Sabtu, 31 Maret 2012

Festival Penulis Tanpa Penulis

Eka Kurniawan *
Kompas, 07 Okt 2007

DALAM buku esai terbarunya, The Curtain, Milan Kundera menyinggung perihal sastra dunia (atau dalam istilah Goethe, Die Weltliteratur) dengan mengatakan: “Tidak, percayalah, tak akan ada yang mengenal Kafka saat ini—tak seorang pun—jika ia tetap menjadi seorang Ceko.”

Konteks pernyataannya tersebut adalah meski Franz Kafka seorang Yahudi dan menulis serta tinggal di Ceko, pada kenyataannya Kafka dikenal sebagai penulis Jerman. Menurut Kundera, hanya karena menulis dalam bahasa Jerman dan kemudian diperkenalkan sebagai penulis Jerman, Kafka bisa kita kenal sekarang ini.
Saya membaca buku esai itu di tengah-tengah acara Ubud Writers & Readers Festival (UWRF) yang baru saja berakhir, 25-30 September 2007 di Ubud, Bali. Datang sebagai seorang penonton biasa, saya serasa menemukan konteks esai tersebut dalam acara festival ini. Menurut Kundera, bangsa yang memiliki tradisi kesusastraan besar cenderung tak melihat konteks sastra dunia sebab mereka merasa tradisi sastranya telah mencukupi. Bangsa dengan tradisi kesusastraan kecil juga berlaku sama dengan alasan yang terbalik: mereka melihat sastra dunia sebagai sesuatu yang asing, dan karenanya menjadi defensif, hanya hidup dalam tradisinya sendiri. Di UWRF, kenyataan tersebut tampak, meskipun dialog antartradisi tetap dilakukan oleh para peserta.

Saya datang pertama kali ke UWRF dua tahun lalu (1995) sebagai peserta. Acara tahun itu dihadiri antara lain oleh Amitav Ghosh, yang dikenal melalui novel The Glass Palace, sebuah novel “Asia” karena berkisah mengenai pergolakan di Burma, melebar ke Malaya dan India, tetapi ditulis dalam bahasa Inggris. Juga hadir penulis yang dikenal melalui novel (terutama setelah diangkat ke layar lebar oleh Hollywood) The English Patient, Michael Ondaatje.

Tahun ini Ubud kembali kedatangan penulis mencorong lainnya: Kiran Desai. Melalui novelnya, The Inheritance of Loss, penulis India yang menghabiskan waktunya antara India dan New York ini baru saja memperoleh The Man Booker Prize. Kiran Desai berbagi kisah mengenai sulitnya menembus penerbitan internasional dan mengaku, novelnya tersebut ditolak oleh editor di New York. Namun, setelah diterbitkan (tentu melalui editor lain), apalagi setelah memperoleh penghargaan dan kemudian menjadi international best seller, editor yang sama berkilah, “Naskah yang kubaca berbeda dengan naskah yang kamu terbitkan.” Padahal kenyataannya itu naskah yang sama!

Secara umum UWRF memang menyenangkan bagi seorang penulis dan penggemar sastra, dan bisa dikatakan memang “berkelas dunia”. Bahkan majalah Harper’s Bazaar UK menyebutnya sebagai “One of the six best literary festival in the world.” Sangat menyedihkan kenyataannya, festival sebesar ini tak banyak dihadiri oleh para penulis dalam negeri kita. Sebagian besar penulis yang ada di sana adalah peserta yang memang harus mengisi sesi acara. Bahkan penulis dari Bali sendiri, di luar pengisi sesi acara, tak akan lebih dari hitungan jari tangan jumlahnya.

Ada apakah dengan penulis Indonesia? Apakah mereka merasa memiliki tradisi kesusastraan yang besar, sehingga merasa tak perlu untuk bergaul dengan kesusastraan di luar dirinya? Dengan kata lain, merasa telah cukup memiliki (misalnya) penyair serupa Amir Hamzah, Chairil Anwar hingga yang terkini, Joko Pinurbo? Ataukah kesusastraan Indonesia demikian kecilnya, sehingga para penulisnya menjadi defensif dan menganggap kesusastraan di luar dirinya tak memiliki relevansi apa pun dengan kehidupan di Indonesia? Menjadikan sastra dunia sebagai sesuatu yang tak terjangkau, atau bahkan “menyeramkan”?

Bagi saya sendiri, sejujurnya lebih cenderung mengakui tradisi kesusastraan kita memang kecil, meskipun harus diakui ada ratusan juta (calon) pembaca serta sejarah literatur yang panjang. Jika ada yang menganggap tradisi kesusastraan Indonesia sebagai sesuatu yang besar, bisa dikatakan sebagai upaya membesar-besarkan diri, barangkali disebabkan ketidaktahuan (atau keengganan) untuk menyadari ada yang lebih besar. Namun, bukan berarti itu bisa menjadi alasan bersikap defensif, menganggap sastra lain sebagai yang asing dan tak terjangkau, tak berpijak kepada kenyataan masyarakat sastranya.

Bagaimana menjelaskan karya-karya Pramoedya Ananta Toer tanpa mengakui keberadaan karya-karya Maxim Gorki atau John Steinbeck, misalnya? Bagaimana pula menjelaskan karya-karya Iwan Simatupang, tanpa menyimak sejarah eksistensialisme di Prancis?

Jelas kita bukan penganut xenophobia. Kita menerima tradisi yang berbeda-beda secara terbuka, jika tak bisa dikatakan liberal. Namun harus diakui, masih banyak penulis yang mengatakan, “Mengapa kita harus mempergunakan teori-teori sastra barat, mengapa tidak menciptakan teori sendiri? Kenapa harus mengutip pendapat penulis asing?” Menggantungkan segala sesuatu kepada tradisi sastra besar (yang notabene asing) memang keterlaluan, tetapi menutup diri juga sama keterlaluannya.

Melalui UWRF, sebenarnya terbuka untuk membawa kita ke sebuah pergaulan yang kosmopolitan. Selain UWRF, memang ada satu atau dua festival lain yang mengklaim sebagai festival sastra internasional meskipun yang dimaksud internasional baru sebatas menghadirkan penulis dari beberapa negara; dengan penulis yang nyaris sungguh-sungguh tak dikenal. UWRF melangkah lebih maju, berani menghadirkan penulis-penulis yang bisa kita katakan “papan atas” untuk kesusastraan dunia kontemporer. Siapa yang lebih pantas untuk dihadirkan selain Kiran Desai di hari-hari ini, misalnya? Tentu saja kita berharap ada banyak penulis sekelasnya bisa dihadirkan pada tahun-tahun mendatang.

Permasalahannya, kembali bagaimana festival yang sangat baik ini, dengan kehadiran penulis-penulis dunianya, bisa merangsang iklim kreativitas bagi kesusastraan Indonesia. Untuk hal ini, tampaknya harapan tersebut masih bagaikan mimpi. Pertama, tentu saja minimnya kehadiran penulis Indonesia (di luar pengisi sesi acara) di acara tersebut. Kedua, tampaknya panitia festival memang tidak memaksudkan festival ini sebagai ajang bagi publik kesusastraan Indonesia.

Sudah agak menjadi “rahasia umum” kalau festival ini memang lebih kental aroma turismenya. Promosi acara ini jauh lebih mudah ditemukan di kantong-kantong pariwisata daripada di kantong-kantong kesusastraan atau kebudayaan. Diskusi-diskusi kesusastraan sebagian besar dilaksanakan di restoran dan bukan di kantong kebudayaan. Tidak mengherankan jika hampir seratus persen pengunjung yang memadati venue festival adalah turis, atau paling tidak, ekspatriat.

Kehadiran Kiran Desai, pada akhirnya tak bermakna apa-apa untuk kesusastraan Indonesia. Hampir seluruh pengunjung sesi acara Kiran Desai merupakan turis. Ini berlaku pula untuk sesi-sesi acara yang lain.

Itu bukan hal yang salah, tentu saja. Bisa menjadikan sebuah peristiwa kesusastraan sebagai magnet untuk mendatangkan turis (apalagi turis asing yang membawa devisa), tentu luar biasa. Orang datang ke Ubud, Bali, tak hanya untuk melihat pegunungan yang sejuk, kebudayaan masyarakat sekitar, tetapi juga berjumpa penulis kelas dunia. Sekarang yang terpenting, bagaimana menjadikan festival ini tak melulu sebagai kegiatan “pariwisata”, tetapi secara adil, juga bisa menjadi peristiwa “kesusastraan”.

Dengan demikian, untuk tahun-tahun yang akan datang, UWRF tak hanya menjadi tempat berkumpul turis, tetapi juga menjadi rendez-vous bagi para penulis Indonesia, atau paling tidak penulis Bali, tanpa menunggu menjadi “undangan”. Sebuah tempat di mana kesusastraan Indonesia bergaul secara kosmopolit dengan berbagai tradisi di luar dirinya, dan tak melulu disibukkan oleh keributan antara satu kelompok kesusastraan dan kelompok kesusastraan lainnya, apalagi kalau yang diributkan tak ada hubungannya dengan kesusastraan.

Kerja keras untuk panitia dan tentu juga para penulis Indonesia untuk mau lebih bergaul. Sambil berharap festival serupa juga bisa dilaksanakan di tempat lain: Jakarta, Yogyakarta, Riau, atau Makassar.

*) Eka Kurniawan, Penulis
Dijumput dari: http://cabiklunik.blogspot.com/2007/10/festival-penulis-tanpa-penulis.html

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest