Rabu, 04 April 2012

Arogansi Teks Dan Elaborasi Penakluk Ide: Sebuah Prolog Kegelisahan

Agus Sulton
http://sastra-indonesia.com/

Manusia adalah pencipta budaya, dan sosial sebagai kekuatan ambisi untuk proses berbudaya. Individualitas berfikir setidaknya mampu membentuk budaya, namun budaya sendiri akan mempengarui manusia terhadapa kepribadian seseorang. Keduanya sebagai akar relasi akomodatif, dalam artian saling menyesuaikan dan dapat berkembang selama manusianya tidak menafikan sejarah pendahulu, kamudian dikemas ke dunia kekinian. Sebab itulah, sejarah sebagai tiang kekuatan bangsanya bahwa bangsa tersebut dikatakan bangsa yang banyak menyimpang tradisi-berbudaya.

Dengan kata lain, keberadaan budaya sekarang adalah hasil perkembangan dari budaya tradisional. Sama seperti hasil kesusastraan kekinian, sebaliknya merupakan perpanjangan kesusastraan yang dibangung dari sastra kedaerahan. Mulai dari lingkungan kerajaan, keraton, kaum kromo daerah, sastra Melayu peranakan, dan sastra Indonesia modern. Yang pasti hasil karya itu sebagai rekaman akan zamannya, paling tidak cerminan deskriptif pribadi dari hasil kekuatan sosial yang mempengarui.

Sastra Indonesia modern sendiri berakar dari sastra Melayu (kesusastraan Indonesia lama). Pengetahuan segala kejadian yang terkait dengan sastra Melayu, baik beredar dari mulut atau bentuk tulis itulah yang dimaksud dengan sastra Indonesia lama. Sedangkan sejarah sastra Indonesia modern, penulis tidak sepatutnya mengupas secara keterkaitan, karena dalam buku yang banyak kita baca, sejarah sastra Indonesia banyak ditunggangi politik kepentingan-pemikiran korup dan kekuasaan kolonial yang gagap mengolah perubahan.

Meski begitu, perlulah dicamkan untuk lebih kritis dalam mengamati sejerah perkembangan sastra Indonesia secara objektif dan general. Pentingnya ini akan menghadirkan analisis dari beberapa pemikiran, baik berbentuk estetika penceritaan kekinian, simbolisme tokoh, sampai polemik kesusastraan dan beberapa aliran sastra yang dari tahun 80-an hingga sekarang menuai banyak perdebatan. Dalam sastra (puisi) sejauh ini juga menawarkan kebebasan, entah dalam pemilihan kata, model ekspresi, sampai menyelingkungi konvensi. Sampai-sampai terkadang kita linglung untuk memahami teks tersebut, karena banyaknya benturan benda-benda seolah tidak ada keterkaitan, dan fungsionalitas yang dapat membentuk struktur. Terkesan sok dianggap serius, walaupun penulisnya sendiri terkadang ”kowah-kowoh” untuk menafsirkan, malah membuatnya terjerambah pada kemandulan kreatifitas. Pola ini tak ubahnya kompetensi kegenitan, dianggap keblinger. Bisa jadi melacur kepincangan eksistensi dengan berbagai statemen kubangan.

Seakan-akan ada nuansa bentuk state of madness, yaitu bentuk-bentuk kegilaan histeria di mana hubungan realitas batin telah sirna dan pikiran manusia telah terpisah dari perasaan. Di samping itu, kemasan teks yang ditawarkan pengarang terkadang juga minim pengetahuan, sehingga berdampak pada pemaksaan ide yang dalam logika berfikir terkesan ”ngamplah” walaupun kegiatan intelektual pengarang melahirkan keindahan estetik, tetapi referent yang didapat-nya masih kering. Problematika inilah yang penulis perlu garis bawahi, pengarang seolah-olah ingin memberi wabah (propaganda;tulis) kepada pembaca, namun olah intelektualitasnya masih perlu dipertanyakan. Pemahamannya dirasa arogansi teks yang kebenaran dan kepastiannya salah kaprah, toh sebetulnya sastra indentik dengan fiksi namun fiksi yang terbentuk dari fakta realitas kamudian pengarang membumbui dengan teks-teks imajinatif.

Sehubungan dengan itu kita dapat menemukan beberapa bagian terkecil dari antologi puisi Aditya, seperti pada puisi

Manuskrip
:buat Wiasa Hestitama

seperti gamelan jawa yang asyik mendengkur di museum
ditinggal keraton-keraton tua pergi naik kereta
menuju stasiun-stasiun baru, yang disebut televisi
di mana Mpu Gandring atau Mahapatih Gajah Mada tak lagi kita jumpai
sejarah sudah bengkok, menyempal dari akar tua tradisi
menempuh jauh jalan tol, menghampiri kota-kota yang sok sibuk
mengurusi penggusuran lokalisasi untuk pelebaran industri
anjungkan panji-panji plastik: junkfood dan softdrink di barisan depan
meneriakkan yel-yel berbahaya:
hei kau anak muda, come on, come on, join us brother.
hei , apa itu ditanganmu, naskah kuno? manuskrip apa peta buta?
kok tidak bersampul, dimakan rayap, apa hebatnya sih?
itu bisa dibaca ya, terus buat apa? Jual sajalah
atau tukarkan sebotol bir di diskotik terdekat
”come on man, join us, let’s dance and drunk together…”
saudara, bukankah gong yang dulu pernah ditabuh moyang kita
gaungnya sampai di telinga Columbus, dan juga Vasco Da Gama.
pelayaran demi pelayaran, kapal-kapal tak dikenal begitu lancang
tanpa permisi menciumi pipi kepulauan ini abad demi abad
mereka cuma minta, cuma-cuma dan tak pernah membeli
itu artinya kita kaya, kaya raya, saudara!
ning nong ning gung – ning nong ning gung

Ngoro, 2011

Pada puisi yang berjudul “Manuskrip” jelas-jelas penulis mengganpnya naskah atau manuskrip sebagai suatu yang paling bernilai (an sich), akar sumber budaya, karena manuskrip adalah bukti otentik tradisi tulis nenek moyang kita. Bahkan Negara Malaysia banyak berburu naskah Melayu tidak lain sebagai kekuatan Negara, mereka banyak membeli naskah-naskah dari Masyarakat Sumatra, Kalimantan. Kelak mereka menginginkan bahwa Malaysia menjadi pusat sastra Melayu tua.

Meskipun manuskrip sebagai tongga kekuatan tradisi sejarah tulis, dan kekayaan intelektual bangsanya, namun kalau kita sedikit toreh puisi di atas bahwa kesemrawutan kota, modernisasi;

menempuh jauh jalan tol, menghampiri kota-kota yang sok sibuk
mengurusi penggusuran lokalisasi untuk pelebaran industri.

Tidak sepatutnya menjadikan pengaruh, korelasi antara manuskrip dan kemajuan zaman kemiskinan moral, hedonisme, termasuk jenis makanan dan minuman mengandung bahan kimia beracun untuk bunuh diri masal secara perlahan.

Sebenarnya diera modern seperti ini yang patut kita salahkan bukanlah diri kepribadian seseorang, kenapa mereka enggan untuk mempelajari gamelan, atau sekedar cinta dan merawat naskah-naskah nenek moyang kita. Tetapi salahkanlah pada pemerintah, dalam hal ini pihak pemegang sistem pendidikan nasional. Mereka mulai lincah dalam memojokkan pelajaran dan wawasan nuansa kedaerahan, berakibat pada minimnya pengetahuan budaya kedaerahan pada generasi kita, umumnya. Bahkan pihak Indonesiais (barat) yang peduli pada naskah-naskah kita, dan mereka hidup di lingkungan perkotaan, yang kebudayaan sudut kota banyak dipenuhi kesemrawutan kian beragam dan budaya hedonisme, terkadang atheis.

Kita tengok pakar-pakar peneliti naskah di Indonesia seperti, Cohen Struart, Gericke, Van der wolen, Van der tuuk, Kern, Gonda, Juynboll, Sellabear, Winstend, Van Ronkel, Raffles, Robson, Behrend, Crewfurd, dsb. Dan naskah-naskah kita banyak diburu dan diteliti oleh Negara lain, sedangkan Indonesia sendiri belum mampu untuk menghargai sumber budayanya sendiri. Indonesia saat ini hanya mampu berontak kolektif kalau budayanya diperkosa oleh negara tetangga. Sebenarnya kita sangat terharu oleh neraga Malaysia, Singapura, Brunai, Srilangka, Thailand, Mesir, Inggris, Jerman, Rusia, Austria, Hongaria, Swedia, Afrika Selatan, Belanda, Spanyol, Italia, Prancis, Amerika, dan Belgia mereka banyak peduli dan sebagai peneliti aktif naskah-naskah kita.

Sehingga tidak perlu arogan dalam mengungkap sebuah gagasan, sebuah kekuatan karya dapat diukur dari kekuatan teks itu sendiri. Semakin “blarah nang kawul-kawul” teks itu, semakin enggan pula pembaca untuk menggurui kesan dan pesan yang tersimpan dalam teks. Malah dianggapnya kubangan murahan dengan polesan estetis, tetapi teksnya kering eksperimentasi fakta struktural.

Memaknai hakikat berkarya pasti ada sisi kelebihan dan kekurangan. Namun kita patut berbangga diri karena cak genjus yang masih usia brondong sudah mampu menelorkan teks keterbukaan yang dibentuk berdasarkan kepiawaian pengarang dalam memanfaatkan bahasa sebagai media ungkap gagasan, termasuk melahirkan keindahan estetika-humoris sebagai alat wejangan sense humanitas. Hampir semua puisi cak genjus adalah sebuah kegelisahan, berak evaluatif pengarang selama bermigrasi dari beberapa warung kopi. Lagi-lagi teks dijadikan jalinan komunikasi, dan kemenyan simbol terselubung dengan memborong semangat kemanusiaan.

Kiranya, jika kita tengok filosofi puisi yang ditulis cak genjus merupakan puisi yang bertemakan sederhana sekecil atom, tetapi menyimpan elektron dan beberapa partikel zat, tetapi masih punya kepekaan konseptual pada elektron dan proton, yaitu kontruksi sosial. Coretan peristiwa warung kopi dijadikan dominasi (eksperimentasi) fakta sosial, keluh kesah kondisi maupun terkondisi terlilit sistem sekaligus keberpihakan dan budi pekerti mengajarkan untuk berbuat jujur tanpa ada rasa keserakahan.

Disadari atau tidak sepertinya mas genjus orang yang sudah piawai dalam membangung maupun mencipta ide. Dia mampu merekam setiap kejadian di warung kopi, entah warung itu dekat mesin ATM, stasiun, terminal, sampai ledokan tempat prostitusi. Warung bagi dia adalah markas objek sastra, menyimpan jeritan impian dari seorang rakyat kecil yang hari-hari bekerja sebagai buruh tani, tambal ban, jok sadel, pedagang sayur di pasar, pekerja seks, dsb. Sesekali mas genjus juga menggambarkan kebisingan kota yang dipenuhi ketimpangan, kepalsuan, materialistik, dan watak-watak pragmatis.

Bagaimanapun juga, semua persoalan di atas dalam antologi puisi ini adalah sebuah deskripsi dan kebenaran reflektif yang ada di masyarakat sekitar kita. Namun yang sebelumnya penulis tidak sangka bahwa mas genjus juga menyimpan kegelisahan diri pribadinya, baik masalah asmara, keluarga, dan kondisi sepi keuangan. Berdasarkan pembacaan penulis, antologi puisi ini adalah ”berak kegelisahan” pada persoalan pribadi, masyarakat, dan negara yang banyak dimunculkan dari orang-orang pinggiran (kurang beruntung secara materi). Yang pasti coret demi coret dalam antologi puisi mas genjus seperti membangun identitas resistensi-perlahan karena tumbuh dari kegelisahan kondisi, dengan maksud memperhalus nilai moral. Semoga

1) Asdi S. Dipodjojo, Kesusastraan Indonesia Lama Pada Zaman Pengaruh Islam (Yogyakarta: Lukman, 1986) hal. 4
2) Zainuddin Fananie dalam Sastra: Idiologi, Politik, Dan Kekuasaan. (Muhammadiyah Universitas Press, 2000: 22) Hal yang kasat mata dijadikan kekuatan tanpa menomorsatukan logika perfikir. Kata dijadikan kekuatan Sugestif, sehingga integrasi (kaitan) antar teks kurang bisa menawarkan gagasan yang inovatif disegala pihak, terkecuali.
*) Agus Sulton, Tinggal dan berkarya di Jombang.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest