Selasa, 08 Juni 2021

Reproduksi Puisi, Tumbuhnya Wilayah Inspiratif dalam Sejarah Sastra Jawa Timur

W. Haryanto
 
Membincangkan sejarah sastra, adalah memperdebatkan terminology dan akurasi seluruh pemahaman kita terhadap “proses” dan wilayah-wilayah inspiratif. Penyair—adalah satu titik—ia mengawali proses memahami sejarah sebagai unsur yang terus berkembang, membesar dan menyusut. Implikasinya, yakni, tumbuhnya reproduksi puisi tidak sebatas mengorganisasikan teknik menulis (seperti model khas penyair-penyair Teater Utan Kayu). Karena, menulis adalah membentuk penyikapan psikologis terhadap apa yang mula-mula—hanya episode, percikan kausalitas, juga pelbagai hubungan kebahasaan.
 
Memang, patutlah diakui—sebagian penyair kita, menyadari dengan shahih ‘sebagai budak’ atau obyek atas perubahan pemahaman sejarah. Jika, awalnya, penyair menulis karena dorongan untuk melawan kelaziman dan metode-metode umum, sehingga penyair ‘memiliki’ bahasa khusus yang fungsional dan tak bisa ‘tergantikan’ oleh tafsir umum. Tetapi, sekarang justru sebaliknya, penyair menulis karena situasi yang lazim, system simbolisnya bukan sesuatu yang ‘indivual’ tetapi hanya transformasi dari kelaziman penulisan.
 
Puisi, kini—terbentuk pada etika, bahwa, penyair tidak memiliki keunggulan dalam kecerdasan, tetapi ia hanyalah bagian dari mesin bahasa, sehingga bahasa yang dituliskan tidak bersifat reflektif terhadap perkembangan psikologis penulisnya. Reproduksi tekstual harus dibaca lewat perkembangan symbol, dari satu larik ke larik lainnya. Banyak penyair—menurut saya—tidak pernah selesai menuliskan karyanya, puisi-puisi itu dibiarkan (atau sengaja) dibiarkan menggantung. Puisi-puisi tipe ini bisa saya sebut puisi ‘gagal’seperti gejala-gejala penulisan Komunitas Utan Kayu yang sangat menggagumi kata-kata yang indah, tetapi sang penulisnya tidak memiliki acuan psikologis yang memadai (ingat pula kritik Sutardji Coulzoum Bachri).
 
Bahaya kepenyairan kita, adalah krisis “sejarah” dan krisis persepsi. Tetapi jika kita mau menengok—ada wilayah-wilayah pinggiran yang sengaja dihilangkan dari horizon pembacaan kita. Lima tahun terakhir, saya menjelajah pelbagai daerah di Jawa Timur, saya menemukan reproduksi tekstual yang cukup layak untuk diposisikan—tentu dengan satu pandangan, bahwa nilai kreativitas lebih bersifat persinggungan, interaksi sekaligus interrealsi antar terminology. Isu ini tidak—sebatas—eksistensi yuridis, tentang siapa yang berhak dalam “sejarah”. Generasi (atau angkatan) sastra tidak diharuskan pada identifikasi atau takaran waktu, setelah D. Zawawi Imron ada Mardi Luhung, setelah Budi Darma ada Zoya Herawati.
 
Edi Sedyawati merujuk adanya tumbuh dan matinya tradisi, “kita tak perlu menangisi kematian bentuk-bentuk budaya, karena akan tumbuh lagi ratusan bahkan ribuan bentuk budaya yang lain”. Ini alamiah dan siklis. Cuma faktanya, demokratisasi justru tidak terjadi di dunia kesastraan, politik dan sikap pramatis telah menandai perkembangannya.
 
Muncul semacam hak-hak istimewa yang berkenaan dengan dominasi mainstream tertentu. Tetapi, dominasi ini hanya berkenaan dengan industrialisasi sastra, para pencipta tidak lagi menempati kondisi “adi-kodrati” tetapi ia berselubung dengan pemiskinan karakter. Menulis menjadi suatu aparat dari minimalisasi daya energi konstruktif. Menulis hanya pemenuhan status layaknya “gelar haji”. Menulis tidak—dan bukan lagi, kegelisahan membaca ruang dan mencapai dialektika sejarah. Penulis-penulis semacam “ini”, konon, jumlahnya jauh lebih besar dari tumbuhnya gagasan-gagasan sastra, puisi dan cerpen tidak lebih baik (malah lebih buruk) dari penjual sepatu—seperti halnya kritik Albert Camus, “Sheakespeare tidak lebih penting dari seiris roti.”
 
Arah kebudayaan kita, selalu, dan akan menyertai adanya kreatif-kreatif sekuler—yang memandang “hak hidup” atas kebudayaan bukan warisan dari atas (dari yang lalu), maka, generasi mutakhir dengan perspektif yang dia ciptakan lewat puisi—adalah cara memahami histografi “tubuh yang mengalami secara serempak” (subyektivitas berubah menjadi obyektivitas), sebuah sikap otomatis yang melihat relevansi dan koneksitas antara symbol dan psikologi yang menyertainya (menciptakanya lewat perspektif).
 
Penyair—bukan satu, atau sekaligus semuanya (Widzlawa Syamborska), karena “ia” mengawali permainan atas tafsir-tafsir yang semula hanyalah meja mediatif para sosiolog, agamis—sastra, tidak menyurutkan, tapi memperluas semua medan kajian. Karenanya, ia bersifat histografi sekaligus fotografis, antara perkembangan sekaligus kebendaannya. Maka, apapun resikonya, setiap gejala dan terminology yang diembannya, tiap generasi kreatif memiliki jalan keluar yang “misterius” terhadap gradasi konstruktif wilayah budayanya.
 
Generasi mutakhir, telah menemukan cara—(i) sebagai penolakan terhadap takaran waktu, secara serempak tidak menyepakati analog Horace tentang “pemiskinan karakter dari satu tahap ke tahap lainnya”, (ii) ancaman modernitas telah memicu tumbuhnya militansi bahasa—yang tidak lagi berandai-andai dengan keindahan dan pernik-pernik bahasa (atau Sutardji Calzoum Bachri menyebutnya sebagai kegagalan gagasan).
 
Generasi Mutakhir Jawa Timur, mengambil jarak yang tegas—dari warisan Hadi S. (di tahun 60an) yang memuncak pada tipe penulisan Tjahyono Widiyanto (di tahun 90an)—berpaling pada fragmentasi Andi Amrullah Mahmud yang memuncak pada tipe penulisan Saiful Hadjar di tahun 90an. Fragmentasi yang muncul kini—adalah nalar yang menolak kebendaan dan strukturisasi keindahan kaum simbolis. Mekanismenya terletak pada—bergesernya kemapanan psikologis yang menaruh beban lebih pada sisi inferior manusia kepada perkembangan zamannya. Ini mimpi dan romantisisme 80-an, ketika sastra dicekam artikulasi Suhartois. Konteks ‘bunga yang berguguran’ atau ‘sungai yang tiada meliuk’ yang dianggap lebih aman dan reflektif tanpa resiko pencekalan. Di sisi lain, ranah perlawanan sastra terlalu menyempitkan kompleksitas bahasa ungkap sekadar melewati slogan-slogan ‘penguasa’ atau ‘arus bawah’.
 
Penulis-penulis mutakhir kita, mengalami pembelajaran obyektif dari komunalnya. Modernitas, ternyata—juga mencirikan adanya kegelisahan dalam penulisan. Modernitas puisi Jawa Timur misalnya, bukan berakar—kepada metodelogi dan alegori atas wacana-wacana import, modernitas di sini berujud pada, (i) penyingkapan atas keberubahan, bahwa tipe-tipe penulisan tidak “berhenti” pada satu mainstream, melainkan sesuatu yang tak pernah “tercapai”. Eksplorasi, eksperimentasi, penjelajahan mimetic, sampai restorasi psikologis. (ii) kesadaran tentang energi tekstual yang mampu mengurai indicator—sebelum teks tercipta, pra-naskah.
 
Ada beberapa catatan ringkas tentang “Jawa Timur Mutakhir”. Kita bisa membagi menjadi beberapa karakter, (i) urban legend, arus kreativitas yang berawal dari pembelajaran komuni akademis. Komuni ini diciptakan dari sebuah ‘mimpi’ tentang pusat identifikasi, bahwa mereka ‘merasa” berasal dari sesuatu yang ‘tak ada’ menuju ‘menjadi’ (becoming) karena factor pendidikan. (ii) Romantisme Agraris, arus kreativitas yang muncul karena kecelakaan sosiologis. Komuni ini tidak memimpikan ‘pusat’, tetapi berbalik arah kepada nilai-nilai yang dianggap mulai surut.
 
Modernitas dalam perpuisian Jawa Timur, bukan sekedar penggunaan teknik-teknik modern. Tetapi muncul pergeseran kesadaran, dari wilayah ‘pinggiran’ ke pusat atau sebaliknya, atau malah sama sekali tidak mempercayai adanya ‘pusat alegoris’. Modernitas ini terjadi bukan karena ‘takaran waktu’, tetapi merupakan resiko—ketika dinamika kebudayaan kita mengalami titik jenuh, importisasi wacana (dari barat) secara terus-menerus justru memicu kerusakan. Inilah yang terekam pada kegelisahan tekstual penulis-penulis muda Jawa Timur.
***

http://sastra-indonesia.com/2011/10/reproduksi-puisi-tumbuhnya-wilayah-inspiratif-dalam-sejarah-sastra-jawa-timur/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest