Minggu, 14 November 2010

Di Ujung Tahun Sardono Kembali

Endo Suanda
http://majalah.tempointeraktif.com/

SEKELOMPOK orang "kerja" bermunculan, membawa benda-benda bundar-cekung seperti kulit kerang raksasa atau kuali bergaris-tengah semeteran, yang kemudian disusun menjadi sekuntum bunga lotus. Dua laki-laki gondrong tak berbaju mengeluarkan suara menggeram rendah, suara dari perut dan tenggorokan yang menghasilkan harmonik (overtone) tinggi—suatu teknik umum yang terdapat di wilayah Asia Tengah (Tibet, Mongolia, Tuva: khoomej atau overtone-singing). Geraman itu drone (suara dasar monoton), terasa ibarat tekstur bumi, kasar, kaya berliku, tapi statis dan tangguh dalam pertunjukan Nobody's Body, 30 Desember, di Gedung Kesenian Jakarta. Harmonik ibarat angin atau awan yang melangit, dinamis, tak terprediksi bentuknya, muncul dan lenyap seketika. Keduanya, juga bagai bumi dan langit, menjadi duet bersumber satu.

Bunga lotus tiba-tiba meletus. Kepingan kerang parabolis berserak, benda lain terpental dari dalamnya: representasi sensasional ledakan bom, yang jadi pusat keprihatinan kita kini. Beberapa penari masuk, menaiki dan menjalankan kuali-kuali, yang kemudian tampak terapung seperti perahu mini, main ski, di atas awan, naik sepeda roda-satu, atau entah apa. Yang jelas, cukup menarik. Suara geraman pun meninggi intensitasnya, kadang meronta, berontak menjadi teriak. Setelah sekian lama, adegan terasa meletihkan, bahkan mengkhawatirkan, jangan-jangan akan terus begitu.

Namun mendadak kita terenyak oleh munculnya tarian mempesona yang menghadirkan elemen-elemen teknis mantap, kental, tarian perempuan (Dorothea Quin H.) dengan kostum kuning berlapis-lapis tapi transparan. Di punggungnya bergandulan bungkusan, gulungan tali yang kadang tampak dari depan seperti kembaran atau bayangannya. Gerakannya sangat pelan dan meresap. Ia juga menari di atas kuali yang tertutup kostumnya, sehingga sering tampak sebagai satu sosok yang miring menentang grafiti, labil menegangkan, berbarengan dengan bunyi musik minimalis Tony Prabowo yang mengiang dan juga membius. Asyik. Kita terbawa pada suatu alam maya, misteri, yang belum pernah teralami. Berbaurlah rasa nikmat dan betah dengan keanehan atau keentahan. Di situlah justru kita temukan kedalaman makna.

"Makna" kental ini, mungkin, bukan akibat obsesi niat, melainkan lebih berupa ketepatan "sanggama" ruang, waktu, dan energi, saat demi saat, atmosfer demi atmosfer. Dalam menyaksikan pertunjukan, kita mengikuti proses linear—berbeda dengan melihat peta bumi atau lukisan yang bisa dimulai dari dan berakhir pada titik mana saja dan berapa lama saja. Dalam tari, waktu tak bisa diloncati, direkayasa, dikorupsi. Proses menjadi teramat penting. Produk "mati" (fixed) tak pernah ada secara absolut. Ia bergerak dalam waktu—yang terindra dari suatu momen dapat melenyapkan hasil pengindraan momen sebelumnya. Secara fisik, ia tak kembali—memang. Tapi waktu bisa "dikembalikan" atau kembali dengan sendirinya: dalam ingatan. Struktur pertunjukan secara alamiah hanya ada dalam ingatan. Akumulasi pengalaman-lalu hadir kembali melalui renungan, pencernaan, atau interpretasi, dan terjadilah transformasi makna.

Jika (konon) waktu adalah unsur yang sulit direkayasa atau ditransformasikan, waktu itu sendirilah yang punya daya transformatif. Makna yang hadir-kembali itu bisa berbeda dari "aslinya" setelah seluruh atau sebagian unit saat-saat itu terakumulasikan. Semuanya terjalin secara—mau tak mau—subyektif, tergantung siapa dan bagaimana merangkumnya, sesudah terbentuknya "struktur" tempat momen, irama, tempo, dan siklus tertampung dalam suatu jalinan dan bingkai-bingkai unik.

Seperti itu pula struktur pertunjukan SardonoPengalaman atau penikmatan saat-demi-saat terasa berbeda dengan sesudahnya,ketika ingat-kembali dari awal hingga rampung. Banyak adegan yang kurang memuaskan, celotehan dan pelesetan lawak Sardono, durasi kepanjangan, khaos, dan sebagainya, tapi semuanya bisa terlindas oleh pemaknaan-kembali, dua adegan tari par excellent. Tapi itu bagi saya. Bagi yang lain mungkin sebaliknya.

Tarian tunggal hebat itu tidak hanya satu, tapi dua. Keduanya perempuan, serupa tapi berbeda, dengan kesempurnaan sama: perpaduan gerak, kostum, pencahayaan, dan bunyinya. Keduanya bukan hanya highlight dari pertunjukan itu, melainkan inti kekuatannya—tanpa makna semua pertunjukan itu mungkin meaningless. Di situ pula kekuatan dan keunikan Sardono kembali muncul—seorang koreografer jagoan dalam memunculkan cekaman visual-dinamis, ekspresif, dan mistis yang belum ada kembarannya. Kedua tarian itu menghipnotis penyaksi. Keseraman, kengerian, kelembutan, dan keagungan bersatu dalam unit kompleks. Kengerian tak diekspresikan dengan kiat menakutkan, keagungan tanpa pengagungan, spiritual tidak direligiuskan, tapi diwujudkan oleh kejujuran bahasa tubuh. Karena itu, bisa dimengerti jika yang terngiang lucu sampai kini adalah gerakan Mugiono sebagai kura-kura—dengan jernihnya artikulasi tubuh atau dengan kemampuan penghilangan diri di bawah kuali yang terlalu kecil bagi tubuh normal—daripada kelucuan lelucon Sardono sendiri.

Demikian pula untuk tari kedua yang memakai kedok Panji dari Indramayu (Hanny Herlina), dengan kostum onggokan kain kelambu putih yang lebih tampak seperti "awan" daripada "baju." Dengan kesempurnaan ekspresinya pula, ia tidak menjadi tari-topeng yang pernah ada, melainkan sosok baru: antara manusia dan bukan, antara setan dan malaikat, durga dan bidadari, atau antara marah dan sedih. Ya, itu tidaklah jelas. Tapi ketidakjelasan yang tak membebani. Semua kemungkinan pemaknaan diikhlaskan pada penonton, untuk dijelajahi dari satu kutub ke kutub lain, atas dasar minat dan kemampuan "ingatan" masing-masing. Dan justru dengan itu terciptalah dialog kompleks: antara Sardono dengan pemain dan penonton, antarpemain, antarpenonton, dan bahkan antardiri masing-masing. Jadi, kesenian yang powerful itu bukanlah terutama yang menjelaskan, melainkan yang punya kemampuan menjadi trigger untuk menumbuhkan minat pemaknaan dari yang terlibat, sehingga semua pihak menjadi aktif, menjadi partisipan, bukan hanya resipien pasif.

Kompleksitas itu menarik. Di situ terjadi dinamika penyeimbang, untuk kepuasan logis (reasoning) ataupun estetis. Keseimbangan labilitas (kompleks, tidak-jelas) menuju yang lebih stabil (jelas) itu pun bukan dengan penancapan tonggak norma kukuh (rigid), melainkan oleh kreativitas yang juga labil, subyektif, interpretatif. Dalam adegan akhir, misalnya, imaji "kesengsaraan", "rustic", berbaur dengan dua petugas pemadam kebakaran lengkap dengan topi kerasnya yang bergegas membungkus kotak-kotak karton, yang memunculkan impresi pemenjaraan, peringkusan, dan hadiah Natal-tahun-baru yang manis sekaligus.

Untung rasanya, sebelum menyaksikan, saya tidak membaca buklet yang ternyata sangat inkonsisten, tak sepadan: bahasanya, panjang-pendeknya informasi, dan cukup ceroboh (salah seorang seniman penting tak tercantum). Ketidaktergangguan saya itu memuluskan kembalinya "ingatan". Dari karyanya ini, saya teringat pada kecemerlangan karya-karya Sardono sejak dulu—Sam-gita, Girah, dan sebagainya, yang sudah berlalu 30 tahunan, dan sederetan karya lain dari Meta Ekologi dan Soloensis yang mem-purba sampai Diponegoro yang mem-Broadway. Mungkin karyanya akhir-akhir ini sedikit-banyak memudarkan kemasyhurannya—pertunjukan Soloensis sanggup "memulangkan" penonton sebelum berakhir. Karena itu pula, mungkin, pertunjukan kali ini sangat sepi penonton, seperti pernyataan sepinya "Bali" yang diucapkan sang pelawak bertopeng bondres (Sardono). Atau mungkin kebetulan saja: Jakarta sedang sepi karena liburan tahun-baru beneran, atau teror bom, mid-upper class tidak terkecoh oleh pertunjukan yang "bicara" tahun baru dan bom.

Endo Suanda (etnomusikolog, pemerhati dan peneliti budaya seni, tinggal di Bandung)

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest