Jumat, 04 Juni 2021

Selamat Ulang Tahun, Presiden Penyair SCB

: Sendiri Memutari Tanah Air Mata
 
Chavchay Syaifullah
Media Indonesia, 24 Juni 2007
 
PADA 1974, beberapa hari sebelun berangkat ke Iowa City, Amerika Serikat, penyair Sutardji Calzoum Bachri tampil membacakan puisi-puisinya di Gedung Teater Arena, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta. Di situlah, ketika botol-botol bir bersatu dengan aksi deklamasi puisi, saat Sutardji berguling-gulingan tanpa baju, ia berteriak pertama kalinya:
 
“Akulah Presiden Penyair….akulah Presiden Penyair….” Publik sastra saat itu tercengang dan kawula wartawan tidak lengah mencatat deklarasi diri itu. Sejak saat itu pula, Sutardji Calzoum Bachri dikenal dengan julukan Presiden Penyair hingga hari ini. Segenap pujian terus mengalir sebagai penyair yang mampu merumuskan proses kreatifnya secara jenius, termasuk sebagai penyair yang mampu bertahan hidup ‘susah’ menjaga kemandirian dalam bersastra. Segenap penghargaan pun telah ia raih dari dalam dan luar negeri, termasuk penghargaan sastra bergengsi South East Asia Write Award (SEA Award) pada 1979. Namun demikian, tidak ketinggalan, sebagai manusia biasa, ia juga dikenal sebagai makhluk yang ‘keras kepala’, senang konfrontasi, dan lari dari tugas-tugas rutin kelompok atau organisasi. Pada titik itulah, ia juga dikenal sebagai penyair yang selalu sendiri memutari ‘tanah air mata’-nya.
 
Di hari ini, Minggu 24 Juni 2007, sang Presiden Penyair genap berusia 66 tahun. Sejumlah agenda acara telah disiapkan menyongsong ulang tahunnya. Sejak awal bulan ini saja, kita bisa melihat bagaimana Jakarta dan daerah sekitarnya penuh poster dan banner pengumuman, ‘Lomba Baca Puisi Piala Sutardji Calzoum Bachri HUT ke-66: Memperebutkan hadiah Total Rp15 Juta, Piala, Piagam, dan Ziarah Budaya ke Pulau Penyengat, Tanjung Pinang (Situs Sejarah Sastrawan Raja Ali Haji)’. Pada puncaknya, dalam acara Pekan Presiden Penyair (14-19 Juli) di TIM, Jakarta, sebuah seminar bertaraf Internasional akan digelar dengan tajuk Seminar Internasional Sutardji Calzoum Bachri, dengan pembicara V Braginsky/Irena Katkova (Rusia), Dr Muhammad Zafar Iqbal (Iran), Henri Chambert-Loir (Prancis), Maria Emelia Irmler (Portugal), Prof Dr Koh Young-Hun (Korea), Dr Haji Hashim bin Haji Abd Hamid (Brunai Darussalam), Suratman Markasan (Singapura), Asmiaty Amat (Sabah), Dato Kemala (Malaysia), Dr Abdul Hadi WM/Taufik Ikram Jamil/Prof Dr Suminto A Sayuti (Indonesia).
 
Untuk seminar yang dikelola Yayasan Panggung Melayu itu, setiap peserta harus membayar uang pendaftaran sebesar Rp200.000. Dari informasi panitia, para pendaftar sudah mulai membludak. Itukah bukti kecintaan para pecinta sastra Indonesia kepada si ‘keras kepala’ itu?
 
Dari penyair ke masyarakat
 
Dalam proses kreatifnya, Sutardji sering menyampaikan kepada publik bahwa ia adalah orang yang lambat merumuskan pikirannya. Pengakuan itu tidak pernah ragu dan malu-malu ia ungkapkan. Kepada Media Indonesia beberapa hari lalu, di sela kesibukannya menyiapkan naskah pidato ulang tahun yang akan dibacakannya di Pekan Baru, Riau, pada 22 Juni, ia terus terang berkata, “Maaf baru bangun. Semalaman begadang menulis acara di Pekanbaru. Dan mulai sekarang sampai malam nanti akan melanjutkan tulisan lagi.” Tidak hanya itu, saat-saat kemarin, ia juga disibukkan pula dengan menulis pengantar buku kumpulan artikelnya dan naskah pidato untuk acara ulang tahunnya di Jakarta yang akan disampaikannya pada tanggal 19 Juli 2007.
 
“Sebenarnya untuk buku saya itu, tidak perlu lagi pengantar dari saya. Tapi Dorothea (Dorothea Rosa Herliani, seorang penyair di Magelang dan pengusaha buku) terus memaksa saya untuk menuliskan pengantar,” ungkapnya seraya menjelaskan bahwa meskipun mengaku lamban bekerja, ia merasa tertantang bila diberi tenggat.
 
Namun, harus diakui bahwa kerjanya yang lamban sebetulnya cermin dari kehati-hatian Sutardji dalam merumuskan pemikirannya. Sehingga, hasilnya seperti kita ketahui bersama adalah karya-karya yang orisinal, cemerlang, dan tahan waktu. Dengan kata lain, dialah penyair yang bekerja layaknya seorang filsuf.
 
Pada Kredo Puisi yang ia tulis 30 Maret 1973, sebuah pledoi yang ia tulis untuk membela puisi-puisi mantranya, terlihat bagaimana ia cukup dalam menelusuri pandangannya tentang kata, mantra, dan puisi. Ia menulis, ‘Dalam penciptaan puisi saya, kata-kata saya biarkan bebas. Dalam gairahnya karena telah menemukan kebebasan, kata-kata meloncat-loncat dan menari di atas kertas, mabuk dan menelanjangi dirinya sendiri, mondar-mandir dan berkali-kali menunjukkan muka dan belakangnya yang mungkin sama atau tidak sama, membelah dirinya dengan bebas, menyatukan dirinya sendiri dengan yang lain untuk memperkuat dirinya, membalik atau menyungsangkan sendiri dirinya dengan bebas, saling bertentangan sendiri satu sama lainnya karena mereka bebas berbuat semaunya atau bila perlu membunuh dirinya sendiri untuk menunjukkan dirinya bisa menolak dan berontak terhadap pengertian yang ingin dibebankan kepadanya.’
 
Tidak hanya sampai di situ, tetapi ia pun merumuskan bagaimana kerjanya sebagai penyair ketika kata-kata telah ia posisikan sebagai makhluk hidup yang bebas berkreasi. Ditambah ketika ia meyakini bahwa menulis puisi sama halnya mengembalikan kata kepada mantra.
 
“Sebagai penyair saya hanya menjaga–sepanjang tidak mengganggu kebebasannya–agar kehadirannya yang bebas sebagai pembentuk pengertiannya sendiri, bisa mendapat aksentuasi yang maksimal. Menulis puisi, bagi saya, adalah membebaskan kata-kata, yang berarti mengembalikan kata pada awal mulanya. Pada mulanya adalah kata. Dan kata pertama adalah mantra. Menulis puisi, bagi saya, adalah mengembalikan kata kepada mantra.”
 
Dalam periode kepenyairan itu, tepatnya periode 1966-1979, Sutardji mengakui bahwa saat itu ia benar-benar tertantang bagaimana ia mengambil sikap ketika dunia perpuisian Indonesia belum melirik kepadanya.
 
“Saat itu saya memang belum dikenal, tapi saya sudah merasa bahwa saya harus mengatakan kepada kawan-kawan penyair bahwa begitulah cara kerja penyair dalam menuliskan puisi. Jadi, pada masa itu, puisi-puisi yang saya tulis memang saya khususkan untuk mengajarkan penyair,” ujarnya sambil tertawa.
 
Baginya, menuliskan puisi sama dengan membuat patung. Atau secara ilustratif sebagaimana ia tuangkan dalam sajak Sculpture yang berbunyi, ‘Kau membiarkan perempuan dan lelaki meletakkan lekuk tubuh mereka, meletakkan gerak menggeliat bagai perut ikan dalam air dari gairah tawa sepi mereka dan bungkalan tempat kehadiran menggerakkan hadir dan hidup dan lobang yang menangkap dan lepas rahasia kehidupan kau tegak menegakkan lekuk bungkalan lobang dalam gerak yang tegak diam dan kau menyentak aku ke dalam lekukbungkalanlobangmu mencari kau.’
 
Namun demikian, sejak periode akhir 1990-an dan 2000-an, yakni pada periode penulisan puisi ‘Tanah Air Mata’ hingga puisi ‘Munafik Ismail’, Sutardji mengakui bahwa ia sudah mengubah target yang ia arahkan dari karyanya, yakni masyarakat umum.
 
Pergeseran dari target penyair ke masyarakat umum memang bagi beberapa kalangan sangat disayangkan. Sebab warna mantra tidak lagi bergolak dari puisi-puisinya, tetapi hanyalah larik-larik yang umum ditulis penyair kebanyakan. Begitu pun dengan tenaga puisinya yang tidak lagi eksplosif.
 
“Ini sudah perjalanan dalam hidup saya. Kalau dulu saya lebih banyak mengarahkan puisi-puisi saya untuk penyair dan sekarang kepada masyarakat luas, saya rasa tidak masalah. Yang penting bagaimana sang penyair bisa menjadi balok es yang bisa meneteskan airnya ke gelas-gelas kosong. Artinya, ia tidak lagi berguna hanya bagi dirinya, tapi untuk masyarakat luas,” tukas penyair kelahiran Riau itu.
 
Selamat ulang tahun ke-66, wahai Presiden Penyair! Semoga kemandirian, kesederhanaan, kedalaman, dan ketenangan Anda menjadi oase bagi orang-orang Indonesia yang nasibnya masih tergerus di tanah air mata.
 
***

http://sastra-indonesia.com/2011/09/sendiri-memutari-tanah-air-mata/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest