersama teman-temannya.

"Fin, Fina. Ke sini, dong!" panggil Anisa yang sedang duduk-duduk bersama teman-temannya, Fina pun lari mendekati Anisa yang segera memperkenalkan kepada teman-temannya, termasuk Afin yang sejak awal sebelum menyebutkan diri sudah memperhatikannya.

"Fina, nanti kamu ikut nonton sepak bola nggak?" tanya Afin kepada Fina.
"Mungkin aku ke sana, tapi aku nggak janji loh," jawab Fina sambil meninggalkan Afin. Teman-temannya sudah menunggu di kejauhan.

Pada saat jam pulang sekolah, Fina pulang bersama temannya karena dia tidak membawa motor. Akan tetapi, sebelum dia bertemu dengan temannya ada seseorang yang memanggil namanya. "Fin, Fina!"

Fina berhenti dan menoleh ke belakang. Dia baru tahu kalau yang memanggilnya adalah Afin. Dia menunggu teman Anisa itu berlarian ke arahnya.
"Fin, kenapa kemarin kamu nggak nonton sepak bola? Padahal, aku sudah menunggu sampai ngejamur."

"Kemarin kan aku sudah bilang kamu, aku nggak janji," jawab Fina tanpa penyesalan.
"Ya sudah," kata Afin kecewa.
"Sudah dulu, Fin. Sudah siang nanti aku terlambat sampai di rumah!" kata Fina sambil meninggalkan Afin.

Tiba-tiba tangan Fina ditarik dari belakang yang membuatnya hampir terpelanting. Saat itu dia melihat Afin mengembangkan tangan untuk menangkapnya, namun dia bergerak gesit dan terjongkok di depan Afin. Afin pun segera merendah dan berbisik ke telinga Fina, "Fina, aku jatuh cinta sama kamu. I love you."

Fina tidak peduli. Dia segera berdiri dan meninggalkan Afin begitu saja. Beberapa hari kemudian Anisa selalu menyapanya sambil memberi kalimat tambahan, "Fina, kamu dapat salam dari Afin."
Seminggu kemudian Fina menemukan secarik surat di bangku sekolahnya.
Fina nanti sepulang sekolah
aku tunggu di studio band
Salam Manis
Afin
* * *

"Tet…..tet……tet!"
Bel sekolah tanda pulang telah berbunyi. Fina segera ke tempat parker dan pulang dengan mengendarai motornya dan berhenti karena ada cowok memanggilnya. Fina lupa kalau hari ini ditunggu di studio band yang di depannya ada dua cowok, Afin dan Fikri.
"Ada apa, Fin, nyuruh aku ke sini?" tanya Fina sambil mendekati mereka berdua.
"Fina, aku mencintaimu," kata Afin tanpa basa-basi. "Masak, Fin, kamu nggak percaya padaku."

Fina masih cuek saja, seakan tidak mendengar apa-apa. Sedangkan Afin berkali-kali meyakinkan Fina bahwa dia benar-benar mencintainya. Fina tidak tahan juga melihat tingkahnya dan mengalah, "Kalau begitu, beri aku waktu untuk pikir-pikir."

Pada malam hari yang dulu-dulu Fina selalu belajar dan begitu pula malam ini, tetapi kali ini dia benar-benar nggak konsen. Dia selalu memikirkan wajah Afin. Akhirnya, Fina yakin dia juga jatuh cinta sama Afin. Tiba-tiba ponsel Fina berdering.

"Hallo, Assalamu’alaikum. Siapa, nih?" tanya Fina.
"Fina, aku. Aku Afin. Gimana jawabannya?" suara dari seberang.
fina terperanjat dan menjawab dengan gagap, "Aku, aku."
Tut! Tut! Tut!
Ponsel Fina terputus karena baterai handphone-nya lemah.

"Aku yakin kalau Afin benar-benar mencintaiku dia pasti nelpon aku lagi," gumam Fina dalam hati.
Hingga jam 12 malam Fina masih belum bisa memejamkan matanya dan dia pun bermunajat kepada Sang Pencipta untuk mencurhatkan semua kerisauan hatinya. Dia meminta petunjuk kepada-Nya.

Pagi yang cerah dan Fina juga ceria, karena pagi ini dia bermaksud menemui Afin untuk mengungkapkan semua rasa hatinya. Pucuk dicinta ulam pun tiba, Fina sangat beruntung melihat Afin di depan studio band kemarin, tapi dia sengaja tidak menemuinya dulu dan memperhatikan saja dari jauh.

Fina terkejut melihat seorang cewek mendatangi Afin yang kemudian diboncengnya. Fina membuntuti hingga mereka berbelok ke Wisata Bahari Lamongan yang indah. Fina masih terus mengikuti langkah mereka yang mesra dan beberapa kali terlihat saling berpelukan bahkan berciuman.

"Ya, Rabbi. Inikah petunjuk-Mu agar aku meninggalkan Afin?" gumam tasbih Fina dalam hati. Dengan perasaan hancur Fina meninggalkan mereka berdua. Perasaannya benar-benar galau dan seperti tanpa sadar dia berhenti di warung minuman di pinggir jalan. Ketika dia menoleh ke sampingnya dan ternyata adalah Fikri, dia merasa beruntung sekali. Tanpa berpanjang kata dia langsung mengutarakan kerisauan hatinya, "Fik, sebenarnya Afin sudah mempunyai pacar belum sih?"

Fikri pun menjelaskan kepada Fina bahwa Afin baru jadian dengan seorang cewek. Tanpa berbicara yang lain, Fina langsung membayar minumannya dan pamit kepada Fikri. Setibanya di rumah suasana sangat sepi, karena ibunya tidak ada. Telepon rumah berdering dan Fina segera mengangkatnya.
"Fina ini paman," kata suara dari seberang. "Cepat ke rumah sakit!"
Fina kaget tidak tahu alasannya, "Ada apa, Paman?"
"Ibumu diopname, karena magnya kambuh."

Tanpa menunggu lebih lama lagi, Fina langsung berangkat ke rumah sakit. Fina berlari-larian melintasi koridor, sehingga memancing perhatian beberapa orang yang berpapasan dengannya. Sesampainya di depan ruang ibunya dia bertemu dengan pamannya yang memberitahukan ibunya sedang diperiksa dokter dan tidak boleh diganggu oleh pengunjung.

"Ya, Rabbi. Cobaan apa yang Engkau berikan padaku? Berilah hamba-Mu ketabahan dalam menghadapinya," doa Fina dalam hati.
Ibu Fina harus dirawat selama beberapa hari. Fina selalu menemaninya sehabis sekolah. Begitu pula dengan hari ini, dia langsung berangkat ke rumah sakit tanpa pulang ke rumah. Di perjalanan menuju ruang ibunya dia melihat Doni, kakak kelasnya yang menjadi idola siswi-siswi sekolahnya, sedang duduk di ruang tunggu.
"Kak Doni?!" sapa Fina ragu-ragu.
"Fina!" seru Doni kaget.

Mereka pun terlibat dalam pembicaraan. Rupanya Doni sedang menunggu kakeknya yang terserang penyakit paru-paru. Keduanya saling mengunjungi, Doni mengunjungi ruang ibu Fina dan Fina pun membalasnya dengan mengunjungi ruang kakek Doni. Secara kebetulan pada hari itu kakek Doni sudah diperbolehkan pulang dan begitu pula dengan ibu Fina.

Beberapa hari kemudian tampak Doni ke rumah Fina untuk membesuk ibunya.
"Fin, kamu mau bantu aku?" tanya Doni.
"Insyaallah, selama aku mampu," jawab Fina.

Kemudian Doni menceritakan apa yang terjadi pada Fikri. Doni mengakhiri dengan permohonan agar Fina memberikan motovasi dan teman baik Fikri.
"Apakah aku mampu?" tanya Fina.
"Kamu pasti mampu," kata Doni memberi semangat. ":Aku akan memberitahu caranya. Sebelumnya terimakasih kamu mau membantuku."
* * *
Suasana sekolah seperti biasa. Fina segera ke tempat parker dan akan melajukan sepeda motornya ketika ada tiga cewek menghadangnya. Fina menarik rem dan memperhatikan salah satu dari cewek itu adalah yang dibonceng Afin ke Wisata Bahari Lamongan tempo hari.

"Cewek brengsek!" caci cewek itu. "Berani-beraninya kamu ngedeketin Afin. Kamu nggak tahu kalau Afin itu pacarku?! Jangan kegatelan, yah!"
"He, kamu itu siapa sich?" bentak Fina. "Datang-datang maen keroyokan. Perlu kamu ketahui, ya! Aku itu nggak ada hubungan apa-apa dengan Afin. Puas kamu?!"

Fina tidak menunggu jawabannya. Dia segera saja menarik gas dan melaju kencang. Dalam perjalanan itu Fina dibuntuti cowok yang menaiki motor Tiger. Dia sengaja menurunkan porsneling dan membiarkan motor gede itu menyelip dan berhenti di depannya seraya memanggil namanya. Fina pun berhenti dan tidak habis piker melihat Afin membuka helmnya.

"Fin," kata Afin. "Gimana jawaban ungkapanku kemarin. Aku penasaran, nih!"
Fina merasa muak melihat gaya Afin yang menghiba-iba seperti itu, "Sudahlah, Fin. Lupakan aku. Aku nggak mau merusak hubunganmu," jawab Fina.

Kemudian Fina menceritakan kejadian yang baru saja dialaminya. Afin hanya diam mendengarnya. Wajahnya tertunduk malu, karena merasa kedoknya sudah terbongkar.
Pada sore harinya Afin ke rumah Fina bersama Fikri. Afin menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi dan dia juga minta maaf bila telah mempermainkan Fina. Fina memaafkannya dan menerima Afin sebagai teman akrab saja.

Pagi itu bertepatan hari libur. Fina sengaja bangun molor dan sebenarnya tidak akan bangun-bangun kalau tidak ada Doni yang berkunjung ke rumahnya. Selagi menunggu Fina, Doni bercakap-cakap dengan ibu Fina. Setelah berdandan cukup rapi Fina baru keluar menemui kakak kelasnya itu.
"Maaf, Kak Doni," kata Fina. "Kakak pasti sudah lama menunggu."
"Nggak apa-apa. Salah saya sendiri bertamu kok pagi-pagi," sindir Doni.

Kedatangan Doni kali ini adalah membahas cara untuk mendekati Fikri dan memberikan semangat kepadanya. Fina berkali-kali manggut tanda mengerti dan Doni pun secara lancer menjelaskan rencananya. Besok pagi mereka akan menjalankan rencana itu.

Rencana Doni dan Fani berjaloan dengan sangat lancar. Pertemuan di perpustakaan pagi itu terus berlanjut dan akhirnya Fikri dan Fina pun saling akrab menjadi sahabat. Sedikit demi sedikit tampak perubahan pada diri Fikri. Biasanya dia orang yang paling enggan untuk tampil-tampil di muka umum, tetapi sejak berteman akrab dengan Fina dia kini menjadi lebih percaya diri dan tidak canggung berkawan dengan siapa pun.

Lama-kelamaan Afin mengetahui kedekatan Fikri dan Fina. Afin mlai berubah dan perlahan-lahan menjauhi Fikri. Dia merasa telah dipecundangi oleh Fikri. Dia sudah bermaksud untuk melabrak Fikri, namun Doni yang diajak pertimbangan menjelaskan bahwa sebenarnya dia yang mengatur semua itu karena tidak tega melihat Fikri yang tidak percaya diri itu. Afin pun mau mengerti dan menerima kedekatan mereka berdua.

Fina sendiri merasa Doni bukan sekadar menyuruhnya memberi semangat pada Fikri. Dia memberikan perhatian yang sangat berlebihan padanya. Mula-mula Fina tidak mempedulikannya, tetapi perhatian Doni sepertinya lebih dari sekadar teman akrab.
"Ada perlu apa, Kak?" tanya Fina kepada Doni yang memanggilnya melalui teman kelasnya.

"Sebenarnya nggak ada apa-apa kok, Fin," kata Doni yang gugup dan jauh berbeda dari hari-hari biasanya. "Aku hanya ingin ngomong sama kamu."
"Ya, ngomong saja, Kak," jawab Fina enteng.
"Aku…aku…aku jatuh cinta sama kamu," ucap Doni lega. "Aku ingin kamu menjadi pacarku."

Tangan Doni meraih tangan Fina yang diam dan tidak percaya pada apa yang baru saja didengarnya. Doni meyakinkan Fina bahwa apa yang dikatakannya itu benar.
"Maaf, Kak," kata Fina. "Aku tidak bisa menjadi pacarmu."

Fina melepaskan genggaman tangan Doni. Dia menjelaskan kepada Doni kalau dia ingin menjalin persahabatan saja, tetapi Doni bersikeras untuk menjadikan Fina sebagai pacarnya. Fina mengemukakan alasan-alasan bahwa mereka lebih baik menjadi sahabat saja. Doni tidak bisa membantah dan dia meninggalkan Fina dengan hati memendam kecewa.

Doni merasa telah dipermainkan oleh Fina, Fikri, dan Afin. Baginya, mereka tidak dapat membalas kebaikannya sama sekali. Doni pun menyusun rencana untuk membalaskan sakit hatinya. Orang yang pertama kali ditemuinya adalah Anisa, teman baik Afin dan Fikri juga Fina. Pada malam itu juga Anisa ke rumah Fina untuk meminjam catatan dan disela-selai kabar bahwa sebenarnya Afin ketika mengungkapkan cinta kepada Fina dulu hanya taruhan dengan teman-temannya, termasuk Fikri. Fina nggak percaya begitu saja. Dia mencari tahu ke teman-temannya yang membenarkan perkataan Anisa. Secara perlahan-lahan Fina pun jarang berhubungan dengan Afin dan Fikri.

Pada kali berikutnya Doni memberitahu Afin kalau Fikri ingin menjauhkan dirinya dengan Fina. Apa yang dikatakannya tempo hari bahwa dia yang mengatur kedekatan antara Fikri dan fina adalah bohong. Dia tidak mau menghancurkan persahabatan mereka, tapi lama kelamaan Fikri semakin dekat dengan Fina dan timbul gelagat untuk menyingkirkan Afin dari Fina, sehingga Doni pun bertekad untuk memberitahu Afin, apa pun yang akan terjadi. Lebih parah lagi, Fikri selalu menjelek-jelekkan Afin di hadapin Fina, kata Doni.

Keesokan harinya ketika Anisa bertemu Fikri dia segera menyindir Fikri, "Fik, kamu itu banci, ya? Kamu itu hanya diperalat oleh Afin agar dia dapat mendekati Fina dan menyatakan cintanya lagi bila putus dengan pacarnya. Kamu kan tahu Afin itu playboy."

Anisa juga menceritakan kalau dia pernah melihat Afin mengancam Doni agar tidak dekat-dekat dengan Fikri supaya Fikri tidak berulah macam-macam.

Lama kelamaan persahabatan antara Fina, Afin, dan Fikri pun mulai renggang. Fina lebih dekat dengan Anisa dan Doni, Afin jarang bersama-sama dengan Fikri dan lebih dekat dengan Doni, begitu juga dengan Fikri benar-benar benci dan muak dengan Afin karena merasa dimanfaatkan kebaikannya. Hingga peristiwa paling parah adalah tersebarnya kabar di sekolah bahwa Afin telah berbuat mesum dengan pacarnya. Doni bilang ke Afin kalau yang membuat isu itu adalah Fikri, agar Fina tidak suka kepada Afin.

Kemarahan Afin sudah tidak dapat dibendung lagi. Dia segera menemui Fikri yang baru saja memasuki pintu gerbang sekolah.
"Fikri, brengsek kamu!" bentak Afin seraya memegang kerah baju Fikri. "Apa maksudmu menyebarkan fitnah semacam ini?"

Fikri yang merasa tidak melakukan apa-apa jadi ebrtanya-tanya, "Tunggu dulu, Fin. Aku menyebarkan fitnah apa? Aku sudah muak dengan tingkahmu. Selama ini kamu hanya memanfaatkan aku, sekarang kamu menuduhku menyebarkan fitnah. Sebenarnya apa maksudmu?"

Pertengkaran itu tentu saja memancing perhatian siswa yang lain yang segera bergerombol mengerubungi mereka berdua. Doni yang merasa rencananya berhasil pura-pura melerai mereka. Daripada malu menjadi bahan tontonan siswa yang lain, mereka pun mengakhiri permulaan pertengakaran itu sambil saling mengancam dan menyimpan dendam.

Fikri merasa ada sesuatu yang kurang wajar sedang terjadi. Dia berusaha menyelidiki siapa sebenarnya dalang di balik semua itu. Dia melakukan pendekatan kepada teman-temannya. Dia mencari tahu siapa awal mula pembawa berita Afin yang telah berbuat mesum dengan pacarnya. Salah satu dari mereka mengatakan bahwa berita itu dari Anisa, tapi Fikri tidak percaya. Dia terus mencari kabar hingga dia berani membuat sebuah kesimpulan yang sederhana. Kemudian dia mendatangi Afin dan menceritakan apa yang didengarnya dari teman-temannya. Afin masih belum dapat membuang kebenciannya. Dia juga tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Fikri, tetapi dia tidak menolak ketika diajak ke rumah Anisa. Fikri dan Afin langsung memberondong Anisa dengan berbagai pertanyaan. Awalnya Anisa tutup mulut. Afin tidak sabar lagi dan mulai mengancam yang membuat Anisa menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Dia mengaku dibayar Doni untuk menghancurkan persahabatan mereka.

"Oh, jadi karena uang kamu tega menghancurkan persahabatan kami," kata Afin marah besar. "Benar-benar brengsek kamu."
Sewaktu pulang sekolah Afin dan Fikri melihat Doni bersama Fina sedang duduk-duduk di depan studio. Afin dan Fikri segera menghampiri mereka dan menyeret Fina dari samping Doni. Mereka menjelaskan bahwa Doni bukan sahabat yang baik. Dia telah mengadu domba dan merusak persahabatan mereka. Afin menceritakan kalau dia sudah bertemu dengan Anisa dan Anisa mengaku kalau dia telah dibayar Doni untuk melakukan semua itu.

Tentu saja Fina tidak langsung mempercayainya. "Kak Doni, apakah yang dikatakan Afin dan Fikri itu benar?"
Doni diam tanpa berani menatap orang-orang di sekitarnya.
"Kak Doni, mereka bohong kan?" desak Fina.
"Iya," jawab Doni lirih. "Mereka benar."

Fina langsung menampar Doni. Doni hanya mengusap pipinya yang kemerahan, "Fin, aku melakukan semua ini karena aku tidak ingin kehilangan kamu. Aku tidak ingin kamu dimiliki oleh orang lain."
"Tapi tidak seperti ini caranya?!" kata Fina keras. "Selama ini saya bangga mempunyai teman Kakak, tetapi sekarang saya menjadi muak berteman dengan kakak."
"Aku minta maaf, Fin. Aku memang salah."
Fina, Fikri, dan Afin pun bersedia memaafkan mereka. Doni sendiri berjanji untuk menjadi teman yang baik, seperti sebelumnya.
* * *

Hari ini merupakan ulang tahun Fina yang ketujuhbelas. Semua teman Fina sudah kompak untuk mengerjainya. Begitu datang Fina langsung disingkiri oleh teman-temannya. Beberapa orang temannya yang didekatinya berbisik lirih, "Jangan berteman dengan pencuri." Fina tidak mengerti apa yang dimaksudkannya. Kemudian ada seseorang yang menceritakan kalau kemarin ada salah seorang siswa yang kehilangan uang lumayan besar. Fina mencari Afin dan Fikri untuk meminta pembelaan dari tuduhan itu, tapi mereka belum juga menampakkan hidungnya. Fina benar-benar tidak betah dikucilkan dari teman-temannya. Bahkan, ketika mata pelajaran sedang berlangsung pun dia duduk sendirian tanpa seorang teman pun yang mau duduk di sampingnya.

Pada saat jam istirahat berdentang, Fina dipanggil ke kantor melalui loudspeaker sekolah. Fina tidak bisa berbuat apa-apa. Dia tidak mempunyai bukti dan saksi tidak berbuat jahat seperti itu. Akan tetapi, ketika membuka ruang guru bimbingan kesiswaan dia menangis terharu. Di dindingnya terdapat tulisan "Selamat Ulang Tahun, Fina" dan bersamaan dengan itu terdengar lagu selamat ulang tahun yang dinyanyikan oleh teman-teman dan guru-gurunya. Salah seorang gurunya mengulurkan kue dengan lilin menyala dan Fina pun meniupnya yang diikuti riuh rendah tepuk tangan. Tidak sampai di situ, sepulang sekolah kepala Fina diguyur setimba air dari belakang disusul lemparan telur busuk ke tubuhnya. Fina berteriak-teriak yang membuat orang-orang beremangat untuk mengerjainya.

"Selamat ulang tahun, Fina," kata Afin, Fikri, dan Doni sambil bergiliran menjabat tangan Fina.
"Kalian tega sekali, ya?!" kata Fina sambil tersenyum nyengir.
"Mau tambah lagi?" tanya Doni yang tanpa meminta jawaban segera mengambil telur busuk dari tas plastik dan melemparkannya kea rah Fina.

Setiba di rumah Fina langsung ke kamar mandi dan berbasah-basah ke kamarnya. Dia kaget melihat kado-kado menumpuk di ranjangnya. Ibunya muncul dari belakang dan memeluknya sambil mengucapkan selamat ulang tahun. "Ibu mempunyai surprise di ulang tahunmu kali ini," kata ibu Fina seraya menyuruh anaknya menunggu hingga nanti malam.

Fina membuka kadonya satu persatu. Ada kado dari Fikri, Afin, dan Doni. Doni memberikan bantal hati dan mukena dengan secarik surat berisi penyesalan. Doni ingin menjalin persahabatan lagi dengan Fina.

Pada malam harinya Fina bersama ibunya pergi ke rumah makan ternama. Fina berulangkali menanyakan kado apa yang diberikan ibunya dan ibunya hanya menyuruhnya bersabar. Tiba-tiba dari belakang muncul dua orang lelaki dewasa. Fina kaget dan berteriak tak percaya, "Papa?! Kakak?!"

Fina bahagia sekali di ulangtahunnya yang ketujuh belas itu. Dia merasa mempunyai sahabat-sahabat yang baik dan keluarga yang perhatian. Namun, Fina tidak bisa memberikan jawaban ketika papanya mengatakan akan mengajaknya ke luar negeri dua hari lagi. Secara diam-diam ibunya telah mengurus semuanya dan Fina hanya tinggal berkemas-kemas kemudian berangkat. Fina protes karena itu terlalu mendadak dan dia tidak diajak untuk mempertimbangkannya. Ibu Fina menghiburnya bahwa itu adalah demi masa depannya sendiri.

Pagi harinya Fina sibuk mengemasi barang-barang yang dibutuhkan di sekolah barunya. Dia tidak perlu izin ke sekolahnya, karena surat pindahnya sudah tertandatangani sejak kemarin. Fina benar-benar sibuk dengan persiapannya sampai-sampai lupa tidak memberitahu teman-teman akrabnya.

Keesokan harinya Fina dan kakaknya berangkat ke bandara diantarkan oleh ayah dan ibunya. Mereka berdua akan take in pukul 08.00. begitu turun dari mobil, Fina terperanjat melihat teman-teman dekatnya sudah menunggu di bandara. Mereka langsung mendatangi Fina dan mengucapkan selamat atas studinya ke luar negeri.

"Dari mana kalian tahu aku akan pindah ke luar negeri?" Tanya fina heran.
"Ibumu yang menceritakannya," jawab Doni.
Fina merasa benar-benar dikerjai habis. Dia memukul punggung Doni berkali-kali.
"Fin, jaga diri baik-baik di sana," pesan Doni.
"Jangan lupa kamu harus sering kirim email," kata Fikri.
"Kamu harus belajar yang rajin. Kesempatan ini hanya kamu yang memilikinya," ucap Afin.
Fina dan kakaknya masuk ke dalam pesawat. Dia melambaikan tangan untuk kedua orang tuaa dan teman-temannya.

Lamongan, 2007

* Penulis adalah Pelajar MA. Matholi’ul Anwar.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest