Endo Suanda
http://majalah.tempointeraktif.com/
SEKELOMPOK orang "kerja" bermunculan, membawa benda-benda bundar-cekung seperti kulit kerang raksasa atau kuali bergaris-tengah semeteran, yang kemudian disusun menjadi sekuntum bunga lotus. Dua laki-laki gondrong tak berbaju mengeluarkan suara menggeram rendah, suara dari perut dan tenggorokan yang menghasilkan harmonik (overtone) tinggi—suatu teknik umum yang terdapat di wilayah Asia Tengah (Tibet, Mongolia, Tuva: khoomej atau overtone-singing). Geraman itu drone (suara dasar monoton), terasa ibarat tekstur bumi, kasar, kaya berliku, tapi statis dan tangguh dalam pertunjukan Nobody's Body, 30 Desember, di Gedung Kesenian Jakarta. Harmonik ibarat angin atau awan yang melangit, dinamis, tak terprediksi bentuknya, muncul dan lenyap seketika. Keduanya, juga bagai bumi dan langit, menjadi duet bersumber satu.
Bunga lotus tiba-tiba meletus. Kepingan kerang parabolis berserak, benda lain terpental dari dalamnya: representasi sensasional ledakan bom, yang jadi pusat keprihatinan kita kini. Beberapa penari masuk, menaiki dan menjalankan kuali-kuali, yang kemudian tampak terapung seperti perahu mini, main ski, di atas awan, naik sepeda roda-satu, atau entah apa. Yang jelas, cukup menarik. Suara geraman pun meninggi intensitasnya, kadang meronta, berontak menjadi teriak. Setelah sekian lama, adegan terasa meletihkan, bahkan mengkhawatirkan, jangan-jangan akan terus begitu.
Namun mendadak kita terenyak oleh munculnya tarian mempesona yang menghadirkan elemen-elemen teknis mantap, kental, tarian perempuan (Dorothea Quin H.) dengan kostum kuning berlapis-lapis tapi transparan. Di punggungnya bergandulan bungkusan, gulungan tali yang kadang tampak dari depan seperti kembaran atau bayangannya. Gerakannya sangat pelan dan meresap. Ia juga menari di atas kuali yang tertutup kostumnya, sehingga sering tampak sebagai satu sosok yang miring menentang grafiti, labil menegangkan, berbarengan dengan bunyi musik minimalis Tony Prabowo yang mengiang dan juga membius. Asyik. Kita terbawa pada suatu alam maya, misteri, yang belum pernah teralami. Berbaurlah rasa nikmat dan betah dengan keanehan atau keentahan. Di situlah justru kita temukan kedalaman makna.
"Makna" kental ini, mungkin, bukan akibat obsesi niat, melainkan lebih berupa ketepatan "sanggama" ruang, waktu, dan energi, saat demi saat, atmosfer demi atmosfer. Dalam menyaksikan pertunjukan, kita mengikuti proses linear—berbeda dengan melihat peta bumi atau lukisan yang bisa dimulai dari dan berakhir pada titik mana saja dan berapa lama saja. Dalam tari, waktu tak bisa diloncati, direkayasa, dikorupsi. Proses menjadi teramat penting. Produk "mati" (fixed) tak pernah ada secara absolut. Ia bergerak dalam waktu—yang terindra dari suatu momen dapat melenyapkan hasil pengindraan momen sebelumnya. Secara fisik, ia tak kembali—memang. Tapi waktu bisa "dikembalikan" atau kembali dengan sendirinya: dalam ingatan. Struktur pertunjukan secara alamiah hanya ada dalam ingatan. Akumulasi pengalaman-lalu hadir kembali melalui renungan, pencernaan, atau interpretasi, dan terjadilah transformasi makna.
Jika (konon) waktu adalah unsur yang sulit direkayasa atau ditransformasikan, waktu itu sendirilah yang punya daya transformatif. Makna yang hadir-kembali itu bisa berbeda dari "aslinya" setelah seluruh atau sebagian unit saat-saat itu terakumulasikan. Semuanya terjalin secara—mau tak mau—subyektif, tergantung siapa dan bagaimana merangkumnya, sesudah terbentuknya "struktur" tempat momen, irama, tempo, dan siklus tertampung dalam suatu jalinan dan bingkai-bingkai unik.
Seperti itu pula struktur pertunjukan SardonoPengalaman atau penikmatan saat-demi-saat terasa berbeda dengan sesudahnya,ketika ingat-kembali dari awal hingga rampung. Banyak adegan yang kurang memuaskan, celotehan dan pelesetan lawak Sardono, durasi kepanjangan, khaos, dan sebagainya, tapi semuanya bisa terlindas oleh pemaknaan-kembali, dua adegan tari par excellent. Tapi itu bagi saya. Bagi yang lain mungkin sebaliknya.
Tarian tunggal hebat itu tidak hanya satu, tapi dua. Keduanya perempuan, serupa tapi berbeda, dengan kesempurnaan sama: perpaduan gerak, kostum, pencahayaan, dan bunyinya. Keduanya bukan hanya highlight dari pertunjukan itu, melainkan inti kekuatannya—tanpa makna semua pertunjukan itu mungkin meaningless. Di situ pula kekuatan dan keunikan Sardono kembali muncul—seorang koreografer jagoan dalam memunculkan cekaman visual-dinamis, ekspresif, dan mistis yang belum ada kembarannya. Kedua tarian itu menghipnotis penyaksi. Keseraman, kengerian, kelembutan, dan keagungan bersatu dalam unit kompleks. Kengerian tak diekspresikan dengan kiat menakutkan, keagungan tanpa pengagungan, spiritual tidak direligiuskan, tapi diwujudkan oleh kejujuran bahasa tubuh. Karena itu, bisa dimengerti jika yang terngiang lucu sampai kini adalah gerakan Mugiono sebagai kura-kura—dengan jernihnya artikulasi tubuh atau dengan kemampuan penghilangan diri di bawah kuali yang terlalu kecil bagi tubuh normal—daripada kelucuan lelucon Sardono sendiri.
Demikian pula untuk tari kedua yang memakai kedok Panji dari Indramayu (Hanny Herlina), dengan kostum onggokan kain kelambu putih yang lebih tampak seperti "awan" daripada "baju." Dengan kesempurnaan ekspresinya pula, ia tidak menjadi tari-topeng yang pernah ada, melainkan sosok baru: antara manusia dan bukan, antara setan dan malaikat, durga dan bidadari, atau antara marah dan sedih. Ya, itu tidaklah jelas. Tapi ketidakjelasan yang tak membebani. Semua kemungkinan pemaknaan diikhlaskan pada penonton, untuk dijelajahi dari satu kutub ke kutub lain, atas dasar minat dan kemampuan "ingatan" masing-masing. Dan justru dengan itu terciptalah dialog kompleks: antara Sardono dengan pemain dan penonton, antarpemain, antarpenonton, dan bahkan antardiri masing-masing. Jadi, kesenian yang powerful itu bukanlah terutama yang menjelaskan, melainkan yang punya kemampuan menjadi trigger untuk menumbuhkan minat pemaknaan dari yang terlibat, sehingga semua pihak menjadi aktif, menjadi partisipan, bukan hanya resipien pasif.
Kompleksitas itu menarik. Di situ terjadi dinamika penyeimbang, untuk kepuasan logis (reasoning) ataupun estetis. Keseimbangan labilitas (kompleks, tidak-jelas) menuju yang lebih stabil (jelas) itu pun bukan dengan penancapan tonggak norma kukuh (rigid), melainkan oleh kreativitas yang juga labil, subyektif, interpretatif. Dalam adegan akhir, misalnya, imaji "kesengsaraan", "rustic", berbaur dengan dua petugas pemadam kebakaran lengkap dengan topi kerasnya yang bergegas membungkus kotak-kotak karton, yang memunculkan impresi pemenjaraan, peringkusan, dan hadiah Natal-tahun-baru yang manis sekaligus.
Untung rasanya, sebelum menyaksikan, saya tidak membaca buklet yang ternyata sangat inkonsisten, tak sepadan: bahasanya, panjang-pendeknya informasi, dan cukup ceroboh (salah seorang seniman penting tak tercantum). Ketidaktergangguan saya itu memuluskan kembalinya "ingatan". Dari karyanya ini, saya teringat pada kecemerlangan karya-karya Sardono sejak dulu—Sam-gita, Girah, dan sebagainya, yang sudah berlalu 30 tahunan, dan sederetan karya lain dari Meta Ekologi dan Soloensis yang mem-purba sampai Diponegoro yang mem-Broadway. Mungkin karyanya akhir-akhir ini sedikit-banyak memudarkan kemasyhurannya—pertunjukan Soloensis sanggup "memulangkan" penonton sebelum berakhir. Karena itu pula, mungkin, pertunjukan kali ini sangat sepi penonton, seperti pernyataan sepinya "Bali" yang diucapkan sang pelawak bertopeng bondres (Sardono). Atau mungkin kebetulan saja: Jakarta sedang sepi karena liburan tahun-baru beneran, atau teror bom, mid-upper class tidak terkecoh oleh pertunjukan yang "bicara" tahun baru dan bom.
Endo Suanda (etnomusikolog, pemerhati dan peneliti budaya seni, tinggal di Bandung)
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Ginandjar Wiludjeng
A. Junianto
A. Kurnia
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.S Laksana
A’yat Khalili
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Razak
Abdul Rosyid
Abdul Wahab
Abdurrahman Wahid
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adam Chiefni
Ade P. Nasution
Adhitia Armitriant
Adi Prasetyo
Adrizas
AF. Tuasikal
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Baso
Ahmad Faishal
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Naufel
Ahmad Rofiq
Ahmad S. Zahari
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ainul Fiah
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Alex R. Nainggolan
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Almania Rohmah
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aminah
Aminullah HA.Noor
Amir Sutaarga
Anam Rahus
Anata Siregar
Andari Karina Anom
Andina Dwifatma
Andong Buku #3
Andre Mediansyah
Andri Awan
Anett Tapai
Anggie Melianna
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Wahyudi
Anwar Nuris
Ardi Bramantyo
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arief Joko Wicaksono
Arief Junianto
Ariera
Arif Bagus Prasetyo
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Asmaul Fauziyah
Asti Musman
Atafras
Awalludin GD Mualif
Ayu Wulan Sari
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Camelia Mafaza
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Zaini Ahmad
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Daisuke Miyoshi
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Danusantoso
Dareen Tatour
Darju Prasetya
David Kuncara
Denny Mizhar
Denza Perdana
Desi Sommalia Gustina
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewi Indah Sari
Dewi Susme
Dian Sukarno
Didik Harianto
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur
Dipo Handoko
Diyah Errita Damayanti
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddy Wisnu Pribadi
Dody Kristianto
Dody Yan Masfa
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi SS MHum
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Wiyana
Dyah Ratna Meta Novia
Dyah Sulistyorini
Ecep Heryadi
Eddy Pranata PNP
Edeng Syamsul Ma’arif
Eep Saefulloh Fatah
EH Kartanegara
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Hendri Saiful
Eko Windarto
Elnisya Mahendra
Elva Lestary
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Sulwesi
Endo Suanda
Eppril Wulaningtyas R
Esai
Evan Ys
F. Moses
F. Rahardi
Fadlillah Malin Sutan
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fanny Chotimah
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Febby Fortinella Rusmoyo
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Gabriel Garcia Marquez
Galang Ari P.
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gandra Gupta
Ganug Nugroho Adi
Gerson Poyk
Ghassan Kanafani
Gita Nuari
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunoto Saparie
H.B. Jassin
Habibullah
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Hardi
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Aspahani
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
HE. Benyamine
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Herman RN
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Nugroho
Hikmat Gumelar
HL Renjis Magalah
Hudan Nur
Hujuala Rika Ayu
Huminca Sinaga
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ira Puspitaningsih
Irfan Budiman
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Zulkarnain
Ismail Marzuki
Iva Titin Shovia
Iwan Kurniawan
Jabbar Abdullah
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D. Rahman
Jamal T. Suryanata
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
JILFest 2008
Jody Setiawan
Johan Edy Raharjo
Johannes Sugianto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Juan Kromen
Julika Hasanah
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Ka’bati
Karanggeneng
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Keith Foulcher
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khansa Arifah Adila
Khoirul Inayah
Khoirul Rosyadi
Khudori Husnan
Ki Ompong Sudarsono
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
L.N. Idayanie
Laili Rahmawati
Lamongan
Lan Fang
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lely Yuana
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Liestyo Ambarwati Khohar
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lucia Idayanie
Lukman A Sya
Lutfiah
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Ismail
M Thobroni
M. Afifuddin
M. Arwan Hamidi
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Luthfi Aziz
M. Nurdin
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.S. Nugroho
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahmud Syaltut Usfa
Mahmudi Arif Dahlan
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Martin Aleida
Maruli Tobing
Mas Ruscita
Mashuri
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni Muserang
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mia Arista
Mia El Zahra
Mikael Johani
Misbahus Surur
Misran
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
Much. Khoiri
Muh. Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun
Muhammadun AS
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mukti Sutarman Espe
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Munawir Aziz
Musfarayani
Musfi Efrizal
Nafisatul Husniah
Nandang Darana
Naskah Teater
Nelson Alwi
Ni Made Purnamasari
Nikmatus Sholikhah
Nina Herlina Lubis
Nina Susilo
Ning Elia
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel-novel berbahasa Jawa
Novelet
Nunuy Nurhayati
Nur Azizah
Nur Hamzah
Nur Kholiq
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Aini
Nurul Anam
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Okty Budiati
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso H.N.
Pagan Press
Pagelaran Musim Tandur
Palupi Panca Astuti
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Petrus Nandi
Politik
Politik Sastra
Pradana Boy ZTF
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pringadi AS
Prof Dr Fabiola D. Kurnia
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Puji Tyasari
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
Purnawan Kristanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang Group
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Ng. Ronggowarsito
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmat Kemat Hidayatullah
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rasanrasan Boengaketji
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Resensi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Ririe Rengganis
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rusmanadi
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saiful Amin Ghofur
Saiful Anam
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman S. Yoga
Samsudin Adlawi
Samsul Anam
Sanggar Lukis Alam
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang KSII
Santi Puji Rahayu
Sapardi Djoko Damono
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastra Jawa Timur
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
SelaSastra Boenga Ketjil #33
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputra
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soegiharto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sri Weni
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudirman
Sugi Lanus
Sukron Ma’mun
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaf Anton Wr
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syarif Wadja Bae
Sylvianita Widyawati
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie (1961-2019)
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tia Setiadi
Tirto Suwondo
Tita Tjindarbumi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tosa Poetra
Tri Nurdianingsih
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulul Azmiyati
Umar Fauzi
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Utari Tri Prestianti
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wan Anwar
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wina Bojonegoro
Wita Lestari
Wong Wing King
Wowok Hesti Prabowo
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanusa Nugroho
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopi Setia Umbara
Yudhi Herwibowo
Yudi Latif
Yusri Fajar
Yusuf Ariel Hakim
Yuval Noah Harari
Zacky Khairul Uman
Zainuddin Sugendal
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zed Abidien
Zehan Zareez
Zhaenal Fanani
Zubaidi Khan
Zuniest
Tidak ada komentar:
Posting Komentar