TUBUH BOLEH TERKURUNG, TAPI TIDAK DENGAN PIKIRAN

Anindita S Thayf
Jawa Pos, 27 Januari 2019

Kekuasaan tidak mesti selalu duduk di atas kursi empuk pimpinan atau di balik meja wakil rakyat. Tidak selamanya pula dimiliki oleh orang-orang kaya, berpendidikan tinggi atau mereka yang mahir berpolitik. Seekor beruang kutub berani bersaksi, kekuasaan ternyata juga bisa hadir di kandang kebun binatang dan berada di tangan jelata berwajah memelas. Beruang kutub itu bernama Baltazar.

Kenang-kenangan Mengejutkan si Berung Kutub menyajikan cerita tentang seekor binatang yang menjadi saksi atas rupa-rupa ulah manusia dan peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Cerita itu dipaparkan sedemikian rupa sehingga mampu membuat pembaca lupa bahwa yang sedang berkisah adalah beruang.

Baltazar menjalani hidup serupa barang pajangan. Ia dijadikan tontonan dalam kandangnya yang sempit. Ini membuat Baltazar memimpikan kebebasan. Namun Baltazar menyadari mimpi itu sulit diwujudkan. Ada satu hal yang menghalanginya: kekuasaan.

Satu-satunya pemegang kekuasaan di dalam kandang adalah si Penjaga Kandang. Baltazar mengenalinya sebagai manusia berseragam kelabu. Alat kekuasaan si Penjaga Kandang adalah seragam kerja dan cambuk yang tergantung pada ikat pinggangnya. Laki-laki itu membiasakan diri marah-marah, mencaci maki, memberi perintah dan memukul demi memberinya perasaan berkuasa.

Menurut Nietzsche, manusia menganggap kekuasaan sebagai sebuah kemampuan untuk mewujudkan segala keinginannya. Bagi si Penjaga Kandang, kekuasaan membuatnya merasa lebih berani, percaya diri, dan mulia, melupakan dirinya yang hanya pegawai rendahan dan jelata miskin. Kekuasaan memberinya kekuatan untuk berdiri tegak di tengah kandang beruang kutub. Kekuasaan juga membuatnya menjadi penentu nasib bagi siapapun dan apapun yang berada di bawahnya, bahkan seekor binatang.

Namun, berkat kemampuannya menganalisa serupa manusia, Baltazar menyadari bahwa kekuasaan si Penjaga Kandang pinjaman semata. Laki-laki itu hanya merasa berkuasa selama memiliki seragam dan cambuknya, serta binatang asuhannya bersikap jinak. Berkat kecerdasannya pula, Baltazar berhasil menyusun filsafatnya sendiri tentang kebebasan.

Semula, Baltazar memaknai kebebasan sebagai hidup di luar kandang. Seiring waktu, Baltazar memahami betapa musykil itu terjadi sehingga ia pun mencari cara lain. Pada akhirnya, sebentuk pemikiran datang kepadanya. Baltazar merasa bisa merebut kebebasannya jika ia belajar untuk tidak bergantung pada penilaian pihak lain. Ia membiarkan tubuhnya terkurung, tapi tidak pikirannya. Ia bahkan memandang penindasannya bukanlah yang terburuk sebab ia masih memiliki hasrat hidup. Sebaliknya, ia kasihan pada si Penjaga Kandang yang dari raut wajah hampanya seakan tengah terkurung dalam suatu penjara ciptaan manusia.

Ide tentang kebebasan yang didapat Baltazar berbeda dari kebebasan yang disodorkan Jean Paul Sartre. Bagi Sartre, kebebasan kita bergantung pada kebebasan orang lain dan sebaliknya, sebab manusia saling terhubung satu sama lain. Sartre tidak akan pernah merasa bebas selama dia belum membebaskan orang lain. Adapun bagi Baltazar, kebebasannya jauh lebih penting ketimbang kebebasan orang lain. Kebebasan si beruang adalah kebebasan individual yang lahir setelah ia berhasil menemukan kelemahan manusia dan menegakkan diri di hadapannya. Sebuah kebebasan yang semu karena hanya berada dalam pikiran. Pada kenyataannya, Baltazar tetaplah beruang milik kebun binatang yang terkurung dalam kandang.

Dalam kehidupan nyata, ilusi kebebasan yang menjadi pemikiran Baltazar berdampak pada pilihan manusia untuk menerima nasibnya begitu saja. Padahal, kebebasan merupakan sesuatu yang harus diperjuangkan. Bahkan sebagaimana tercatat dalam sejarah, perjuangan untuk meraih kebebasan yang hakiki harus ditempuh lewat pertumpahan darah, entah revolusi atau pemberontakan, apalagi dalam sistem yang serupa kediktatoran sebagaimana kondisi dalam novelet ini.

Selintas, novelet ini serupa fabel karena bertokoh utama beruang kutub. Namun, hal tersebut dibantah sendiri oleh bagian Catatan Pendahuluan yang ada di halaman awal. Lewat catatan tersebut, si pengarang membuat pemakluman tentang keganjilan yang ada dalam novelnya sebagai sesuatu yang, “tidak bisa diungkap tanpa merusak daya magis yang menyelimuti pikiran beruang kutub yang luar biasa itu.” Kehadiran binatang dalam novelet ini hanya sekadar alegori dari manusia. Begitupun keganjilan dan ketidakrasional perspektif tokoh utama tetap terasa mengganggu. Kalimat-kalimat filosofis yang diucapkan Baltazar jelas menunjukkan suara penulisnya. Alhasil, meskipun novelet ini sangat tipis, tapi tidak termasuk buku yang mudah dicerna.

Kenang-kenangan Mengejutkan si Beruang Kutub merupakan karya sastra tunggal buah cipta Claudio Orrego Vicuña. Penulis asal Cile ini memang lebih dikenal sebagai politisi dan anggota Partai Kristen Demokrat Cile. Kudeta militer yang dilakukan Jenderal Pinochet pada tahun 1973 adalah kejadian penting yang menginspirasi Orrego Vicuña menulis novelet ini.

Sebagai karya sastra yang lahir dari hasil pengalaman dan perenungan seseorang yang hidup di bawah kediktatoran, pesan yang dibawa buku ini masih sesuai dengan kondisi zaman sekarang. Kebebasan individual yang dirasakan Baltazar adalah sesuatu yang jamak dicari orang-orang masa kini. Kebebasan yang lahir dengan mengorbankan orang lain. Kebebasan ala manusia modern yang egois dan individualis.***

*) Novelis dan esais

Judul : Kenang-kenangan Mengejutkan si Beruang Kutub
Penulis : Claudio Orrego Vicuña
Penerjemah : Ronny Agustinus
Penerbit : Marjin Kiri
Cetakan : I, November 2018
Tebal : 68 halaman
Isbn : 978-979-1260-82-4
https://www.facebook.com/anindita.thayf/posts/10205828932680716