Arus Balik Gedong Kirtya
IBM. Dharma Palguna
http://www.balipost.com/
TAK berlebihan bila sastra itu diibaratkan seperti air, yang mengalir ke tempat yang lebih rendah. Jika sastra atau pengetahuan itu diibaratkan Dewi Saraswati, maka seperti mungkin telah kita ketahui bersama bahwa Saraswati itu adalah juga nama salah satu sungai suci. Jadi, sastra bukan hanya air yang mengalir, tapi air suci yang mengalir. Tepatnya, air yang disucikan oleh orang yang bersastra. Air suci itulah yang menyucikan. Orang disebut bersastra (nyastra) bukan karena ia punya pengetahuan tentang sastra, atau ia punya koleksi buku sastra, atau ia sering membuat tulisan tentang sastra, atau rajin mawirama, mabebasan, mapepaosan. Semua itu bukan, tapi karena ia berpikir dengan sastra, dan ia adalah seakan perwujudan dari sastra itu sendiri.
Seperti aliran sungai, jiwa sastra mengembara untuk mencari dan menemukan jodohnya, yaitu orang-orang yang mengikhlaskan dirinya untuk dijadikan apa saja oleh sastra, termasuk untuk tidak dijadikan apa-apa pula. Pada zamannya jiwa sastra itu mengembara berbadankan lontar. Rasa hormatlah yang menyebabkan lontar itu kemudian disebut-sebut sebagai pustaka, sebagai pusaka, sebagai candi-sastra. Di depan candi-sastra itu laki-laki duduk bersila dan perempuan bersimpuh memusatkan pikiran, memusatkan penglihatan, mengatur nafas, dan mengeluarkan suara dituntun oleh huruf demi huruf yang tertatah pada lempir demi lempir lontar itu. Bunyi dan arti bergerak ke segala penjuru bersaranakan udara dan angin. Dengan cara itulah jiwa sastra menyusup ke ruang-ruang dalam rumah, dan ke ruang-ruang dalam pikiran, dan ruang dalam hati.
Misalnya, ketika Mpu Tantular selesai mengarang kekawin Sutasoma, tentulah pada saat itu hanya ada satu lontar Sutasoma, yaitu lontar milik Mpu tantular dengan tulisan tangan Mpu Tan Tular. Kakawin dalam lontar itu kemudian menemukan jodohnya, yaitu orang yang jatuh cinta pada kakawin dalam lontar itu. Terjadilah kemudian 'pernikahan' yang sah, karena direstui oleh Mpu Tantular. Upacara pernikahannya terjadi ketika kakawin itu disaling huruf demi huruf, kata demi kata, baris demi baris, ke dalam sebuah lontar baru. Maka lahirlah turunan lontar Sutasoma sebagai hasil pernikahan itu.
Itulah ilustrasi pernikahan dewasaksi dan manusasaksi. Saraswati yang ada dalam setiap candi-aksara adalah dewasaksi. Mpu Tantular dan peminjam yang menyalin lontar itu serta orang yang mengetahui proses penyalinan itu adalah manusasaksi. Dalam ilmu Philology lontar salinan itu memang disebut saksi. Karena dalam perjalanan waktu yang panjang, sering terjadi lontar asli yang berisi tulisan tangan pengarangnya sudah tidak lagi tersedia, sedangkan yang tertinggal hanya salinan-salinan keberapa kalinya. Lontar salinan itulah saksi yang ada. Misalnya, lontar-lontar Sutasoma yang ada di Bali dan Lombok saat ini, adalah lontar-saksi dari lontar Sutasoma yang berisi tulisan tangan Mpu Tantular.
Jadi, ketika satu buah lontar menemukan jodohnya, lontar itu kemudian disalin. Demikian seterusnya, sehingga dari satu lontar pertama setelah melewati perjalanan waktu sekian abad akhirnya menjadi ratusan bahkan mungkin ribuan lontar. Sebuah lontar telah beranak, bercucu, berbuyut, dan entah apa lagi sebutannya.
Demikianlah lebih kurang proses perkembangbiakan sebuah karya sastra klasik, dengan contoh Kakawin Sutasoma dan lontarnya. Kakawin dalam lontar itu menyebar sampai ke pelosok-pelosok. Keberadaannya dijaga dan diapresiasi oleh komunitasnya sendiri-sendiri. Sakralisasi lontar dan proses penyalinan ke dalam lontar baru adalah salah satu bentuk penjagaan. Mabebasan, mawirama, mapepaosan, adalah salah satu bentuk apresiasi yang paling populer. Apresiasi terjadi dalam komunitasnya sendiri yang bersifat mandiri. Karena itulah, komunitas seperti itu seperti sebuah republik kecil yang independen. Ia mengadakan dirinya sendiri, mengisi dirinya sendiri, dan ketika kelompok ini menonaktifkan dirinya tentulah juga karena diri mereka sendiri. Memang seperti itulah sastra, dan seni pada umumnya, yang ciri utamanya adalah kreativitas.
Namun demikian, sejarah telah memberitahu kita bahwa kehidupan tidak semata masalah sastra dan sakral itu. Kehidupan adalah juga masalah politik dalam arti luas. Salah satu pertanyaan politis adalah: di manakah pusat kehidupan sastra/ lontar itu? Jawabannya bisa seperti ini: di mana ada orang bersastra, benar-benar bersastra, di sanalah sastra itu berpusat, baik pada diri orang itu, maupun di tempat kediaman orang itu. Jika ada beberapa orang benar-benar bersastra dalam satu wilayah, maka akan ada beberapa pusat sastra di sana. Pusat sastra seperti itu disebut sabha dalam bahasa Kawi, dan figur pemimpinnya disebut sabha ning sabha.
Lalu, mengapa dulu didirikan Gedong Kirtya di Singaraja yng bertujuan mengumpulkan dan menyimpan lontar-lontar? Jawabannya akan sama dengan jawaban dari pertanyaan, mengapa kemudian Pusat Dokumentasi Kebudayaan Bali didirikan di Denpasar yang juga mengumpulkan dan menyimpan lontar-lontar? Singaraja adalah pusat pemerintahan ketika itu, sama seperti Denpasar adalah pusat pemerintahan masa sekarang. Jadi, jawabannya: ada pemikiran menjadikan pusat pemerintahan sebagai pusat sastra.
Pusat sastra. Apa pula itu? Bukan hanya lokasinya yang ada di pusat kekuasaan, lebih dalam lagi, Gedong Kirtya dan juga Pusdok itu sendiri latar belakang cita-cita politik kebudayannya adalah pemusatan lontar. Ke pusat sanalah orang-orang diharapkan datang. Dari pusat sanalah penyebarluasan sastra diharapkan akan mulai. Dan dengan sendirinya, di dalam pusat sanalah kendali itu dipegang. Kendali itu dibahasakan sebagai pelayanan publik.
Gagasan pemusatan itulah yang menarik perhatian, karena beberapa alasan. Pemusatan adalah terminologi politik praktis, yang dalam arti luas adalah kendali, pengawasan, pembatasan, dan pengajaran dengan metodologi yang dianut oleh kuasa ilmu dan politik. Sedangkan, sastra adalah sebuah dunia kreatif yang semakin berkembang justru ketika pengwasan seperti itu muncul dari dalam sastra itu sendiri.
Seperti diuraikan di atas, penyebaran sastra itu seperti aliran air ke tempat lebih rendah, yang selalu mencari dan menemukan jodohnya pada orang-orang yang jatuh cinta padanya. Oleh karena itu, pemusatan lontar adalah sebuah arus balik. Air mengalir ke pusat. Pusat itu adalah hulu. Itulah arus balik namanya, ketika air mengalir ke hulu. Arus balik pula namanya ketika mahasiswa diajarkan berpikir menyusuri lontar-lontar saksi untuk mencari otograf tulisan tangan Mpu Tantular, misalnya.
GEDONG Kirtya dan juga Pusdok memberitahu kita bahwa apa yang dilakukan oleh pemerintah kolonial ketika itu ditiru oleh pemerintah orde-orde berikutnya. Jika pelanjutan itu sebuah pilihan yang dilakukan oleh intelektual dan birokrat Indonesia modern, tentu mereka memiliki sejumlah argumentasi pembenarnya. Tepat-tidaknya sebuah pilihan sangat ditentukan oleh apa yang ingin mereka capai. Tapi jika ini bukan sebuah pilihan, melainkan hanya kelanjutan begitu saja dari apa yang sudah ada, maka kita masih akan menyaksikan pertunjukan seperti yang saya coba ilustrasikan di bawah ini.
Masyarakat membuat sungai-sungai kecil untuk mengalirkan sastra ke dalam komunitas-komunitasnya, dan pemerintah membuat bendungan untuk menampung air-sastra itu dan kemudian pemerintah yang mengatur ke mana dan dengan cara bagaimana air-sastra itu dialirkan.
Atau, seperti dua buah pertunjukan berbeda. Yang satu pertunjukan mahal-kolosal di atas panggung besar berwibawa tapi sepi penonton, karena masyarakat peminat merasakan ada jarak antara diri mereka dengan suasana dan tempat pertunjukan itu. Yang kedua adalah pertunjukan rakyat sederhana di panggung kecil tapi sangat meriah. Masyarakat-peminat datang dengan senang hati, karena merasa itu memang dunianya.
Sastra membutuhkan kuasa politik dalam arti pengayoman. Raja Dharmawangsa Teguh pernah mencontohkannya. Ia mensponsori dan memotivasi para sastrawan untuk membahasa-jawakunakan parwa-parwa Mahabharata. Seperti sungai besar, karya itu mengalir jauh sampai sekarang hingga ke pelosok-pelosok.
Minggu, 07 Juni 2009 | BP
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Ginandjar Wiludjeng
A. Junianto
A. Kurnia
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.S Laksana
A’yat Khalili
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Razak
Abdul Rosyid
Abdul Wahab
Abdurrahman Wahid
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adam Chiefni
Ade P. Nasution
Adhitia Armitriant
Adi Prasetyo
Adrizas
AF. Tuasikal
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Baso
Ahmad Faishal
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Naufel
Ahmad Rofiq
Ahmad S. Zahari
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ainul Fiah
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Alex R. Nainggolan
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Almania Rohmah
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aminah
Aminullah HA.Noor
Amir Sutaarga
Anam Rahus
Anata Siregar
Andari Karina Anom
Andina Dwifatma
Andong Buku #3
Andre Mediansyah
Andri Awan
Anett Tapai
Anggie Melianna
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Wahyudi
Anwar Nuris
Ardi Bramantyo
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arief Joko Wicaksono
Arief Junianto
Ariera
Arif Bagus Prasetyo
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Asmaul Fauziyah
Asti Musman
Atafras
Awalludin GD Mualif
Ayu Wulan Sari
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Camelia Mafaza
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Zaini Ahmad
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Daisuke Miyoshi
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Danusantoso
Dareen Tatour
Darju Prasetya
David Kuncara
Denny Mizhar
Denza Perdana
Desi Sommalia Gustina
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewi Indah Sari
Dewi Susme
Dian Sukarno
Didik Harianto
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur
Dipo Handoko
Diyah Errita Damayanti
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddy Wisnu Pribadi
Dody Kristianto
Dody Yan Masfa
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi SS MHum
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Wiyana
Dyah Ratna Meta Novia
Dyah Sulistyorini
Ecep Heryadi
Eddy Pranata PNP
Edeng Syamsul Ma’arif
Eep Saefulloh Fatah
EH Kartanegara
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Hendri Saiful
Eko Windarto
Elnisya Mahendra
Elva Lestary
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Sulwesi
Endo Suanda
Eppril Wulaningtyas R
Esai
Evan Ys
F. Moses
F. Rahardi
Fadlillah Malin Sutan
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fanny Chotimah
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Febby Fortinella Rusmoyo
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Gabriel Garcia Marquez
Galang Ari P.
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gandra Gupta
Ganug Nugroho Adi
Gerson Poyk
Ghassan Kanafani
Gita Nuari
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunoto Saparie
H.B. Jassin
Habibullah
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Hardi
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Aspahani
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
HE. Benyamine
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Herman RN
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Nugroho
Hikmat Gumelar
HL Renjis Magalah
Hudan Nur
Hujuala Rika Ayu
Huminca Sinaga
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ira Puspitaningsih
Irfan Budiman
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Zulkarnain
Ismail Marzuki
Iva Titin Shovia
Iwan Kurniawan
Jabbar Abdullah
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D. Rahman
Jamal T. Suryanata
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
JILFest 2008
Jody Setiawan
Johan Edy Raharjo
Johannes Sugianto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Juan Kromen
Julika Hasanah
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Ka’bati
Karanggeneng
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Keith Foulcher
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khansa Arifah Adila
Khoirul Inayah
Khoirul Rosyadi
Khudori Husnan
Ki Ompong Sudarsono
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
L.N. Idayanie
Laili Rahmawati
Lamongan
Lan Fang
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lely Yuana
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Liestyo Ambarwati Khohar
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lucia Idayanie
Lukman A Sya
Lutfiah
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Ismail
M Thobroni
M. Afifuddin
M. Arwan Hamidi
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Luthfi Aziz
M. Nurdin
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.S. Nugroho
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahmud Syaltut Usfa
Mahmudi Arif Dahlan
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Martin Aleida
Maruli Tobing
Mas Ruscita
Mashuri
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni Muserang
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mia Arista
Mia El Zahra
Mikael Johani
Misbahus Surur
Misran
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
Much. Khoiri
Muh. Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun
Muhammadun AS
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mukti Sutarman Espe
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Munawir Aziz
Musfarayani
Musfi Efrizal
Nafisatul Husniah
Nandang Darana
Naskah Teater
Nelson Alwi
Ni Made Purnamasari
Nikmatus Sholikhah
Nina Herlina Lubis
Nina Susilo
Ning Elia
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel-novel berbahasa Jawa
Novelet
Nunuy Nurhayati
Nur Azizah
Nur Hamzah
Nur Kholiq
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Aini
Nurul Anam
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Okty Budiati
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso H.N.
Pagan Press
Pagelaran Musim Tandur
Palupi Panca Astuti
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Petrus Nandi
Politik
Politik Sastra
Pradana Boy ZTF
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pringadi AS
Prof Dr Fabiola D. Kurnia
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Puji Tyasari
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
Purnawan Kristanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang Group
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Ng. Ronggowarsito
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmat Kemat Hidayatullah
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rasanrasan Boengaketji
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Resensi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Ririe Rengganis
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rusmanadi
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saiful Amin Ghofur
Saiful Anam
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman S. Yoga
Samsudin Adlawi
Samsul Anam
Sanggar Lukis Alam
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang KSII
Santi Puji Rahayu
Sapardi Djoko Damono
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastra Jawa Timur
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
SelaSastra Boenga Ketjil #33
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputra
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soegiharto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sri Weni
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudirman
Sugi Lanus
Sukron Ma’mun
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaf Anton Wr
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syarif Wadja Bae
Sylvianita Widyawati
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie (1961-2019)
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tia Setiadi
Tirto Suwondo
Tita Tjindarbumi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tosa Poetra
Tri Nurdianingsih
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulul Azmiyati
Umar Fauzi
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Utari Tri Prestianti
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wan Anwar
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wina Bojonegoro
Wita Lestari
Wong Wing King
Wowok Hesti Prabowo
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanusa Nugroho
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopi Setia Umbara
Yudhi Herwibowo
Yudi Latif
Yusri Fajar
Yusuf Ariel Hakim
Yuval Noah Harari
Zacky Khairul Uman
Zainuddin Sugendal
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zed Abidien
Zehan Zareez
Zhaenal Fanani
Zubaidi Khan
Zuniest
Tidak ada komentar:
Posting Komentar