Jumat, 13 Juni 2014

Polemik Kebudayaan Lesbumi

Judul: Lesbumi Strategi Politik Kebudayaan
Penulis: Choirotun Chisaan
Penerbit: LKiS, Yogyakarta
Cetakan: 1 (Maret) 2008
Tebal: 247+XVI Halaman
Peresensi: Matroni *
http://www.nu.or.id/


Lembaga Seniman dan Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi) merupakan lembaga kebudayaan yang berafiliasi dengan politik seperti partai Nahdlatul Ulama (NU) saat organisasi itu menjadi partai politik pada 1960-an.

Ketika NU memutuskan menjadi partai politik tersendiri, sangat baik, agar NU mempunyai peran di politik. Lahirnya Lesbumi dari rahim NU menunjukkan langkah maju dari NU, yang berarti berani mengambil perjuangan seni budaya sebagai bagian dari tanggung jawabnya meski di dalamnya banyak ‘duri’ yang belum selesai disapu atau dipertanyakan.

Ketika pertentangan politik semakin panas, semua kegiatan lembaga kebudayaan, antara pro dan kontra komunis, lebih berbau politik. Justru mereka yang tidak tergabung dalam lembaga kebudayaan yang memiliki sikap budaya yang jelas, seperti Manifesto Kebudayaan (Manikebu).

Menarik untuk direnungkan bahwa karya seni-budaya lembaga-lembaga seni budaya itu dipublikasikan melalui media massa masing-masing partai politik. Publikasi itu seringkali memicu “polemik” politik dalam wilayah kebudayaan. Pendapat umum mengatakan bahwa perdebatan mengenai seni-budaya di Indonesia yang dinilai cukup sengit pada masa itu, justru ditemukan pada tataran aliran, seperti perdebatan mengenai realisme sosialis dan humanisme universal. Antara Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) satu pihak dan para pencetus Manikebu di pihak lain.

Kenyataan itu sangat menarik, sebab, di satu sisi, Lesbumi merupakan unsur penting dalam paham Nasionalisme, Agama dan Komunisme (Nasakom), di samping Partai Nasionalis Indonesia (PNI) dan Partai Komunis Indonesia (PKI). Setidaknya, Lesbumi memiliki orientasi politik yang hampir sama dan senada dengan unsur-unsur yang ada dalam Nasakom, seperti LKN (PNI), atau Lekra (PKI).

Di satu sisi, secara kultural aktivis-aktivis Lesbumi, Asrul Sani, dan Usmar Ismail, pernah menjadi pemrakarsa utama, surat kepercayaan gelanggang yang muncul pada 1950. Surat kepercayaan gelanggang yang menjadi tongkat estafet sastrawan-seniman yang menamakan diri “Angkatan 45” inilah yang kemudian dipandang cikal-bakal paham humanisme-universal dalam kebudayaan Indonesia yang kemudian muncul sebagai “pewarna” dalam Manikebu.

Namun, di balik itu semua, ada wajah baru yang ingin diperdengarkan oleh Lesbumi di tengah riuhnya pertarungan aliran berkesenian pada masa-masa tersebut. Wajah lain itu akan tampak pada surat kepercayaan yang lahir pada 1966, surat yang juga diprakarsai Asrul Sani.

Karakter utama yang membedakan Lesbumi dari Lekra dan Manikebu adalah kentalnya warna “relijius” dalam produksi ekstrim antara kubu Lekra dan Manikebu. Pada titik ini, sebenarnya Lesbumi memberikan alternatif baru dalam berkesenian dengan memberikan tempat bagi unsur keagamaan (Islam) setara dengan kebudayaan melalui sebuah “kontestasi” seni-budaya ketimbang sebuah “pertarungan” politik. Sikap “tengah-tengah” (moderat) nampaknya coba diterima Lesbumi senada dengan garis ideologi Ahlussunnah wal Jamaah yang menjadi landasan politik keagamaan NU, organisasi induknya.

Lesbumi dianggap sebagai penanda kemodernan di tubuh NU. Modern di sini jika dilihat dari kacamata NU melalui Lesbumi yang sama sekali baru terhadap perkembangan seni-budaya. Jika dilihat dari para pendapat tokohnya, seperti, Djamaluddin Malik, Usman Ismail, dan Asrul Sani. Inilah bentuk apresiatif NU terhadap modernitas, terutama menyangkut relasi agama dan politik dalam konteks “kemusliman” melalui pendefinisian ulang terhadap seni-budaya “Islam”. Kemudian, mengapa Lesbumi seakan-akan lenyap dari wacana perbincangan sejarah seni-budaya dan politik di Indonesia. Inilah sebenarnya yang dijawab dalam buku ini, yaitu polemik kebudayaan Lesbumi yang terjadi pada kurun waktu 1950-1960.

Lahirnya Lesbumi tidak hanya counter-responses terhadap kedekatan Lekra dengan PKI yang dianggap selama ini diyakini banyak pihak. Lesbumi lahir justru harus dilihat dari dua sisi “momen historis” yang melingkupinya. Momen politik dan momen budaya. Momen politik adalah lahirnya Manifesto Politik pada 1959 oleh presiden Soekarno dan ideologisasi Nasakom dalam tata kehidupan sosial-politik. Sedangkan momen budaya adalah perlunya advokasi terhadap kelompok-kelompok seni-budaya dan kebutuhan akan modernisasi seni-budaya. Dari sinilah diperlukan pemaknaan ulang “agama” dalam konteks Indonesia yang sedang dalam proses nation-building, khususnya di bidang kebudayaan.

Lalu, di mana letak posisi seni-budaya pesantren yang tidak lain merupakan basis kultural Lesbumi NU, dalam konteks kebudayaan nasional? Dalam pandangan para tokoh Lesbumi, seni-budaya pesantren akan menemukan ruang tersendiri sosio-kulturalnya dalam pentas budaya nasional jika ia diapresiasi menggunakan bahasa kebudayaan, karena suatu fenomena yang sebelumnya tidak ditemukan termasuk seni-budaya dipandang tradisional, kolot, ke-Arab-Arab-an, dan tidak sejalan dengan modernitas.

Polemik Lesbumi dalam perjumpaan dengan kebudayaan di Indonesia ada sesuatu yang unik, dalam lintasan sejarah di mana tahapan tersebut dapat dirunut sejak awal NU berdiri pada 1926 sebagai organisasi pendidikan dan sosial-keagamaan. Perjumpaan itu terus berlangsung secara intensif dan terus-menerus seiring dengan perubahan NU yang menjadi gerakan politik pada 1952 hingga mencapai mementumnya pada 1960-an. Pada tahap ini, perjumpaan NU dengan gerakan kebudayaan di Indonesia mengalami proses formalisasi dan pelembagaan melalui pendirian Lesbumi.

Dalam catatan di atas Lesbumi mencari bentuk relasi agama seni dan politik, di mana sejak menarik diri dari Partai Masyumi, Partai NU terus berupaya memodernisasi dirinya. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, di awal penarikan diri, NU telah memiliki badan-badan otonom yang mencerminkan perhatiannya pada masalah pendidikan, dakwah, sosial, ekonomi, pertanian, perempuan, pemuda, dan buruh.

Lesbumi adalah salah satu bentuk yang menghimpun berbagai macam pelukis, bintang film, pemain pentas, dan sastrawan, di samping juga ulama yang memiliki latar belakang seni yang cukup baik. Inilah yang dianggap tidak menjaga martabat NU.

Seiring dengan perubahan kebudayaan pada 1950-1960 terjadi peristiwa penting yang menonjol dalam memandang kelahiran Lesbumi. Pertama, dikeluarkannya Manifesto Politik pada 1959 oleh Soekarno. Kedua, pengarusumutan Nasakom dalam tata kehidupan sosio-budaya dan politik Indonesia pada awal 1960-an. Ketiga, perkembangan Lekra pada 1950. Organisasi kebudayaan semakin mendekatkan diri dalam hubungan dengan PKI, baik secara kelembagaan maupun ideologis. Keempat, faktor eksternal tersebut yang melingkupi proses kelahiran Lesbumi. Pada satu sisi, kelahirannya memperhatikan momen politik kerena faktor-faktor eksternal yang melingkupi.

Di samping faktor eksternal, ada juga faktor internal. Pertama, kebutuhan akan pendampingan terhadap kelompok seni-budaya di lingkungan Nahdliyin. Kedua, kebutuhan akan modernisasi seni-budaya. Dengan mempertimbangkan faktor eskternal dan internal, sebagaimana dikemukakan di atas, momen historis kelahiran Lesbumi dipengaruhi dan tidak bisa dilepaskan begitu saja dari momen politik dan momen budaya.

Dalam konteks politik-kebudayaan Indonesia, kelahiran Lesbumi merupakan condition sine qua non bagi jalannya revolusi Indonesia yang menganut gagasan Nasakom Soekarno. Tapi, dalam spektrum yang luas, keniscayaan Lesbumi disebabkan, menurut Asrul, sebagai sebuah tantangan yang datang dari berbagai arah yang mengitari kaum muslimin.

*) Peresensi adalah Direktur Eksekutif Pustaka Monrea Banni dan Mahasiswa Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest