Kamis, 14 Oktober 2010

Cermin Dua Zaman

Emil WE
http://oase.kompas.com/

Sayup-sayup lagu Indonesia Raya berkumandang tak jelas dari sebuah radio transistor tua milik tukang parkir di depan gedung, bergemerasak. Merah-putih tertali layu di tiang pelataran, lesu. Sementara di dalam ruangan, sosok petugas berwajah ramah terus asyik membubuhkan stempel pos di pojok kanan-atas surat. Jetak! Jetak! tangannya terayun kuat sambil terus menyungging senyum.

Pada sebuah bangku kayu berbentuk memanjang, sosok lelaki keriput kering tersenyum kepada kawan di sampingnya. Wajahnya teduh, kelopak matanya menyipit, namun sorot matanya menyisakan gelora di usia tuanya. Kedua lelaki itu sedang menunggu antrean uang pensiun di sebuah kantor pos kecil yang nampak ringkih di pojok perempatan ibukota kecamatan.

“Selamat, Cak. Enampuluh empat tahun sudah,” kata lelaki keriput kering dengan tatapan hormat.

“Hehehe .. tak terasa memang … Alhamdulillah, Di. Sudah enampuluh empat tahun Tuhan memberikan bonus atas umur kita,” lelaki berpostur tinggi berbadan tipis menimpali lelaki keriput kering. Ia tersenyum lebar. Dari kembangan senyumnya, terlihat jikalau deretan giginya tak kuat lagi melawan waktu. Hanya tinggal satu yang tersisa, menyelip di gusi depan sebelah kiri bawah. Sendirian.

“Rasa-rasanya minggu pertama di bulan nopember selalu saja menggugah, Cak. Menyeretku memasuki jam-jam menegangkan,” tatap mata Veteran Kasdi menyapu lembut Veteran Wagino. Ia kemudian mengusap keriput di wajahnya menggunakan telapak tangan.

“Apa yang masih kau ingat, Di?”

“Semuanya, Cak,” jawab Veteran Kasdi lembut

“Semuanya?!!”

“Ya. Semuanya. Gaya bertempur tentara Gurkha dan Sekutu, Kecongkakan Mansergh, saat kita dipaksa bertahan di sektor selatan .. ah,” lelaki keriput kering itu menggeleng pelan
“Rasa-rasanya masih teringat saat kau selamatkan aku dari bidikan tentara Inggris di depan stasiun Gubeng. Kalau tidak .. mungkin .. ,” bibir Veteran Kasdi bergetar. Wajahnya bermendung.

Kalimat Veteran Kasdi yang terhenti memaksa Veteran Wagino membuka ingatannya. Ia menarik nafas dalam-dalam.

“Kadang-kadang di bulan nopember, aku teringat kejadian di Hotel Yamato, Cak. Rasa-rasanya darahku berdesiran kalau teringat kejadian itu. Allahu Akbar ..” Veteran Kasdi lagi-lagi mengusap wajah menggunakan telapak tangannya. Ia terharu.

“Sekarang ini aku yakin kau pasti teringat Kadir dan Kohar ..” celetuk Veteran Wagino setelahnya. Kata-katanya memantik kenangan Veteran Kasdi kepada kedua kakaknya.

“Iya, Cak. Pasti,” tatap mata Veteran Kasdi menunggu

“Kedua kakakmu itu nadi lehernya sudah putus sejak lama .. tak punya rasa takut .. bahkan jauh-jauh hari sebelum pecah perang Surabaya .. saat batalyon kami memberontak di Blitar, puluhan Kempetai pecah kepalanya di bidik kedua kakakmu itu. Edan. Walau akhirnya kami terdesak dan menyingkir ke timur, kejadian itu bisa dipastikan menampar muka tentara Jepang.”

“Setiba di desa Pasrujambe, di lereng Semeru sebelah selatan, sisa batalyon yang menyingkir bersama kami hanya tersisa 4 orang. Kami kemudian terus bergerak melingkari gunung Semeru menuju Gunung Lamongan, dari sana kami bergerak menuju Situbondo, disana kami bergabung dengan Kiai Sa’at. Kiai itu kemudian menyediakan tempat persembunyian yang sangat aman, sebuah terowongan bawah tanah di bawah masjid.”

“Allahu Akbar,” Veteran Kasdi menggeleng pelan. Ia terharu.

“Akhirnya setelah resolusi jihad keluar .. kami bersama rombongan kiai Sa’at bergerak menuju Surabaya, kami memilih bertempur di sektor utara dekat Jembatan Merah. Rupa-rupanya saat itulah Tuhan menghendaki Kohar syahid. Ia terkepung dan bertempur sampai ajalnya tiba. Kalau teringat kejadian itu aku masih bersedih ..tapi sekaligus bangga telah mengenak Kakakmu .. namun yang lebih mengharukan, kejadian itu malah memantik keberanian kami. Kiai Sa’at memerintahkan kami merangsek maju. Tentara Gurkha kami pukul mundur , sekutu pun kelimpungan terkencing-kencing .. akhirnya aku menyaksikan kejadian paling mengharukan .. Kadir setetes pun tak menitikkan airmata menyaksikan Kohar limbung bersimbah darah di depannya .. Kakakmu itu malah tersenyum .. ya .. ia malah tersenyum sambil memeluk tubuh Kohar. Dia malah bilang kepada kami agar ikhlas dan jangan bersedih, syahid telah menjadi jalan hidup Kohar.”

“Cerita selanjutnya kau pasti tahu, Di,” lanjut Veteran Wagino mengakhiri. Tatapan sayunya menaut wajah Veteran Kasdi yang terkenang.

“Ya, Cak. Aku ingat. Saat mendengar kematian Cak Kohar, aku sedang bertempur di kawasan Sidotopo. Aku diberitahu Kapten Suadi masalah itu.”

“Ah, Kapten Suadi. Saat kau sebut namanya aku jadi ingat dia. Kau tahu dimana dia sekarang?”

“sempat aku menemuinya sebulan lalu, Cak”

“Di mana?” tanya Veteran Wagino cepat

“Di rumah sakit, Cak .. umur tua dan sisa hidupnya menyedihkan.”

“Menyedihkan? maksudmu?”

“Kupikir mundurnya kesehatan Kapten Suadi tak lepas dari kasus yang menimpa anaknya.”

“Anaknya?!! bukankah anaknya cuma satu ? Rudi Bargowo maksudmu ?”

“Ya, Rudi Bargowo, Cak. Yang masuk dinas ketentaraan. Dia berpangkat Jenderal pertama sekarang ..”
“Lalu?”

“Dia terkena kasus, Cak. Kabarnya korupsi milyaran rupiah.”

“Ya, Tuhan. Semoga itu tidak benar, Di. Kalau sampai benar, aku tak bisa membayangkan perasaan Kapten Suadi. Kasihan komandan baik itu. Dia pasti malu di depan Tuhan,” timpal Veteran Wagino bersedih.

“Semoga memang tak benar, Cak. Semoga semua salah. Tapi yang menyedihkanku, mengapa saat ini keadilan serasa makin suram di negeri kita, Cak. Makin abu-abu.”

“Maksudmu?”

“Bukankah semua serba tak jelas mana yang benar dan mana yang tidak, aku cuma menilai itu”

“Kemarin saja kulihat di televisi carut marutnya persoalan. Ada polisi bentrok dengan tentara, jaksa beradu mulut dengan pengacara, polisi ditelanjangi keboborokannya, komisi anti suap diindikasikan tersuap, kebenaran berputar-putar seperti gasing. Tak jelas. Tak tentu arah kapan berhentinya. Belum lagi, semua orang sudah berani pamer sumpah. Atas nama Tuhan, Cak ! semua bersumpah atas nama Tuhan ! bayangkan .. mencari siapa yang salah-siapa yang benar sama saja seperti mencari semut hitam di atas batu hitam saat malam datang. Astaghfirullah, jaman apa ini.”

“Pepatahmu antik, Di. Hehehe .. uhuk ..uhuk ..” celetuk Veteran Wagino sambil terbatuk
“Banyak-banyak berdoalah, Di. Semoga negeri kita diberkahi dan diampuni,” sambung Veteran Wagino sambil menatap Veteran Kasdi. Kedua lelaki itu berpandangan.

“Rasa-rasanya .. saat-saat seperti ini kita merindukan sosok Pak Hatta sebagai negarawan cemerlang nan sederhana. Pemimpin yang tak lepas dari buku dan tikar sembahyangnya,” lanjut Veteran Wagino dengan suara bergetar.

“Ya, Cak .. mungkin benar .. tapi jaman harus terus tergelar, masa lalu tak mungkin kembali.”

“Aku tahu, Di. Aku tahu. Masa lalu tak mungkin kembali. Tapi setidaknya, bolehlah kita rindu kehadiran Jenderal Soedirman dan Bung Tomo saat ini. Untuk sekedar mengenang, untuk sekedar membubuhkan candu di atas luka kita. Mereka itu milik rakyat, Di. Mereka dekat dan dicintai rakyat. Kenangan atas mereka terus bersemayam di dada kita. Sampai sekarang, kalau teringat suara Bung Tomo di radio, dadaku masih bergetaran, jiwa kita kembali terpanggil untuk berjihad di Surabaya.”

“Ya, Cak. Aku pun demikian. Mungkin benar nasehat Kapten Suadi ketika mendapatiku bergabung dengan laskar, kita-kita ini adalah tentara Alhamdulillah, jadi jangan mengharap sesuatu.”
“Tentara Alhamdulillah? maksudmu?”

“Kita berjuang tak membayangkan apa-apa dan tak mengharap apa-apa, Cak. Kalau rakyat memberikan kita air putih, kita berucap Alhamdulillah. Kalau rakyat membantu kita dengan sebungkus nasi, kita pun berucap Alhamdulillah. Saat itu dalam bayangan kita bukan uang pensiun, tapi bagaimana kita melihat bendera kita tak jatuh lagi ke tanah. Rasa-rasanya sampai sekarang mengenang peristiwa nopember membuat mataku berair, Cak. Kita punya pemimpin-pemimpin hebat. Apalagi kemudian terkenang Jenderal Besar yang naik turun gunung bergerilya ratusan kilometer saat agresi ke-dua, merekalah tentara-tentara alhamdulillah.”

“Adakah kini Jenderal yang seperti itu, Di? seperti Soedirman,” pertanyaan Veteran Wagino serasa tercekat.

“Jenderal sekarang banyak yang kaya, Cak. Milyaran kekayaannya. Bisa untuk membayar pensiun kita tujuh turunan.”

“Tidak semuanya, Di. Aku yakin tidak semuanya. Negeri kita tetap berdiri karena ada mereka yang jujur, percayalah, Ikhlaslah. Masih akan tumbuh jenderal-jenderal rakyat yang diteladani,”

“Amin, Cak. Amin,” sahut Veteran Kasdi lirih.

“Dulu, sesaat sebelum Sekutu membombardir Surabaya, aku dan Kadir sempat berbincang dengan Kiai Sa’at. Dia bilang, penjajah Belanda cepat atau lambat pasti akan terusir dari tanah kita. Tapi setelahnya, kita akan berperang melawan musuh dari kalangan kita sendiri, berperang melawan mereka yang bermental penghianat dan lebih senang menari di atas penderitaan bangsanya sendiri. Maling negara, pencoleng, penguasa lalim, atau juga pembuat kebijakan yang tak memihak rakyat,” Veteran Wagino menghentikan kalimatnya. Ia mengambil nafas.

“Aku ingat saat itu Kiai Sa’at mengistilahkan maling Negara, mungkin yang dimaksudnya adalah Koruptor. Maling Negara, katanya, adalah kejahatan luar biasa. Efeknya berkepanjangan, dosanya pun berantai sepanjang efek kejahatannya tak lagi terasa. Korupsi sama saja mewakafkan kejahatan. Walau pelakunya mati, dosa itu akan tetap mengalir seandainya efek korupsinya terus-terusan menyisakan penderitaan bagi bangsanya.”

“Astaghfirullahal Adzim ..” Veteran Kasdi tertegun. Ia menarik nafas dalam-dalam dan kemudian menghembuskannya perlahan.

“Belum juga giliran kita, Di?” tanya Veteran Wagino sambil melongok mencari tahu,
“Belum, Cak. Mungkin sebentar lagi. Biarlah .. kita memang datang terlambat. Setidaknya kita bisa berbincang-bincang sambil menunggu giliran.”

“Hehehehe … uhuk .. uhuk,” Veteran Wagino terkekeh dan terbatuk

“Apakah kau sibuk setelah ini?”

“Tidak, Cak. Cucu-cucuku sudah besar dan sibuk dengan kesenangannya sendiri, hehehee …” Veteran Kasdi terkekeh riang. Ia terlihat bahagia.

“Bagaimana kalau setelah ini kita ke Taman Makam Pahlawan? sudah lama aku tak mengunjungi kawan-kawan, terlebih Kadir dan Kiai Sa’at.”

“Baiklah, Cak. Sekalian kalau memungkinkan, kita kunjungi Kapten Suadi. Kukira lelaki itu kesepian,”
“Baiklah .. kita kunjungi dia,” Veteran Wagino mengangguk. Tatap matanya kembali menyapu Veteran Kasdi seraya penasaran.

“Berapa umurmu sekarang, Di?”

“Hehehehehe .. kita ini sudah seperti daun jati tua yang siap gugur, Cak. Tak pantas lagi bicara umur,” jawab Veteran Kasdi berdiplomatis.

“Tapi .. kali ini bolehlah kau tanya umurku. Indonesia telah merdeka enampuluh empat tahun lamanya, Cak. Tinggal kau tambahkan saja enampuluh empat dengan tujuhbelas tahun umurku saat bertempur di Surabaya.”

“Hehehehe … masih muda juga rupanya .. tentunya kalau dibanding aku,” Veteran Wagino terkekeh. Dada tipisnya berguncangan.

“Ya, Cak. Masih muda, tapi dilihat dari jaman yang berbeda,”

“Hehehe … jaman memang berubah, Di. Kita sudah merdeka. Tapi setelah enampuluh empat tahun merdeka, kita seharusnya berani mempertanya, selama ini sebenarnya kita telah merdeka atas apa … ”
***

Mampang Prapatan, 12 Nopember 2009

Emil W.E, Seorang penikmat sastra, anggota forum diskusi sastra “Bengkel Imajinasi” Malang, anggota Adventurers and Mountain Climbers (AMC 1969) Malang, kini tinggal di kampung kecil di Jawa Timur sehabis menekuni profesinya sebagai urban di Jakarta. Gemar menulis di alam bebas, karya-karya yang sudah dipublikasikan di antaranya puisi dalam buku antologi puisi untuk Munir, antologi empati Jogja, Malang Post, cerpen-cerpen dan puisinya tersebar di oase kompas, beberapa tulisan cerpennya bisa dinikmati di www.emilwe.wordpress.com Kontak email : emil_we@yahoo.com YM : emil_we

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest