Senin, 27 Februari 2012

Gus Mus, Puisi, dan Politik

M Thobroni *
http://www.republika.co.id/

KH Ahmad Mustofa Bisri alias Gus Mus, selain kiai, adalah seniman, pengarang, dan aktif di berbagai kegiatan sosial dan keagamaan. Juga, pernah menjadi anggota dewan. Beragam kegiatan ini memberi implikasi unik dalam ziarah kreatifnya. Ia bertegur sapa dengan realitas sosiologis dan psikologis tertentu. Maka, menarik menilik bagaimana warna puisi Gus Mus terkait momentum Pemilu 2009 kini. Dibandingkan Taufik Ismail, puisi politik Gus Mus memiliki corak khas berlatar pesantren dan tradisi pesisir.

Gus Mus telah muncul ke publik sastra Indonesia sejak era 1980-an ketika pulang dari Mesir melalui Kumpulan Puisi Balsem Ohoi. Kini, telah banyak karya dilahirkan, fiksi ataupun nonfiksi. Seperti Ohoi, Kumpul an Puisi Balsem, Tadarus, dan Negeri Daging, Lukisan Kaligrafi, dan sebagainya. Bagaimana Gus Mus bicara politik, khususnya pemilu dan kampanye? Tentu, puisi bagi Gus Mus tak sekadar hiburan, tetapi juga taushiyah sekaligus medan advokasi bagi umat. Bagi Gus Mus, barangkali, kritik terhadap penguasa, rakyat, atau dirinya sendiri ialah tanda cinta, bukan kebencian. Simak kritik Gus Mus tentang kampanye politik dalam “Jangan Berpidato”: Jangan berpidato! Kata-katamu yang paling bijak/ Hanyalah bedak murah yang tak sanggup lagi/ Menutupi korengborok- kurap-kudis-panu-mu.

Gus Mus mengecam perilaku pejabat yang suka kampanye untuk menutup kebobrokan. Ada kamuflase di balik retorika. Elite gemar memanipulasi rakyat dan melakukan penyimpangan. Gema cinta Gus Mus terpasang di puisi pamflet, seperti demonstran yang meng gemakan suara cinta untuk seluruh bangsa.

Cara bicara pejabat sering terdengar indah memukau. Penuh retorika dan bunga bahasa. Justru itu dapat mengecoh kesadaran rakyat. Bertahun-tahun rakyat ditipu, lalu diabaikan. Gus Mus seperti ingin menyapa cinta kepada penguasa. Gus Mus cinta rakyat dan juga penguasa. Karena itu, penguasa harus diluruskan agar tidak terjerumus penyimpangan dan agar penguasa berbuat baik, menjaga moral, menegakkan hukum, dan seterusnya. Gus Mus geram ketika cinta telah di khianati. Penguasa yang seharusnya mencintai rakyat justru berkhianat dan meninggalkan kepentingan rakyat.

Nada geram itu, misalnya, juga terdengar dari puisi “Anonim”, Siapa yang bersedia menyerahkan lubang telinga/ Untuk kau jejali rongsokan huruf dan kata-kata?/ Siapa?/ Kenapa kau tak menoleh sekejap saja?.

Melalui puisi, Gus Mus menyorot hobi penguasa yang banyak bicara dibandingkan bekerja. Penguasa lebih suka ngomong daripada realisasi janji. Ucapan dan tindakan yang tak sinkron itu membuat rakyat muak. Lewat puisi, Gus Mus berteriak: “siapa yang bersedia menyerahkan lubang telinga”. Itulah lukisan ke geraman rakyat. Rakyat kian cuek kepada penguasa. Tak salah bila muncul fenomena golput. Penguasa perlu merenungkan kondisi rakyat yang dilanda kesulitan. Tidak seharusnya hanya menuntut rakyat. Justru, penguasa harus peduli rakyat dengan merumuskan dan menjalankan kebijakan yang berpihak kepada mereka. Itulah bukti cinta penguasa kepada rakyat. Pada puisi “Mantan Rakyat”, Gus Mus menyindir perilaku calon legislatif atau anggota legislatif, Mantan rakyat bertemu rakyat/ Berbicara atas nama rakyat demi rakyat/ Dan rakyat pun saling bertanya/ Apakah dia pernah jadi rakyat?

Puisi Gus Mus mengirim kritik pedas kepada mereka yang hobi memanipulasi rakyat. Semua kebijakan dikatakan demi rakyat, padahal untuk kepentingan golongan dan diri sendiri. Mereka menjual rakyat. Penguasa bilang cinta rakyat, tetapi justru menindasnya. Yang dilakukan bukannya membuktikan rasa cinta, tetapi menebar kebencian dan dendam di hati rakyat. Rakyat hanya dikirim penderitaan dan kesengsaraan.

Puisi Gus Mus menjadi penyambung lidah rakyat. Inilah suara rakyat. Suara rakyat adalah suara tuhan. Suara rakyat tulus penuh cinta. Mereka merasakan langsung dampak perilaku penguasa. Saat pemilu, rakyat dibutuhkan, diiming-imingi ‘mawar merah’. Calon penguasa datang dengan senyum merekah, membawa buah tangan, dan segenap janji gombal. Setelah jadi penguasa, mereka abai dan berkhianat. Maka, lewat puisi, Gus Mus menggugat: apakah para penguasa itu pernah menjadi rakyat? Kok, mereka mengaku atas nama dan demi rakyat? Bila pernah jadi rakyat, mengapa kebijakan dan perilakunya jauh dari mencintai rakyat?

Keprihatinan memuncak terlihat dalam proses penegakan hukum di Indonesia. Maka, puisi Gus Mus berjudul “Keadilan” cukup bicara pendek: hampir tertangkap mimpi.

Panggung hukum dan peradilan belum menjadi ruang penegakan keadilan. Hukum masih berpihak kepada yang kuat dan kuasa. Rakyat kecil sering menjadi korban, kambing hitam, dan martir politik. “Hampir tertangkap mimpi,” itulah ungkapan pendek puisi Gus Mus.. Ada nada pesimis, sekaligus skeptis. Namun, menyimpan makna mendalam. Sindiran menyentil dan pendek, namun menggugah. Menegakan hukum itu tidak perlu banyak bicara, tetapi praktik nyata dan bukan hanya retorika.

Kita menyaksikan, diskriminasi terjadi dalam penegakan hukum. Seorang pencuri ayam dihajar massa hingga mati. Sementara itu, koruptor uang negara yang miliaran, bahkan triliunan rupiah lolos jerat hukum. Tragisnya, di penjara diberi fasilitas megah dan mewah.

Kritik keras Gus Mus lewat puisi menunjukkan karakter kepenyairan Gus Mus. Selain pesantren, landas tumpu ziarah kreatif Gus Mus adalah masyarakat. Ketika menjadi kiai, budayawan, pegiat sosial, dan sebagainya, ia bertegur sapa secara langsung dengan rakyat kecil. Menyerap unek-unek dan keluh kesah. Puisi seakan menjadi jembatan bagi Gus Mus untuk bertegur sapa dengan masyarakat. Atau, justru puisi itu sendiri adalah suara rakyat, detak jantung umat yang terdalam, yang tersumbat dalam ruang batin wong cilik. Lantas, Gus Mus menyuarakannya. Banyak tema-tema kerakyatan, nasib wong cilik, ketidakberdayaan, menyindir perilaku penguasa yang tidak adil, dan sebagainya sangat dominan dalam warna puisi Gus Mus.

Ini seakan mengungkap bahwa penyair tidak dapat lepas dari kehidupan rakyat. Ia lahir dan tumbuh berkembang di tengah rakyat. Ia bagian dari takdir kesejarahan peradaban dunia. Ia tak mungkin melepas diri, lepas tangan, atau cuek dari beragam persoalan manusia. Penyair harus terlibat aktif lewat wacana sekaligus merumuskan tata kehidupan masyarakat.

*) Penulis buku dan peneliti karya-karya KH A Mustofa Bisri.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest