Indiar Manggara
http://sastra-indonesia.com/
Kacamata itu masih dibiarkannya terlipat rapi. Bagio terus memandanginya dengan bermacam pertanyaan di benaknya yang tak pernah ia temukan jawabannya.
Kacamata itu berada tepat di pojok kiri, di atas meja tulisnya dan dibiarkan begitu saja terlipat rapi, hanya dialasi selembar tisu toilet. Meskipun di sekitar kacamata itu buku-buku dan peralatan tulisnya berserakan seperti rongsokan, tetapi pandangan Bagio tak pernah lepas sedetik pun dari kacamata itu. Seolah-olah kacamata itu melekat pada kedua bola matanya.
Sekali waktu ia mencoba memungut kacamata itu dan mencoba mengenakannya, tetapi buru-buru ia menarik kembali tangannya yang sudah terlanjur terjulur menggapai dan segera mengurungkan niatnya. Seketika itu jantungnya berdegup kencang, aliran darahnya menderas dan keringat dingin berkucuran membasahi bulu kuduknya yang berdiri tegang.
Bagio menarik nafas dalam-dalam dan kemudian menghembuskannya dengan berat sekali. Dengan tarikan nafas seperti itu ia merasa ketegangan yang luar biasa pada dirinya tadi sedikit mereda. Kemudian ia meraupkan tangannya membasuh keringat dingin di mukanya. Tetapi keringat dingin itu terus menderas keluar melalui pori-pori kulitnya yang agak kecoklatan, merambati rasa penasarannya, mencekam kekalutannya.
“Hampir saja,” batinnya.
Kacamata itu masih terlipat rapi di sana, tepat di pojok kiri di atas meja tulisnya, di antara serakan buku dan dialasi dengan selembar tisu toilet.
Tak ada yang aneh pada kacamata itu sebenarnya. Hanya sebuah kacamata murahan dengan frame hitam, berbentuk oval mungil dan lensa masing-masing minus empat setengah. Kacamata yang dibelinya di sebuah optik kecil tujuh tahun yang lalu. Ketika ia hanya menjadi anak ingusan yang tidak mengerti apa-apa tentang orang lain, tentang hidup, tentang dunia, tentang dirinya sekali pun.
Mata dan pikiran Bagio masih terpaku pada kacamata yang terlipat rapi di depannya. Sah-sah saja apabila ada orang lain yang menganggapnya berlebihan atau bahkan mengatainya gila karena ketakutan pada kacamatanya sendiri. Tetapi baginya kacamata itu mempunyai energi yang dahsyat dan bisa jadi sangat berbahaya.
+++
Kulit Bagio masih basah dengan keringatnya. Bagian-bagian tubuhnya yang hampir tak memiliki lekuk karena tertimbun lemak itu menempel lekat di kaus oblong merah kusamnya yang menjadi merah gelap terhisap keringatnya sendiri.
Bagio sendiri tak tahu. apakah ia hanya sekedar penasaran terhadap sesuatu energi asing yang tersimpan pada kacamatanya itu atau ia mulai ketakutan dan mengambil jarak sejauh mungkin dengannya agar tidak terseret ke dalam arus dahsyat energi itu. Tapi yang pasti, baginya keringat dingin yang tanpa ampun berkeliaran di hamparan tubuhnya kali ini bukanlah sesuatu yang menyenangkan, bukan sesuatu yang sehat seperti dikatakan orang-orang. Tapi bedebah pengganggu yang seolah-olah meledek kepengecutannya dan semakin merajam rasa tegangnya saat itu. Ia muak dengan keringatnya sendiri.
Perasaan Bagio pecah merantau ke arah entah dan kembali satu menumpuk dalam dirinya saling tumpang campur aduk membakar gejolaknya saat itu. Tapi matanya sedetik pun tidak dapat lepas dari kacamata itu. Ia seperti merelakan dua bola matanya direnggut. Pandangannya menyerah, sujud di kaki kacamata. Ia hanya bertahan dalam pikirannya. Memutar dengan keras, terjebak, menahan, kemudian memberontak, terjebak lagi dan berontak, seterusnya tanpa lelah.
Kacamata itu diam tapi menghadapinya dengan angkuh. Buku-buku berserakan dan dinding kamar memutar balik pandang membelakangi Bagio. Mereka lari meninggalkan Bagio dengan kecemasannya.
Bagio benar-benar merasa sendirian sekarang. Ia tidak memiliki siapa-siapa lagi selain pikiran yang ada di kepalanya saat ini. Hanya dengan itu ia harus berjuang menghadapi kacamatanya.
Di tengah perjuangannya Bagio mulai sedikit goyah. Bola matanya seperti tak ada lagi di rongga matanya. Perasaannya yang campur baur, tiba-tiba saja damai dalam sekejap dan kemudian hening, sepi seperti kota tua yang telah mati ribuan tahun. Begitu pula pikirannya yang sempat bertahan beberapa lamanya, kini bagai benteng pertahanan yang telah dikepung dan diambil alih oleh musuh.
Bagio tiba-tiba saja berubah menjadi sesosok tubuh yang tak memiliki jiwa. Dengan mata yang tanpa air kaca dan pikiran yang menyerah, tangannya kembali terjulur. Gerakannya begitu mati tanpa ruh. Ia meraih kacamata itu seperti seorang ksatria meraih tangan seorang putri yang telah menaklukan hatinya–begitu hormat dan pasrah. Bagio semakin terseret oleh energi dahsyat dalam kacamatanya. Kacamata itu telah diraihnya. Ia membuka lipatannya, dan…
+++
Memang tetangga kost di sebelah Bagio itu kurang memperhatikan kebutuhan bayinya. Sehingga ia seringkali terganggu dengan suara tangisannya. Tapi kini keadaan itu bagi Bagio lain. Suara tangis bayi itu merupakan sebuah penyelamatan baginya. Seandainya saja bayi itu tidak menangis, ia tidak akan bisa membayangkan lagi apa yang terjadi pada dirinya.
Kaadaan Bagio sekarang sedikit pulih. Perasaannya kembali damai dengan gairah. Pikirannya kembali membentuk benteng-benteng pertahanan. Dengan keringat dingin yang masih membanjir di permukaan kulitnya. Hanya saja matanya tetap terpaku mengarah ke depan, menghadap kacamata yang telah dikembalikannya ke tempat semula.
Ia kembali menarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya dengan berat. Matanya masih terseret oleh kacamata itu.
“Ya. Ternyata aku memang takut,” Bagio berbisik sendiri.
“Kacamataku sendiri.”
“Tapi..”
“Nggak wajar. Aneh.”
“Bahaya!”
“Tapi…”
“Apa yang aneh? Apanya?”
Bayi, anak tetangga kost di sebelahnya kembali menangis. Bagio kemudian membayangkan betapa beruntungnya bayi yang tak tahu apa-apa itu. Seandainya ia dalam keadaan seperti bayi itu, ia akan merasa aman dan tenang. Tidak akan disisihkan dan dibuang.
Tiba-tiba ingatannya melompat jauh ke masa lalu. Dimana ketika itu ia hanya seorang yang tersisih. Bagio selalu berada pada keadaan yang tidak menyenangkan. Ia dianggap remeh, baik dalam keluarganya maupun oleh teman-temannya.
Dengan perasaannya yang terus terhina dan tertekan, ia kemudian kabur dari rumahnya dan tinggal di sebuah kost-an kecil dan kumuh. Biaya kuliah dan pokoknya ia dapatkan dengan bekerja serabutan setelah pulang kuliah. Pekerjaan itu baginya akan sedikit nyaman. Karena pekerjaan itu hanya butuh otot yang besar.
Ternyata perkiraannya salah. Ia tetap saja dianggap orang yang tidak berguna. Tapi Bagio tetap bertahan demi cita-citanya membeli sebuah kacamata. Sebab ia menyangka kalau biang dari semua itu adalah matanya.
Setelah tabungannya terkumpul, akhirnya ia mendapatkan kacamata juga. Bagio dapat melihat apa saja dengan sangat jelas. Dengan cepat ia juga dapat dengan mudah memahami apa pun yang ingin ia pahami. Bagio mengerti banyak hal. Ia merasakan mengetahui segalanya. Baginya ia bukan orang yang bisa disisihkan.
Dengan kacamatanya, Bagio merasa bukan sekedar orang yang paham tentang segalanya. Ia dapat melihat, mengamati, mengingat, memikirkannya, menerka, dan menentukan apa pun.
Keadaan Bagio sekarang berubah 180 derajat. Ia menjadi orang yang dielu-elukan dan menyisihkan orang lain.
Bagio bukan merasa menjadi nabi baru yang dianugerahi mukjizat. Tapi ia sendiri adalah tuhan. Baik bagi dirinya sendiri maupun orang-orang di sekitarnya. Ia yang menentukan segalanya.
Setiap orang yang dulu menyisihkan Bagio kini selalu mengharapkan keberadaannya. Banyak orang yang membutuhkannya. Mulai dari masalah sex, masa depan, hingga politik kenegaraan.
Setiap hari, setiap jam, setiap detik Bagio selalu didatangi orang dan dimintai tolong. Ketergantungan mereka terhadap Bagio semakin memperkuat rasa bangganya. Bagio benar-benar seolah menjadi tuhan bagi mereka. Semuanya tunduk dan takluk pada Bagio. Semuanya sempurna. Terlalu sempurna.
Tapi seketika itu juga, ia diam. Gelisah seperti bingung memikirkan sesuatu yang gawat dan terlanjur lewat.
“Tunduk? Takluk?”
“Sempurna?”
“Kelewat.. Kelewat!! Kelewat!!”
+++
Bagio segera tersadar dari lamunannya. Ia merasa ada sepasang mata yang mengawasi dirinya dengan tajam. Perasaan itulah yang membuat lamunannya tergugah. Matanya menyelidik ke dinding-dinding, lemari, kolong tempat tidur, tapi ia tidak menemukan mata siapa pun.
Tapi perasaan terawasi itu semakin kuat dan semakin dekat. Bagio menyelidik lebih teliti matanya dilepaskan ke segala arah di kamar itu. Tapi tetap tak ada mata yang terpasang di sana.
Perasaan diawasi itu semakin dekat dan kuat lagi. Bahkan ia seperti sedang berhadapan dengan mata itu.
Bagio dengan spontan melemparkan pandangnya ke arah kacamata itu. Seketika darah Bagio tersingkap, keringat dinginnya menderas, jantungnya kencang dan nafasnya tersendat..
April 2008
Dijumput dari: http://manuskripdody.blogspot.com/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Rabu, 28 September 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Ginandjar Wiludjeng
A. Junianto
A. Kurnia
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.S Laksana
A’yat Khalili
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Razak
Abdul Rosyid
Abdul Wahab
Abdurrahman Wahid
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adam Chiefni
Ade P. Nasution
Adhitia Armitriant
Adi Prasetyo
Adrizas
AF. Tuasikal
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Baso
Ahmad Faishal
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Naufel
Ahmad Rofiq
Ahmad S. Zahari
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ainul Fiah
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Alex R. Nainggolan
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Almania Rohmah
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aminah
Aminullah HA.Noor
Amir Sutaarga
Anam Rahus
Anata Siregar
Andari Karina Anom
Andina Dwifatma
Andong Buku #3
Andre Mediansyah
Andri Awan
Anett Tapai
Anggie Melianna
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Wahyudi
Anwar Nuris
Ardi Bramantyo
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arief Joko Wicaksono
Arief Junianto
Ariera
Arif Bagus Prasetyo
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Asmaul Fauziyah
Asti Musman
Atafras
Awalludin GD Mualif
Ayu Wulan Sari
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Camelia Mafaza
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Zaini Ahmad
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Daisuke Miyoshi
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Danusantoso
Dareen Tatour
Darju Prasetya
David Kuncara
Denny Mizhar
Denza Perdana
Desi Sommalia Gustina
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewi Indah Sari
Dewi Susme
Dian Sukarno
Didik Harianto
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur
Dipo Handoko
Diyah Errita Damayanti
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddy Wisnu Pribadi
Dody Kristianto
Dody Yan Masfa
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi SS MHum
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Wiyana
Dyah Ratna Meta Novia
Dyah Sulistyorini
Ecep Heryadi
Eddy Pranata PNP
Edeng Syamsul Ma’arif
Eep Saefulloh Fatah
EH Kartanegara
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Hendri Saiful
Eko Windarto
Elnisya Mahendra
Elva Lestary
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Sulwesi
Endo Suanda
Eppril Wulaningtyas R
Esai
Evan Ys
F. Moses
F. Rahardi
Fadlillah Malin Sutan
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fanny Chotimah
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Febby Fortinella Rusmoyo
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Gabriel Garcia Marquez
Galang Ari P.
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gandra Gupta
Ganug Nugroho Adi
Gerson Poyk
Ghassan Kanafani
Gita Nuari
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunoto Saparie
H.B. Jassin
Habibullah
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Hardi
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Aspahani
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
HE. Benyamine
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Herman RN
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Nugroho
Hikmat Gumelar
HL Renjis Magalah
Hudan Nur
Hujuala Rika Ayu
Huminca Sinaga
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ira Puspitaningsih
Irfan Budiman
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Zulkarnain
Ismail Marzuki
Iva Titin Shovia
Iwan Kurniawan
Jabbar Abdullah
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D. Rahman
Jamal T. Suryanata
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
JILFest 2008
Jody Setiawan
Johan Edy Raharjo
Johannes Sugianto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Juan Kromen
Julika Hasanah
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Ka’bati
Karanggeneng
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Keith Foulcher
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khansa Arifah Adila
Khoirul Inayah
Khoirul Rosyadi
Khudori Husnan
Ki Ompong Sudarsono
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
L.N. Idayanie
Laili Rahmawati
Lamongan
Lan Fang
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lely Yuana
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Liestyo Ambarwati Khohar
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lucia Idayanie
Lukman A Sya
Lutfiah
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Ismail
M Thobroni
M. Afifuddin
M. Arwan Hamidi
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Luthfi Aziz
M. Nurdin
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.S. Nugroho
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahmud Syaltut Usfa
Mahmudi Arif Dahlan
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Martin Aleida
Maruli Tobing
Mas Ruscita
Mashuri
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni Muserang
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mia Arista
Mia El Zahra
Mikael Johani
Misbahus Surur
Misran
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
Much. Khoiri
Muh. Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun
Muhammadun AS
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mukti Sutarman Espe
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Munawir Aziz
Musfarayani
Musfi Efrizal
Nafisatul Husniah
Nandang Darana
Naskah Teater
Nelson Alwi
Ni Made Purnamasari
Nikmatus Sholikhah
Nina Herlina Lubis
Nina Susilo
Ning Elia
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel-novel berbahasa Jawa
Novelet
Nunuy Nurhayati
Nur Azizah
Nur Hamzah
Nur Kholiq
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Aini
Nurul Anam
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Okty Budiati
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso H.N.
Pagan Press
Pagelaran Musim Tandur
Palupi Panca Astuti
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Petrus Nandi
Politik
Politik Sastra
Pradana Boy ZTF
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pringadi AS
Prof Dr Fabiola D. Kurnia
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Puji Tyasari
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
Purnawan Kristanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang Group
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Ng. Ronggowarsito
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmat Kemat Hidayatullah
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rasanrasan Boengaketji
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Resensi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Ririe Rengganis
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rusmanadi
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saiful Amin Ghofur
Saiful Anam
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman S. Yoga
Samsudin Adlawi
Samsul Anam
Sanggar Lukis Alam
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang KSII
Santi Puji Rahayu
Sapardi Djoko Damono
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastra Jawa Timur
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
SelaSastra Boenga Ketjil #33
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputra
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soegiharto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sri Weni
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudirman
Sugi Lanus
Sukron Ma’mun
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaf Anton Wr
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syarif Wadja Bae
Sylvianita Widyawati
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie (1961-2019)
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tia Setiadi
Tirto Suwondo
Tita Tjindarbumi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tosa Poetra
Tri Nurdianingsih
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulul Azmiyati
Umar Fauzi
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Utari Tri Prestianti
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wan Anwar
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wina Bojonegoro
Wita Lestari
Wong Wing King
Wowok Hesti Prabowo
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanusa Nugroho
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopi Setia Umbara
Yudhi Herwibowo
Yudi Latif
Yusri Fajar
Yusuf Ariel Hakim
Yuval Noah Harari
Zacky Khairul Uman
Zainuddin Sugendal
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zed Abidien
Zehan Zareez
Zhaenal Fanani
Zubaidi Khan
Zuniest
Tidak ada komentar:
Posting Komentar