Jumat, 23 Februari 2018

Kepala

Damiri Mahmud
lampungpost.com

SANG Empu dikelilingi beberapa muridnya. Langit sedikit gelap. Tak ada angin. Burung-burung masih hinggap di pepohonan, bersahut-sahutan, mungkin memberitakan ziarahnya hari itu dan perolehan rezeki dari padang ke padang.

"Maukah kamu mendengarkan sebuah kisah, Muridku?"

"Tentu Guru," murid menjawab takzim. "Kami akan menelaahnya baik-baik."

"Terima kasih, Anak..." menggenang pelupuk matanya. "Kisah anak manusia di negeri yang jauh, tapi sangat mirip dengan kita, baik tubuh dan tingkah lakunya."

"Barangkali kisah kita sendiri, Guru?"

"Dengar sajalah, Muridku."

"Ya, Guru..."

"Tolooongng..." itu bukan jeritan. Berasal dari seseorang, entah siapa. Yang pasti salah seorang penduduk negeri itu. Hanya semacam keluhan. Tentang suatu hal yang ia sangat riskan memikirkannya. Mungkin pula dia mengeluh pada seseorang di hadapannya atau sekelompok orang atau semua yang ada di sana. Mungkin juga kepada kita. Atau hanya pada diri sendiri. Itu tidak penting benar, Anakku. Dengarlah seterusnya...

"Tolong beri tahu tentang sebuah kepala. Kepala berserakan di mana-mana. Bertimbun di mana-mana. Menggunung di mana-mana."

"Aduh, Guru. Apakah mereka sedang berperang?"

"Mereka baik-baik saja. Sekarang aku teruskan."

"Hamba, Guru...."

"Sekarang ada tender satu triliun satu kepala!" cetus suara itu lagi.

"Maaf, Guru. Apa artinya kata-kata itu?"

"Dia menyatakan keheranannya atas penawaran atau harga kepala itu yang luar biasa besar, yang engkau dan keluargamu makan-minun selama seribu tahun dan engkau bangunkan rumah berpuluh-puluh ribu banyaknya, jumlah uang itu masih belum habis juga sebagai pembayarnya. Sudahlah! Engkau tak akan pernah paham kalaupun kusebutkan berulang-ulang."

"Baik, Guru. Tapi..." murid itu takut-takut. "Ada apa tentang kepala itu?"

"Inilah yang mau kukisahkan. Dengarlah!"

"Ampun, Guru."

Seorang kere menemukan sebuah kepala. Dibolak-baliknya. Masih utuh, gumamnya. Biasanya ia tidak tertarik. Diangkatnya dekat ke hidungnya. Belum bau, gumamnya lagi. Malah ada aroma harum yang menyegarkan kerongkongannya. Kuambil sajalah, putusnya.

Karena temuan yang satu ini dirasanya unik, tak dimasukkan goni plastik tempat barang butut yang biasa diperolehnya. Dicantolkannya saja di ikat pinggangnya yang dibuatnya asal-asalan dari tali plastik. Lalu dia jalan ke mana-mana dengan goni dan cantolannya mencari timbunan dan barang bekas lain untuk penambah penghasilannya. Dalam hatinya, kepala temuannya itu mau digantungkannya saja di dinding kardus gubugnya sebagai hiasan. Jelek-jelek juga dia kan manusia. Perlu hiburan.

"Kejam sekali, Guru," ujar seorang murid lagi. "Sepertinya bukan kisah tentang manusia."

"Ah, Muridku!" Sang Empu menarik napas. "Engkau belum bertemu dengan sebuah keadaan sehingga makhluk itu sama saja nilainya. Belajarlah dulu, nanti akan tahu!"

"Maaf, Guru...."

Ia mendengar suara klakson, ah biasalah, setiap hari ngelampah di jalan raya. Tapi yang sekali ini berkepanjangan, ttttttteeeeetttttttttt, tttttttuuuuuueeeeeettttttt, sehingga dia menyumpah-serapah. Sialan! Sok! Eh, bukannya menjauh, mobil itu malah mendekat dan berhenti. Seorang lelaki berdasi, membuka daun pintu mobil dan tersenyum.

"Dijual, tu,..."

"Apanya...?!"

"Tuuu....! Kepala!"

Baru si kere tersadar kembali dan mendekap bawaannya.

"Ah, nggak, ah..! Sayang...."

Sesayang-sayangnya kere, kalau sudah disodori segepok kertas yang diidamkan dan dimimpikan itu, yang dibilangnya sayang itu pun segera berpindah tangan. Tapi, tidak sesederhana yang ia bayangkan sebagaimana mengilokan barang-barang bututnya sehari-hari kepada kulak.

"Apa itu segepok kertas, Guru?"

"Ya, uang. Duit, penukar barang. Sebagaimana engkau kusuruh membelikan terompahku."

"Dijualnya, Guru?"

"Bukankah sudah kukatakan kepadamu, di negeri itu semuanya hanyalah barang? Benda, yang nilainya dapat dihitung dengan angka-angka."

"Ya, Guru. Hamba betul-betul bodoh. Ampun..."

Dia dibawa ikut naik mobil menuju rumah si lelaki berdasi. Di sana ia dirawat para pelayan. Dimandikan dalam kamar mandi yang harum, masuk bak dan pakai shower, eh, apa itu namanya, air yang muncrat dari saluran pipa yang ujungnya dilubangi halus-halus. Enak kali, ah! Tak pernah dibayangkannya, akan pernah menemukan satu hari, seorang gelandangan yang sudah imun dengan ejekan, gertakan dan tendangan sehingga pantatnya sudah kebal, kini diperlakukan bak raja-raja, hanya karena telah menemukan sebuah kepala.

Pakaiannya yang kumal dan bau dicampakkan dan dibakar, sebagai menghabisi masa lalunya, meskipun ada terasa sedih dan terhina juga ketika dia menatap sekilas kain dekil ysng berubah jadi asap dan abu itu. Setengik-tengiknya, bau itulah yang diendusnya setiap menit, telah menjadi bagian hidupnya, menjadi angan-angannya, kerinduannya, akan terasa ada yang hilang kalau dia kehilangan bau itu. Hanya sekilas lalu sirna bersama padamnya gundukan arang itu ketika dia didandani dengan pantalon dan kemeja apik dan resik lengkap dengan jas dan dasinya sekalian.

Bengong dia menatap dirinya di cermin. Betul-betul terpelongoh. Dia, kere, yang setiap hari terlunta-lunta di sepanjang jalanan kota, mirip binatang, yang mampir di setiap tong sampah dan mencakar-cakar isinya yang busuk dan bau, kini tak ada bekasnya lagi. Hanya tinggal sinar matanya yang dungu, dan itu lebih karena faktor keterkejutan belaka. Sebentar lagi akan lenyap juga. Sekarang, tampangnya tak beda dengan seorang manajer sebuah perusahaan ternama atau salah seorang wakil rakyat yang terhormat!

"Nah! Sudah ganteng, kau! Sudah smart!" kata lelaki berdasi berseru. "Kita sekarang ke sana!"

Kepala itu sendiri telah dikemas rapi dalam kotak yang artistik dan bening serta mengeluarkan aroma harum dan sakral. Gelembung-gelembung udaranya mengeluskan sesuatu yang hening. Di luar sirene mengaum meminggirkan semua mobil dan kendaraan lapis baja di jalan raya. Fantastis. Sekali kere kita, ah, siapa namanya yang pantas kita sebut sekarang? Melongok dari kaca jendela mobil yang melaju. Dia berteriak. Mobil dihentikan. Para pengawal segera mengamankan dan mengapitnya. Seluruh bagian kendaraan diperiksa dan dideteksi. Tapi aman-aman saja.

"Ada apa, Pak?" sopan dan ramah. Kere terhormat kita, hanya melongo. Teriakannya hanyalah gumam melihat gundukan tempat ditemukannya kepala. Sial! Gegabah betul dia. Tapi ia membawa pengalaman baru yang lain. Bapak? Aduh, aduh! Bapak aku sekarang. Bapak. Dijaga keselamatannya, diperhatikan apa yang dikehendakinya. Dia barang berharga betul. Mobil jalan.

Prosesi dan arak-arakan begitu meriah. Dia dielu-elukan dengan gegap-gempita. Lantai jalan masuk menuju ruang utama telah dihamparkan permadani merah. Bunyi-bunyian telah ditabuh orang. Serunai dan nafiri bersahut-sahutan. Dan para penari berlenggang lenggok di hadapannya, bahasa gerak menyambut dan mengelu-elukan selamat datang.

Dalam kerapatan lengkap dan luar-biasa atau kakaplu telah diputuskan dengan suara bulat bahwa kere kita ditabalkan dengan gelar Sang Aksalinsor, dengan segala kemuliaan yang melekat padanya dan segala kemudahan yang berhak dimilikinya, dengan syarat kepala itu diserahkan menjadi milik negara. Barang siapa yang melanggar dan menyimpang dari ketentuan ini, akan diancam hukuman kurungan dan denda menurut yang diatur dalam perundang-undangan.

"Luar biasa...."

"Penting sekali kepala itu, Guru?"

"Ah, engkau! Belum dapat engkau bayangkan dengan pikiranmu itu."

"Ya, Guru. Ampun sekali lagi."

Kepala temuan Sang Aksalinsor telah diteliti dan diselidiki dengan saksama, yang untuk itu telah dibentuk Dewan Khusus atau Desus yang telah melibatkan para resi dari seluruh padepokan, ternyata inilah dia jenis yang dicari-cari sejak lama.

Bahkan, telah diperdebatkan bertahun-tahun, diumumkan lomba dan sayembara dengan hadiah yang luar biasa, dibuatkan kriteria dan undang-undangnya, dilakukan studi banding ke manca negara, berbondong-bondong mencarinya ke delapan sudut dan penjuru dunia, ternyata dia berada di depan mata kita, telah ditemukan oleh Sang Aksalinsor tanpa mengharapkan hadiah apa-apa.

Negeri kita ini memang serba-aneh dan membingungkan. Begitu simpul mereka, para pengetua negeri itu. Dan kesimpulan ini diambil dalam waktu yang cukup lama, dibahas dalam berbagai sidang terbatas yang menguras dana luar biasa. Tak terumuskan. Cobalah pikir. Mereka hampir saja mau menjual tanah airnya ini, tapi karena istilah untuk melembutkan pindah milik itu tak juga mereka dapatkan, meskipun mereka telah mengumpulkan ahli bahasa, kehendak itu lama-lama menjadi urung.

"Ampun, Guru," seorang murid gemetar. "Hamba tak dapat menahan diri. Tapi mengapa mereka hampir bertindak gegabah seperti itu, Guru? Ampun, Guru...."

"Engkau wajar, murid. Berarti engkau memperhatikan benar kisahku."

"Terima kasih, Guru...."

"Mereka serbasalah. Mereka dihujat dari kiri dan kanan, bahkan oleh para suhu dari negeri-negeri seberang. Para pengetua itu dikatakan melakukan korupsi gergasi atas harta negara."

"Korupsi, apa artinya itu, Guru? Kalau gergasi hamba tahu, raksasa...."

"Oo, Muridku, Muridku! Kata-kata itu sangatlah terkenalnya di sana. Melebihi siapa pun juga. Kasihan engkau. Tapi ada bagusnya juga. Begini, anak! Kalau engkau kuberi uang dan kusuruh membelikan jubahku, apa yang engkau lakukan?"

"Hamba akan melaksanakan tugas itu dengan sebaik-baiknya, Guru, mudah-mudahan. Hamba pilihkan yang sebaik-baiknya. Durhaka hamba, kalau terbersit setitik niat yang menyimpang dari amanat Guru, ampun Guru...."

Dalam rekomendasi yang dibacakan Setia Usaha Desus, disebutkan, inilah dia temuan yang sedang dicari-cari sejak lama. Kepala ini sangat ideal. Memenuhi segala persyaratan tentang apa yang sangat dibutuhkan negeri ini. Telah diselidiki dengan saksama, sorot matanya begitu memancarkan kewibawaan. Seseorang yang terpantul sinarnya, semua partikel kejelekan yang ada dalam tubuhnya menjadi sirna. Orang itu langsung menjadi kreatif. Dapat berusaha sendiri tanpa setiap hari membawa map masuk kantor keluar kantor ngemis jadi pegawai negeri. Dengan begitu, sorot mata yang berwibawa itu telah dapat menciptakan lapangan kerja dan membasmi pengangguran.

Embusan napasnya setara dengan sejuta mata sinso yang langsung dapat mengiris pepohonan dalam sejuta hektare hutan belantara seketika. Ini sangat menguntungkan eksploitasi produksi kayu karena berapa devisa yang dapat dihemat, kalau harus mengoperasi puluhan ribu begu setiap hari? Kalau dia menghirup, sekali teguk, satu danau bisa kering, laut bisa dikuras, dengan begitu para nelayan dapat menangkap ikan begitu saja, tak perlu cemas menghadapi topan dan gelombang. Rawa-rawa menjadi delta, bisa ditanami berpuluh juta petani dengan bibit unggul yang membahagiakan anak negeri.

Belum lagi kemampuan program yang tersimpan dalam jaringan otaknya. Kalau Einstein, Edison, Newton atau Stephen Hawkings sekalipun, maksimal 5 persen bagian otaknya saja yang mampu bekerja, setelah diselidiki di lab. ternyata reputasi otak kepala temuan kita ini sungguh luar biasa. Dia mampu menghadapi 77 masalah berskala besar sekali gus secara simultan dengan derap antisipasi dan solusi cumlaude.

Tak lupa, dalam akhir rekumendasinya, Desus yang terhormat menyimpulkan pasangan yang cocok dan ideal untuk Sang Kepala ini adalah penemunya sendiri, yang kini telah mendapat gelar Aksalinsor itu. Mereka telah menelitinya dengan cermat dan mengobservasinya di laboratorium, bahwa organ-organ tubuhnya memang unggul dan memiliki reputasi luar biasa pula. Kakinya memiliki tulang dan otot yang kuat dan pejal. Ini sangatlah menguntungkan dalam kondisi negeri kita yang seluruh jalan raya di kota-kotanya sudah terjebak kemacetan. Dalam keadaan begitu, apabila sedang dinas, beliau siap berjalan dan berlari tanpa lelah sepanjang hari, apalagi dia pun telah berpengalaman dan mengenal lekuk-liku kota ini sampai ke gang dan lorongnya yang terpencil dan terbecek sekalipun.

Kedua lengan dan jari-jemarinya pula, begitu terampil bekerja dan menyortir benda-benda yang ada dalam genggamannya. Dia dapat meraba dan mengenal sesuatu barang yang paling kecil dan sepele sekalipun, tanpa harus mengesampingkan apalagi membuangnya begitu saja. Dia tak segan-segan mengerjakan apa saja, siang dan malam, sehingga apa yang ada di depannya tak akan bersisa.

Apalagi nanti kepala itu sudah dilekatkan pula kepada pasangannya. Akan luar biasa. Dia tinggal mengangkat kedua lengannya saja, maka mengalirlah segala air kehidupan dari sana. Tak ada lagi air mata. Borok-borok dan segala penyakit yang mewabah dan membudaya disembuhkannya. Semuanya akan sirna. Inilah saatnya kita menikmati gemah ripah loh jinawi tata tenterem kerta raharja sebagaimana yang kita nyanyikan bersama itu.

Dengan upacara yang sangat khidmat, kepala itu pun diserah-terimakan kepada Pengetua Lela, ditutup dengan doa-doa. Tak lupa Sang Pengetua yang baru dilantik itu menyerahkan nilai yang telah disetujui bersama. Tapi upacara yang satu ini di bawah meja.

"Satu triliun untuk satu kepala?" suara itu lagi. Kini seperti bernyanyi mengiringi prosesi. Sepertinya ada bunyi musik yang mendayu-dayu, menyinggahi setiap anak telinga yang kedua helai daunnya masih terbuka.

Tiba-tiba Sang Empu tak dapat menahan hatinya, menembang menutup kisahnya di hadapan murid-muridnya tercinta, tentang sebuah wiracarita ketika Resi Bhisma maju ke medan laga membela tanah airnya dan kehausan di padang Kurusetra; lalu Arjuna melepas busurnya tepat di tengah kerongkongan yang sedang mendambakan seteguk air itu.

"Terima kasih, cucuku. Inilah yang aku tunggu-tunggu."

Entah apa maksudnya.
***

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest