Agus Sulton
http://sastra-indonesia.com/
Manusia adalah pencipta budaya, dan sosial sebagai kekuatan ambisi
untuk proses berbudaya. Individualitas berfikir setidaknya mampu
membentuk budaya, namun budaya sendiri akan mempengarui manusia
terhadapa kepribadian seseorang. Keduanya sebagai akar relasi
akomodatif, dalam artian saling menyesuaikan dan dapat berkembang selama
manusianya tidak menafikan sejarah pendahulu, kamudian dikemas ke dunia
kekinian. Sebab itulah, sejarah sebagai tiang kekuatan bangsanya bahwa
bangsa tersebut dikatakan bangsa yang banyak menyimpang
tradisi-berbudaya.
Dengan kata lain, keberadaan budaya sekarang adalah hasil
perkembangan dari budaya tradisional. Sama seperti hasil kesusastraan
kekinian, sebaliknya merupakan perpanjangan kesusastraan yang dibangung
dari sastra kedaerahan. Mulai dari lingkungan kerajaan, keraton, kaum
kromo daerah, sastra Melayu peranakan, dan sastra Indonesia modern. Yang
pasti hasil karya itu sebagai rekaman akan zamannya, paling tidak
cerminan deskriptif pribadi dari hasil kekuatan sosial yang mempengarui.
Sastra Indonesia modern sendiri berakar dari sastra Melayu
(kesusastraan Indonesia lama). Pengetahuan segala kejadian yang terkait
dengan sastra Melayu, baik beredar dari mulut atau bentuk tulis itulah
yang dimaksud dengan sastra Indonesia lama. Sedangkan sejarah sastra
Indonesia modern, penulis tidak sepatutnya mengupas secara keterkaitan,
karena dalam buku yang banyak kita baca, sejarah sastra Indonesia banyak
ditunggangi politik kepentingan-pemikiran korup dan kekuasaan kolonial
yang gagap mengolah perubahan.
Meski begitu, perlulah dicamkan untuk lebih kritis dalam mengamati
sejerah perkembangan sastra Indonesia secara objektif dan general.
Pentingnya ini akan menghadirkan analisis dari beberapa pemikiran, baik
berbentuk estetika penceritaan kekinian, simbolisme tokoh, sampai
polemik kesusastraan dan beberapa aliran sastra yang dari tahun 80-an
hingga sekarang menuai banyak perdebatan. Dalam sastra (puisi) sejauh
ini juga menawarkan kebebasan, entah dalam pemilihan kata, model
ekspresi, sampai menyelingkungi konvensi. Sampai-sampai terkadang kita
linglung untuk memahami teks tersebut, karena banyaknya benturan
benda-benda seolah tidak ada keterkaitan, dan fungsionalitas yang dapat
membentuk struktur. Terkesan sok dianggap serius, walaupun penulisnya
sendiri terkadang ”kowah-kowoh” untuk menafsirkan, malah membuatnya
terjerambah pada kemandulan kreatifitas. Pola ini tak ubahnya kompetensi
kegenitan, dianggap keblinger. Bisa jadi melacur kepincangan eksistensi
dengan berbagai statemen kubangan.
Seakan-akan ada nuansa bentuk state of madness, yaitu bentuk-bentuk
kegilaan histeria di mana hubungan realitas batin telah sirna dan
pikiran manusia telah terpisah dari perasaan. Di samping itu, kemasan
teks yang ditawarkan pengarang terkadang juga minim pengetahuan,
sehingga berdampak pada pemaksaan ide yang dalam logika berfikir
terkesan ”ngamplah” walaupun kegiatan intelektual pengarang melahirkan
keindahan estetik, tetapi referent yang didapat-nya masih kering.
Problematika inilah yang penulis perlu garis bawahi, pengarang
seolah-olah ingin memberi wabah (propaganda;tulis) kepada pembaca, namun
olah intelektualitasnya masih perlu dipertanyakan. Pemahamannya dirasa
arogansi teks yang kebenaran dan kepastiannya salah kaprah, toh
sebetulnya sastra indentik dengan fiksi namun fiksi yang terbentuk dari
fakta realitas kamudian pengarang membumbui dengan teks-teks imajinatif.
Sehubungan dengan itu kita dapat menemukan beberapa bagian terkecil dari antologi puisi Aditya, seperti pada puisi
Manuskrip
:buat Wiasa Hestitama
seperti gamelan jawa yang asyik mendengkur di museum
ditinggal keraton-keraton tua pergi naik kereta
menuju stasiun-stasiun baru, yang disebut televisi
di mana Mpu Gandring atau Mahapatih Gajah Mada tak lagi kita jumpai
sejarah sudah bengkok, menyempal dari akar tua tradisi
menempuh jauh jalan tol, menghampiri kota-kota yang sok sibuk
mengurusi penggusuran lokalisasi untuk pelebaran industri
anjungkan panji-panji plastik: junkfood dan softdrink di barisan depan
meneriakkan yel-yel berbahaya:
hei kau anak muda, come on, come on, join us brother.
hei , apa itu ditanganmu, naskah kuno? manuskrip apa peta buta?
kok tidak bersampul, dimakan rayap, apa hebatnya sih?
itu bisa dibaca ya, terus buat apa? Jual sajalah
atau tukarkan sebotol bir di diskotik terdekat
”come on man, join us, let’s dance and drunk together…”
saudara, bukankah gong yang dulu pernah ditabuh moyang kita
gaungnya sampai di telinga Columbus, dan juga Vasco Da Gama.
pelayaran demi pelayaran, kapal-kapal tak dikenal begitu lancang
tanpa permisi menciumi pipi kepulauan ini abad demi abad
mereka cuma minta, cuma-cuma dan tak pernah membeli
itu artinya kita kaya, kaya raya, saudara!
ning nong ning gung – ning nong ning gung
Ngoro, 2011
Pada puisi yang berjudul “Manuskrip” jelas-jelas penulis mengganpnya
naskah atau manuskrip sebagai suatu yang paling bernilai (an sich), akar
sumber budaya, karena manuskrip adalah bukti otentik tradisi tulis
nenek moyang kita. Bahkan Negara Malaysia banyak berburu naskah Melayu
tidak lain sebagai kekuatan Negara, mereka banyak membeli naskah-naskah
dari Masyarakat Sumatra, Kalimantan. Kelak mereka menginginkan bahwa
Malaysia menjadi pusat sastra Melayu tua.
Meskipun manuskrip sebagai tongga kekuatan tradisi sejarah tulis, dan
kekayaan intelektual bangsanya, namun kalau kita sedikit toreh puisi di
atas bahwa kesemrawutan kota, modernisasi;
menempuh jauh jalan tol, menghampiri kota-kota yang sok sibuk
mengurusi penggusuran lokalisasi untuk pelebaran industri.
Tidak sepatutnya menjadikan pengaruh, korelasi antara manuskrip dan
kemajuan zaman kemiskinan moral, hedonisme, termasuk jenis makanan dan
minuman mengandung bahan kimia beracun untuk bunuh diri masal secara
perlahan.
Sebenarnya diera modern seperti ini yang patut kita salahkan bukanlah
diri kepribadian seseorang, kenapa mereka enggan untuk mempelajari
gamelan, atau sekedar cinta dan merawat naskah-naskah nenek moyang kita.
Tetapi salahkanlah pada pemerintah, dalam hal ini pihak pemegang sistem
pendidikan nasional. Mereka mulai lincah dalam memojokkan pelajaran dan
wawasan nuansa kedaerahan, berakibat pada minimnya pengetahuan budaya
kedaerahan pada generasi kita, umumnya. Bahkan pihak Indonesiais (barat)
yang peduli pada naskah-naskah kita, dan mereka hidup di lingkungan
perkotaan, yang kebudayaan sudut kota banyak dipenuhi kesemrawutan kian
beragam dan budaya hedonisme, terkadang atheis.
Kita tengok pakar-pakar peneliti naskah di Indonesia seperti, Cohen
Struart, Gericke, Van der wolen, Van der tuuk, Kern, Gonda, Juynboll,
Sellabear, Winstend, Van Ronkel, Raffles, Robson, Behrend, Crewfurd,
dsb. Dan naskah-naskah kita banyak diburu dan diteliti oleh Negara lain,
sedangkan Indonesia sendiri belum mampu untuk menghargai sumber
budayanya sendiri. Indonesia saat ini hanya mampu berontak kolektif
kalau budayanya diperkosa oleh negara tetangga. Sebenarnya kita sangat
terharu oleh neraga Malaysia, Singapura, Brunai, Srilangka, Thailand,
Mesir, Inggris, Jerman, Rusia, Austria, Hongaria, Swedia, Afrika
Selatan, Belanda, Spanyol, Italia, Prancis, Amerika, dan Belgia mereka
banyak peduli dan sebagai peneliti aktif naskah-naskah kita.
Sehingga tidak perlu arogan dalam mengungkap sebuah gagasan, sebuah
kekuatan karya dapat diukur dari kekuatan teks itu sendiri. Semakin
“blarah nang kawul-kawul” teks itu, semakin enggan pula pembaca untuk
menggurui kesan dan pesan yang tersimpan dalam teks. Malah dianggapnya
kubangan murahan dengan polesan estetis, tetapi teksnya kering
eksperimentasi fakta struktural.
Memaknai hakikat berkarya pasti ada sisi kelebihan dan kekurangan.
Namun kita patut berbangga diri karena cak genjus yang masih usia
brondong sudah mampu menelorkan teks keterbukaan yang dibentuk
berdasarkan kepiawaian pengarang dalam memanfaatkan bahasa sebagai media
ungkap gagasan, termasuk melahirkan keindahan estetika-humoris sebagai
alat wejangan sense humanitas. Hampir semua puisi cak genjus adalah
sebuah kegelisahan, berak evaluatif pengarang selama bermigrasi dari
beberapa warung kopi. Lagi-lagi teks dijadikan jalinan komunikasi, dan
kemenyan simbol terselubung dengan memborong semangat kemanusiaan.
Kiranya, jika kita tengok filosofi puisi yang ditulis cak genjus
merupakan puisi yang bertemakan sederhana sekecil atom, tetapi menyimpan
elektron dan beberapa partikel zat, tetapi masih punya kepekaan
konseptual pada elektron dan proton, yaitu kontruksi sosial. Coretan
peristiwa warung kopi dijadikan dominasi (eksperimentasi) fakta sosial,
keluh kesah kondisi maupun terkondisi terlilit sistem sekaligus
keberpihakan dan budi pekerti mengajarkan untuk berbuat jujur tanpa ada
rasa keserakahan.
Disadari atau tidak sepertinya mas genjus orang yang sudah piawai
dalam membangung maupun mencipta ide. Dia mampu merekam setiap kejadian
di warung kopi, entah warung itu dekat mesin ATM, stasiun, terminal,
sampai ledokan tempat prostitusi. Warung bagi dia adalah markas objek
sastra, menyimpan jeritan impian dari seorang rakyat kecil yang
hari-hari bekerja sebagai buruh tani, tambal ban, jok sadel, pedagang
sayur di pasar, pekerja seks, dsb. Sesekali mas genjus juga
menggambarkan kebisingan kota yang dipenuhi ketimpangan, kepalsuan,
materialistik, dan watak-watak pragmatis.
Bagaimanapun juga, semua persoalan di atas dalam antologi puisi ini
adalah sebuah deskripsi dan kebenaran reflektif yang ada di masyarakat
sekitar kita. Namun yang sebelumnya penulis tidak sangka bahwa mas
genjus juga menyimpan kegelisahan diri pribadinya, baik masalah asmara,
keluarga, dan kondisi sepi keuangan. Berdasarkan pembacaan penulis,
antologi puisi ini adalah ”berak kegelisahan” pada persoalan pribadi,
masyarakat, dan negara yang banyak dimunculkan dari orang-orang
pinggiran (kurang beruntung secara materi). Yang pasti coret demi coret
dalam antologi puisi mas genjus seperti membangun identitas
resistensi-perlahan karena tumbuh dari kegelisahan kondisi, dengan
maksud memperhalus nilai moral. Semoga
1) Asdi S. Dipodjojo, Kesusastraan Indonesia Lama Pada Zaman Pengaruh Islam (Yogyakarta: Lukman, 1986) hal. 4
2) Zainuddin Fananie dalam Sastra: Idiologi, Politik, Dan Kekuasaan.
(Muhammadiyah Universitas Press, 2000: 22) Hal yang kasat mata dijadikan
kekuatan tanpa menomorsatukan logika perfikir. Kata dijadikan kekuatan
Sugestif, sehingga integrasi (kaitan) antar teks kurang bisa menawarkan
gagasan yang inovatif disegala pihak, terkecuali.
*) Agus Sulton, Tinggal dan berkarya di Jombang.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Ginandjar Wiludjeng
A. Junianto
A. Kurnia
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.S Laksana
A’yat Khalili
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Razak
Abdul Rosyid
Abdul Wahab
Abdurrahman Wahid
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adam Chiefni
Ade P. Nasution
Adhitia Armitriant
Adi Prasetyo
Adrizas
AF. Tuasikal
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Baso
Ahmad Faishal
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Naufel
Ahmad Rofiq
Ahmad S. Zahari
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ainul Fiah
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Alex R. Nainggolan
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Almania Rohmah
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aminah
Aminullah HA.Noor
Amir Sutaarga
Anam Rahus
Anata Siregar
Andari Karina Anom
Andina Dwifatma
Andong Buku #3
Andre Mediansyah
Andri Awan
Anett Tapai
Anggie Melianna
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Wahyudi
Anwar Nuris
Ardi Bramantyo
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arief Joko Wicaksono
Arief Junianto
Ariera
Arif Bagus Prasetyo
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Asmaul Fauziyah
Asti Musman
Atafras
Awalludin GD Mualif
Ayu Wulan Sari
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Camelia Mafaza
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Zaini Ahmad
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Daisuke Miyoshi
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Danusantoso
Dareen Tatour
Darju Prasetya
David Kuncara
Denny Mizhar
Denza Perdana
Desi Sommalia Gustina
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewi Indah Sari
Dewi Susme
Dian Sukarno
Didik Harianto
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur
Dipo Handoko
Diyah Errita Damayanti
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddy Wisnu Pribadi
Dody Kristianto
Dody Yan Masfa
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi SS MHum
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Wiyana
Dyah Ratna Meta Novia
Dyah Sulistyorini
Ecep Heryadi
Eddy Pranata PNP
Edeng Syamsul Ma’arif
Eep Saefulloh Fatah
EH Kartanegara
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Hendri Saiful
Eko Windarto
Elnisya Mahendra
Elva Lestary
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Sulwesi
Endo Suanda
Eppril Wulaningtyas R
Esai
Evan Ys
F. Moses
F. Rahardi
Fadlillah Malin Sutan
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fanny Chotimah
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Febby Fortinella Rusmoyo
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Gabriel Garcia Marquez
Galang Ari P.
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gandra Gupta
Ganug Nugroho Adi
Gerson Poyk
Ghassan Kanafani
Gita Nuari
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunoto Saparie
H.B. Jassin
Habibullah
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Hardi
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Aspahani
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
HE. Benyamine
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Herman RN
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Nugroho
Hikmat Gumelar
HL Renjis Magalah
Hudan Nur
Hujuala Rika Ayu
Huminca Sinaga
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ira Puspitaningsih
Irfan Budiman
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Zulkarnain
Ismail Marzuki
Iva Titin Shovia
Iwan Kurniawan
Jabbar Abdullah
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D. Rahman
Jamal T. Suryanata
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
JILFest 2008
Jody Setiawan
Johan Edy Raharjo
Johannes Sugianto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Juan Kromen
Julika Hasanah
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Ka’bati
Karanggeneng
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Keith Foulcher
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khansa Arifah Adila
Khoirul Inayah
Khoirul Rosyadi
Khudori Husnan
Ki Ompong Sudarsono
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
L.N. Idayanie
Laili Rahmawati
Lamongan
Lan Fang
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lely Yuana
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Liestyo Ambarwati Khohar
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lucia Idayanie
Lukman A Sya
Lutfiah
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Ismail
M Thobroni
M. Afifuddin
M. Arwan Hamidi
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Luthfi Aziz
M. Nurdin
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.S. Nugroho
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahmud Syaltut Usfa
Mahmudi Arif Dahlan
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Martin Aleida
Maruli Tobing
Mas Ruscita
Mashuri
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni Muserang
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mia Arista
Mia El Zahra
Mikael Johani
Misbahus Surur
Misran
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
Much. Khoiri
Muh. Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun
Muhammadun AS
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mukti Sutarman Espe
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Munawir Aziz
Musfarayani
Musfi Efrizal
Nafisatul Husniah
Nandang Darana
Naskah Teater
Nelson Alwi
Ni Made Purnamasari
Nikmatus Sholikhah
Nina Herlina Lubis
Nina Susilo
Ning Elia
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel-novel berbahasa Jawa
Novelet
Nunuy Nurhayati
Nur Azizah
Nur Hamzah
Nur Kholiq
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Aini
Nurul Anam
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Okty Budiati
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso H.N.
Pagan Press
Pagelaran Musim Tandur
Palupi Panca Astuti
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Petrus Nandi
Politik
Politik Sastra
Pradana Boy ZTF
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pringadi AS
Prof Dr Fabiola D. Kurnia
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Puji Tyasari
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
Purnawan Kristanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang Group
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Ng. Ronggowarsito
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmat Kemat Hidayatullah
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rasanrasan Boengaketji
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Resensi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Ririe Rengganis
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rusmanadi
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saiful Amin Ghofur
Saiful Anam
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman S. Yoga
Samsudin Adlawi
Samsul Anam
Sanggar Lukis Alam
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang KSII
Santi Puji Rahayu
Sapardi Djoko Damono
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastra Jawa Timur
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
SelaSastra Boenga Ketjil #33
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputra
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soegiharto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sri Weni
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudirman
Sugi Lanus
Sukron Ma’mun
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaf Anton Wr
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syarif Wadja Bae
Sylvianita Widyawati
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie (1961-2019)
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tia Setiadi
Tirto Suwondo
Tita Tjindarbumi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tosa Poetra
Tri Nurdianingsih
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulul Azmiyati
Umar Fauzi
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Utari Tri Prestianti
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wan Anwar
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wina Bojonegoro
Wita Lestari
Wong Wing King
Wowok Hesti Prabowo
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanusa Nugroho
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopi Setia Umbara
Yudhi Herwibowo
Yudi Latif
Yusri Fajar
Yusuf Ariel Hakim
Yuval Noah Harari
Zacky Khairul Uman
Zainuddin Sugendal
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zed Abidien
Zehan Zareez
Zhaenal Fanani
Zubaidi Khan
Zuniest
Tidak ada komentar:
Posting Komentar