Jumat, 29 Juni 2012

Pergulatan Sastra Pesantren; Sebuah Harapan

M. Arwan Hamidi *
http://ind.lakpesdam-ponorogo.org/

Prof. Drewes, sarjana bahasa Jawa, Melayu dan Arab dari Leiden, dalam bukunya Javanese Poems Dealing wuth, or Atributed to the Stain of Bonang (1968), pernah mengkritik sangat tajam ahli antropologi dari Amerika, Clifrord Geertz mengenai pengamatannya tentang Islam di Jawa: “kalau kita membaca pengamatan Geertz mengenai Islam di Jawa, maka kita akan mendapat kesan seolah bangsa Jawa adalah bangsa yang buta huruf. Karya sastra Islam sama sekali tidak disebut: tidak satu kitab kuningpun yang disebut dan juga karya sastra Islam dalam bahasa Jawa dibaitkan secara total….” (Karel A. Steenbrink, 1988). Apa yang telah dikatakan Drewes tersebut, mungkin tidak berguna bagi orang yang tidak mengenal siapa Geetz sesungguhnya, dan apa kontribusinya terhadap pemetaan masayarakat Jawa. Akan tetapi, bagi mereka yang telah mengenal dan membaca –atau paling tidak mendengar namanya– karya-karyanya, baik yang masih dalam bentuk bahasa asing ataupun yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, mungkin memiliki arti dan makna tersendiri. Bagi masyarakat pesantren, mungkin tidak asing dengan istilah “santri,” “abangan” dan “priyai.” Dengan demikian, sebenarnya mereka dengan sendirinya juga telah mengenal Geertz, karena diakui ataupun tidak, Geertz-lah yang telah mendefinisikan ulang dan mempopulerkan istilah-istilah tersebut dalam studi Jawa di ranah internasional, meskipun ketiga istilah itu tidak serta-merta dipahami sebagaimana yang dipahami oleh Geertz sendiri (1960). Untuk sementara kita tinggalkan Geertz, kita kembali dengan perkataan Drewes. Ada baiknya, kita sejenak memperhatikan kata-katanya dan dibarengi dengan melihat kondisi kita hari ini.

Bagaimana selama ini kita memperlakukan “sastra” dalam tradisi pesantren? Bagaimana kita memandangnya? Seberapa besar perhatian kita pada aspek yang satu ini? Jawaban dari beberapa pertanyaan di atas, lamat-lamat telah kita miliki sebelum kita disodori pertanyaan-pertanyaan itu. Mungkin apa yang dikatakan oleh Drewes ada benarnya. Tidak hanya Greetz yang kurang memperhatikan sastra Islam pesantren, akan tetapi kritikan itu juga berlaku bagi kita. Masih sedikit dari kalangan kita sendiri yang memiliki perhatian terhadap tradisi sastra dalam konteks pesantren, baik masa lalu (sejarah) maupun sekarang. Dalam artian, tidak hanya pemeliharaan terhadap karya-karya sastra masa lalu yang telah ditulis leluhur kita, ataupun pengembangan tradisi sastra itu sendiri di hari ini. Padahal, sebagaimana yang diungkapkan Penyair asal Sumenep, Madura, Jatim, D Zawawi Imron, “sastra pesantren itu sesungguhnya telah hadir sejak masuknya Islam di Indonesia sekitar abad ke-12 sekaligus merupakan bagian tak terpisahkan dari sastra Indonesia” (Kompas Cyber Media, Rabu, 29 September 2004, www.kompas.com). Pada awal-awal masuknya Islam di Jawa, telah banyak karya sastra yang dihasilkan dari tradisi kita yang bisa diketemukan, seperti Serat Jatiswara, Serat Centhini, Serat Anbiya dan Tapel Adam. Yang sedikit banyak menggambarkan kehidupan pesantren, baik dari segi ajaran, perilaku, adat, budaya dan bahkan pergolakan yang terjadi di dalamnya –meskipun tidak sedikit para sarjana, baik dari Indonesia sendiri maupun dari Barat yang memperdebatkannya selama beberapa dekade, dan bahkan hingga hari ini (Karel A. Steenbrink, 1988). Yang sering kali karya-karya ini berubah statusnya, dari karya sastra menjadi sebuah mitologi. Suasana dan karakteristik pengembangan susastra semacam ini paling tidak terus subur berkembang hingga awal abad ke-19.

Pada fase selanjutnya mengalami kemerosotan dan kemunduran, hingga kira-kira sekitar akhir paruh pertama abad ke-20, di situ mulai bermunculan berbagai nama seperti Djamil Suherman, Mohammad Radjab, A.A. Navis, HAMKA dan Ki Pandji Kusmin. (Abdurrahman Wahid, 1973). Fase ini bisa dikatakan fase kebangkitan kembali sastra pesantren. Juga perlu dicatat, dalam fase ini paradigma yang digunakan telah banyak mengalami pergeseran dibandingkan fase sebelumnya, hal ini pada dasarnya dapat ditebak dengan mudah, yaitu adanya pengaruh modernisasi, yang diusung Belanda walaupun lewat kolonialisasinya. Karakteristik sastra pesantren dalam fase ini paling tidak dapat dibagi dalam dua kelompok besar, pertama, karya yang mengangkat pesantren hanya sebagai sebuah latar kehidupan, seperti karya HAMKA “Di Bawah Lindungan Ka’bah.” Dalam karya ini, HAMKA justru tidak menggambarkan –meminjam bahasa Gus Dur– “kejiwaan pesantren.” Walaupun yang dikemukakan adalah cerita berlatar belakang kehidupan beragama, tetapi tema pokoknya tidaklah demikian. Tema itu adalah mengenai kegagalan cinta dan usaha mengatasinya, dengan cara mengasingkan diri di Mekkah. Tema cinta adalah tema umum kemanusiaan, apapun latar belakangnya. Dalam hal ini karya HAMKA tersebut, menurut Gus Dur, mengingatkan kita pada pengorbanan tokoh utama karya Andre Gide, “La Porte Etroite,” dalam karya ini Alisa mengorbankan cintanya dengan jalan menjadi seorang biarawati. Kedua, karya yang bisa mengekplorasi “kejiwaan pesantren,” misalnya cerpen A.A. Navis “Robohnya Surau Kami,” yang menggambarkan fatalisme yang melanda kehidupan beragama, yang merupakan problematika khas pesantren (Ibid.).

Pada 1960-an muncul nama Syu’bah Asa, Fudoli Zaini dan beberapa nama yang bisa dianggap mewakili kaum santri. Pada tahun 1970-an muncul Emha Ainun Nadjib, protolan Pesantren Gontor dengan sajak-sajak religiusnya yang kental. Tahun 1980-an muncul K.H. Mustofa Bisri, Jamal D Rahman, Acep Zamzam Noor, Ahmad Syubbanuddin Alwy, Abidah El-Khaleiqy dan lain-lain. Kemudian pada tahun 1990-an tampil Mathori A Elwa, Hamdi Salad, Nasruddin Anshory, Kuswaidi Syafi’ie dan lain-lain. Karya-karya mereka pada umumnya diwarnai nafas Islam. Dilihat dari sisi bentuk dan isinya karya-karya sastrawan yang pernah belajar di pesantren itu tidak banyak berbeda dengan sastrawan-sastrawan muslim yang tidak pernah mondok di pesantren. Menurut D Zawawi Imron, tema-tema yang beraneka ragam yang mengarah pada luasnya cakrawala kahidupan, agaknya terus ditulis oleh para santri atau alumni pesantren sebagai sastrawan modern. Namun tema yang beraneka ragam itu tetap mengacu pada satu kesadaran, yaitu tauhid. Para sastrawan yang tidak pernah mengecap pendidikan pesantren, tapi punya kesadaran tauhid karyanya juga tidak berbeda dengan karya alumni pesantren. Berarti juga dapat dikatakan sejak era 60’an, sastra pesantren telah bisa memiliki ciri khas tersendiri dalam spektrum sastra Indonesia, walaupun ciri tersebut kadang-kadang masih kabur dan terkadang agak jelas. Setelah itu, di beberapa pesantren, seperti Sidogiri (Pasuruan), Al-Amien (Prenduan, Sumenep) dan pesantren Suci (Gresik) telah banyak menghasilkan santri yang menulis sastra. Karya mereka banyak yang dimuat media massa. Selain itu mereka juga menerbitkan buletin pesantren yang di dalamnya memuat karya sastra. Mungkin hal ini terjadi ketika di bidang politik kaum santri kurang berhasil, barangkali dengan sastra mereka bisa memberi sesuatu yang lain kepada masyarakat (Kompas Cyber Media, Rabu, 29 September 2004, www.kompas.com).

Jika apa yang dikatan oleh Zawawi Imron, karya-karya “sastra pesantren” memiliki ciri mengacu pada satu kesadaran, yaitu tauhid. Yang menarik di sini adalah ada beberapa karya sastra (pesantren) modern yang kadang sering dianggap paradoksal. Yaitu karya yang mungkin bagi sebagian orang bukan merupakan karya “sastra pesantren” tetapi lebih sebagai karya seorang santri. Yaitu karya Ahmad Tohari dengan trilogi Ronggeng Dukuh Paruk-nya, Geni Jora-nya Abidah El-Khaleiqy atau Kuda Ranjang karya penyair muda Binhad Nurrahmat. Menurut Syarif Hidayat Santoso karya para penyair “vulgar” seperti Binhan Nurrahmat, ataupun karya mbeling Abidah El-Khaleiqy yang getol mengingkari patriarkisme, harus pula disertakan dalam literatur “sastra pesantren” sebagaimana literatur sastra Islam klasik menyertakan karya Abu Nuwas (757-815) dan karya seorang sufi Omar Kayyam (w. 1132) yang terjerat skandal anggur dan cinta dalam setiap ekstase syairnya. “Erotika” pada karya Binhand, menurutnya, dapat disamakan dengan “mabuk anggurnya” Abu Nuwas atau puncak enjakulasi cintanya Omar Kayyam (Kompas, 29 Oktober 2005). Bagi penulis, tanpa harus susah-susah dan jauh-jauh mengkaitkan ketiga karya sastra pesantren tersebut dengan karya sartra Islam klasik, sebenarnya hal ini bukan merupakan barang baru bagi “sastra pesantren,” hal ini tampak pada perdebatan Serat Centini dan Serat Jatiswara, misalnya, yang dianggap bagi sebagian kalangan sebagai karya sastra pesantren yang “cabul,” meski belum ada kesepakatan yang bulat tentang hal ini (Karel A. Steenbrink, 1988).

Sampai di sini bisa kita lihat, bagaimana perjalanan “sastra pesantren” yang cukup dinamis dari waktu ke waktu yang terkadang terasa kontradiktif-paradoksal. Hingga menyulitkan kita untuk melakukan pememetaan dari berbagai kecenduran yang ada. Akan tetapi yang jelas, “dunia sastra pesantren” sebenarnya menyimpan kekayaan yang tidak dapat dinafikan pada peta sastra dunia. Meski demikian, menurut hemat penulis, sastra pesantren masih harus terus melakukan pencarian dalam pergulatan yang tidak pernah mengenal lelah, demi merengkuh nilai originalitas dan otentisitas. Mampukah? hanya sejarah yang akan membuktikannya.***

Wa fawqa kull dzî ‘ilm ‘alîm…

Ponorogo, 04 Desember 2005.

*) M. Arwan Hamidi (Alumnus Pon-Pes Al-Islam Joresan Ponorogo, Aktivis LAKPESDAM-NU Ponorogo).
Dijumput dari: http://ind.lakpesdam-ponorogo.org/2009/07/09/pergulatan-sastra-pesantren-sebuah-harapan/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest