Emil WE
http://oase.kompas.com/
Sayup-sayup lagu Indonesia Raya berkumandang tak jelas dari sebuah radio transistor tua milik tukang parkir di depan gedung, bergemerasak. Merah-putih tertali layu di tiang pelataran, lesu. Sementara di dalam ruangan, sosok petugas berwajah ramah terus asyik membubuhkan stempel pos di pojok kanan-atas surat. Jetak! Jetak! tangannya terayun kuat sambil terus menyungging senyum.
Pada sebuah bangku kayu berbentuk memanjang, sosok lelaki keriput kering tersenyum kepada kawan di sampingnya. Wajahnya teduh, kelopak matanya menyipit, namun sorot matanya menyisakan gelora di usia tuanya. Kedua lelaki itu sedang menunggu antrean uang pensiun di sebuah kantor pos kecil yang nampak ringkih di pojok perempatan ibukota kecamatan.
“Selamat, Cak. Enampuluh empat tahun sudah,” kata lelaki keriput kering dengan tatapan hormat.
“Hehehe .. tak terasa memang … Alhamdulillah, Di. Sudah enampuluh empat tahun Tuhan memberikan bonus atas umur kita,” lelaki berpostur tinggi berbadan tipis menimpali lelaki keriput kering. Ia tersenyum lebar. Dari kembangan senyumnya, terlihat jikalau deretan giginya tak kuat lagi melawan waktu. Hanya tinggal satu yang tersisa, menyelip di gusi depan sebelah kiri bawah. Sendirian.
“Rasa-rasanya minggu pertama di bulan nopember selalu saja menggugah, Cak. Menyeretku memasuki jam-jam menegangkan,” tatap mata Veteran Kasdi menyapu lembut Veteran Wagino. Ia kemudian mengusap keriput di wajahnya menggunakan telapak tangan.
“Apa yang masih kau ingat, Di?”
“Semuanya, Cak,” jawab Veteran Kasdi lembut
“Semuanya?!!”
“Ya. Semuanya. Gaya bertempur tentara Gurkha dan Sekutu, Kecongkakan Mansergh, saat kita dipaksa bertahan di sektor selatan .. ah,” lelaki keriput kering itu menggeleng pelan
“Rasa-rasanya masih teringat saat kau selamatkan aku dari bidikan tentara Inggris di depan stasiun Gubeng. Kalau tidak .. mungkin .. ,” bibir Veteran Kasdi bergetar. Wajahnya bermendung.
Kalimat Veteran Kasdi yang terhenti memaksa Veteran Wagino membuka ingatannya. Ia menarik nafas dalam-dalam.
“Kadang-kadang di bulan nopember, aku teringat kejadian di Hotel Yamato, Cak. Rasa-rasanya darahku berdesiran kalau teringat kejadian itu. Allahu Akbar ..” Veteran Kasdi lagi-lagi mengusap wajah menggunakan telapak tangannya. Ia terharu.
“Sekarang ini aku yakin kau pasti teringat Kadir dan Kohar ..” celetuk Veteran Wagino setelahnya. Kata-katanya memantik kenangan Veteran Kasdi kepada kedua kakaknya.
“Iya, Cak. Pasti,” tatap mata Veteran Kasdi menunggu
“Kedua kakakmu itu nadi lehernya sudah putus sejak lama .. tak punya rasa takut .. bahkan jauh-jauh hari sebelum pecah perang Surabaya .. saat batalyon kami memberontak di Blitar, puluhan Kempetai pecah kepalanya di bidik kedua kakakmu itu. Edan. Walau akhirnya kami terdesak dan menyingkir ke timur, kejadian itu bisa dipastikan menampar muka tentara Jepang.”
“Setiba di desa Pasrujambe, di lereng Semeru sebelah selatan, sisa batalyon yang menyingkir bersama kami hanya tersisa 4 orang. Kami kemudian terus bergerak melingkari gunung Semeru menuju Gunung Lamongan, dari sana kami bergerak menuju Situbondo, disana kami bergabung dengan Kiai Sa’at. Kiai itu kemudian menyediakan tempat persembunyian yang sangat aman, sebuah terowongan bawah tanah di bawah masjid.”
“Allahu Akbar,” Veteran Kasdi menggeleng pelan. Ia terharu.
“Akhirnya setelah resolusi jihad keluar .. kami bersama rombongan kiai Sa’at bergerak menuju Surabaya, kami memilih bertempur di sektor utara dekat Jembatan Merah. Rupa-rupanya saat itulah Tuhan menghendaki Kohar syahid. Ia terkepung dan bertempur sampai ajalnya tiba. Kalau teringat kejadian itu aku masih bersedih ..tapi sekaligus bangga telah mengenak Kakakmu .. namun yang lebih mengharukan, kejadian itu malah memantik keberanian kami. Kiai Sa’at memerintahkan kami merangsek maju. Tentara Gurkha kami pukul mundur , sekutu pun kelimpungan terkencing-kencing .. akhirnya aku menyaksikan kejadian paling mengharukan .. Kadir setetes pun tak menitikkan airmata menyaksikan Kohar limbung bersimbah darah di depannya .. Kakakmu itu malah tersenyum .. ya .. ia malah tersenyum sambil memeluk tubuh Kohar. Dia malah bilang kepada kami agar ikhlas dan jangan bersedih, syahid telah menjadi jalan hidup Kohar.”
“Cerita selanjutnya kau pasti tahu, Di,” lanjut Veteran Wagino mengakhiri. Tatapan sayunya menaut wajah Veteran Kasdi yang terkenang.
“Ya, Cak. Aku ingat. Saat mendengar kematian Cak Kohar, aku sedang bertempur di kawasan Sidotopo. Aku diberitahu Kapten Suadi masalah itu.”
“Ah, Kapten Suadi. Saat kau sebut namanya aku jadi ingat dia. Kau tahu dimana dia sekarang?”
“sempat aku menemuinya sebulan lalu, Cak”
“Di mana?” tanya Veteran Wagino cepat
“Di rumah sakit, Cak .. umur tua dan sisa hidupnya menyedihkan.”
“Menyedihkan? maksudmu?”
“Kupikir mundurnya kesehatan Kapten Suadi tak lepas dari kasus yang menimpa anaknya.”
“Anaknya?!! bukankah anaknya cuma satu ? Rudi Bargowo maksudmu ?”
“Ya, Rudi Bargowo, Cak. Yang masuk dinas ketentaraan. Dia berpangkat Jenderal pertama sekarang ..”
“Lalu?”
“Dia terkena kasus, Cak. Kabarnya korupsi milyaran rupiah.”
“Ya, Tuhan. Semoga itu tidak benar, Di. Kalau sampai benar, aku tak bisa membayangkan perasaan Kapten Suadi. Kasihan komandan baik itu. Dia pasti malu di depan Tuhan,” timpal Veteran Wagino bersedih.
“Semoga memang tak benar, Cak. Semoga semua salah. Tapi yang menyedihkanku, mengapa saat ini keadilan serasa makin suram di negeri kita, Cak. Makin abu-abu.”
“Maksudmu?”
“Bukankah semua serba tak jelas mana yang benar dan mana yang tidak, aku cuma menilai itu”
“Kemarin saja kulihat di televisi carut marutnya persoalan. Ada polisi bentrok dengan tentara, jaksa beradu mulut dengan pengacara, polisi ditelanjangi keboborokannya, komisi anti suap diindikasikan tersuap, kebenaran berputar-putar seperti gasing. Tak jelas. Tak tentu arah kapan berhentinya. Belum lagi, semua orang sudah berani pamer sumpah. Atas nama Tuhan, Cak ! semua bersumpah atas nama Tuhan ! bayangkan .. mencari siapa yang salah-siapa yang benar sama saja seperti mencari semut hitam di atas batu hitam saat malam datang. Astaghfirullah, jaman apa ini.”
“Pepatahmu antik, Di. Hehehe .. uhuk ..uhuk ..” celetuk Veteran Wagino sambil terbatuk
“Banyak-banyak berdoalah, Di. Semoga negeri kita diberkahi dan diampuni,” sambung Veteran Wagino sambil menatap Veteran Kasdi. Kedua lelaki itu berpandangan.
“Rasa-rasanya .. saat-saat seperti ini kita merindukan sosok Pak Hatta sebagai negarawan cemerlang nan sederhana. Pemimpin yang tak lepas dari buku dan tikar sembahyangnya,” lanjut Veteran Wagino dengan suara bergetar.
“Ya, Cak .. mungkin benar .. tapi jaman harus terus tergelar, masa lalu tak mungkin kembali.”
“Aku tahu, Di. Aku tahu. Masa lalu tak mungkin kembali. Tapi setidaknya, bolehlah kita rindu kehadiran Jenderal Soedirman dan Bung Tomo saat ini. Untuk sekedar mengenang, untuk sekedar membubuhkan candu di atas luka kita. Mereka itu milik rakyat, Di. Mereka dekat dan dicintai rakyat. Kenangan atas mereka terus bersemayam di dada kita. Sampai sekarang, kalau teringat suara Bung Tomo di radio, dadaku masih bergetaran, jiwa kita kembali terpanggil untuk berjihad di Surabaya.”
“Ya, Cak. Aku pun demikian. Mungkin benar nasehat Kapten Suadi ketika mendapatiku bergabung dengan laskar, kita-kita ini adalah tentara Alhamdulillah, jadi jangan mengharap sesuatu.”
“Tentara Alhamdulillah? maksudmu?”
“Kita berjuang tak membayangkan apa-apa dan tak mengharap apa-apa, Cak. Kalau rakyat memberikan kita air putih, kita berucap Alhamdulillah. Kalau rakyat membantu kita dengan sebungkus nasi, kita pun berucap Alhamdulillah. Saat itu dalam bayangan kita bukan uang pensiun, tapi bagaimana kita melihat bendera kita tak jatuh lagi ke tanah. Rasa-rasanya sampai sekarang mengenang peristiwa nopember membuat mataku berair, Cak. Kita punya pemimpin-pemimpin hebat. Apalagi kemudian terkenang Jenderal Besar yang naik turun gunung bergerilya ratusan kilometer saat agresi ke-dua, merekalah tentara-tentara alhamdulillah.”
“Adakah kini Jenderal yang seperti itu, Di? seperti Soedirman,” pertanyaan Veteran Wagino serasa tercekat.
“Jenderal sekarang banyak yang kaya, Cak. Milyaran kekayaannya. Bisa untuk membayar pensiun kita tujuh turunan.”
“Tidak semuanya, Di. Aku yakin tidak semuanya. Negeri kita tetap berdiri karena ada mereka yang jujur, percayalah, Ikhlaslah. Masih akan tumbuh jenderal-jenderal rakyat yang diteladani,”
“Amin, Cak. Amin,” sahut Veteran Kasdi lirih.
“Dulu, sesaat sebelum Sekutu membombardir Surabaya, aku dan Kadir sempat berbincang dengan Kiai Sa’at. Dia bilang, penjajah Belanda cepat atau lambat pasti akan terusir dari tanah kita. Tapi setelahnya, kita akan berperang melawan musuh dari kalangan kita sendiri, berperang melawan mereka yang bermental penghianat dan lebih senang menari di atas penderitaan bangsanya sendiri. Maling negara, pencoleng, penguasa lalim, atau juga pembuat kebijakan yang tak memihak rakyat,” Veteran Wagino menghentikan kalimatnya. Ia mengambil nafas.
“Aku ingat saat itu Kiai Sa’at mengistilahkan maling Negara, mungkin yang dimaksudnya adalah Koruptor. Maling Negara, katanya, adalah kejahatan luar biasa. Efeknya berkepanjangan, dosanya pun berantai sepanjang efek kejahatannya tak lagi terasa. Korupsi sama saja mewakafkan kejahatan. Walau pelakunya mati, dosa itu akan tetap mengalir seandainya efek korupsinya terus-terusan menyisakan penderitaan bagi bangsanya.”
“Astaghfirullahal Adzim ..” Veteran Kasdi tertegun. Ia menarik nafas dalam-dalam dan kemudian menghembuskannya perlahan.
“Belum juga giliran kita, Di?” tanya Veteran Wagino sambil melongok mencari tahu,
“Belum, Cak. Mungkin sebentar lagi. Biarlah .. kita memang datang terlambat. Setidaknya kita bisa berbincang-bincang sambil menunggu giliran.”
“Hehehehe … uhuk .. uhuk,” Veteran Wagino terkekeh dan terbatuk
“Apakah kau sibuk setelah ini?”
“Tidak, Cak. Cucu-cucuku sudah besar dan sibuk dengan kesenangannya sendiri, hehehee …” Veteran Kasdi terkekeh riang. Ia terlihat bahagia.
“Bagaimana kalau setelah ini kita ke Taman Makam Pahlawan? sudah lama aku tak mengunjungi kawan-kawan, terlebih Kadir dan Kiai Sa’at.”
“Baiklah, Cak. Sekalian kalau memungkinkan, kita kunjungi Kapten Suadi. Kukira lelaki itu kesepian,”
“Baiklah .. kita kunjungi dia,” Veteran Wagino mengangguk. Tatap matanya kembali menyapu Veteran Kasdi seraya penasaran.
“Berapa umurmu sekarang, Di?”
“Hehehehehe .. kita ini sudah seperti daun jati tua yang siap gugur, Cak. Tak pantas lagi bicara umur,” jawab Veteran Kasdi berdiplomatis.
“Tapi .. kali ini bolehlah kau tanya umurku. Indonesia telah merdeka enampuluh empat tahun lamanya, Cak. Tinggal kau tambahkan saja enampuluh empat dengan tujuhbelas tahun umurku saat bertempur di Surabaya.”
“Hehehehe … masih muda juga rupanya .. tentunya kalau dibanding aku,” Veteran Wagino terkekeh. Dada tipisnya berguncangan.
“Ya, Cak. Masih muda, tapi dilihat dari jaman yang berbeda,”
“Hehehe … jaman memang berubah, Di. Kita sudah merdeka. Tapi setelah enampuluh empat tahun merdeka, kita seharusnya berani mempertanya, selama ini sebenarnya kita telah merdeka atas apa … ”
***
Mampang Prapatan, 12 Nopember 2009
Emil W.E, Seorang penikmat sastra, anggota forum diskusi sastra “Bengkel Imajinasi” Malang, anggota Adventurers and Mountain Climbers (AMC 1969) Malang, kini tinggal di kampung kecil di Jawa Timur sehabis menekuni profesinya sebagai urban di Jakarta. Gemar menulis di alam bebas, karya-karya yang sudah dipublikasikan di antaranya puisi dalam buku antologi puisi untuk Munir, antologi empati Jogja, Malang Post, cerpen-cerpen dan puisinya tersebar di oase kompas, beberapa tulisan cerpennya bisa dinikmati di www.emilwe.wordpress.com Kontak email : emil_we@yahoo.com YM : emil_we
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Ginandjar Wiludjeng
A. Junianto
A. Kurnia
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.S Laksana
A’yat Khalili
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Razak
Abdul Rosyid
Abdul Wahab
Abdurrahman Wahid
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adam Chiefni
Ade P. Nasution
Adhitia Armitriant
Adi Prasetyo
Adrizas
AF. Tuasikal
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Baso
Ahmad Faishal
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Naufel
Ahmad Rofiq
Ahmad S. Zahari
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ainul Fiah
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Alex R. Nainggolan
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Almania Rohmah
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aminah
Aminullah HA.Noor
Amir Sutaarga
Anam Rahus
Anata Siregar
Andari Karina Anom
Andina Dwifatma
Andong Buku #3
Andre Mediansyah
Andri Awan
Anett Tapai
Anggie Melianna
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Wahyudi
Anwar Nuris
Ardi Bramantyo
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arief Joko Wicaksono
Arief Junianto
Ariera
Arif Bagus Prasetyo
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Asmaul Fauziyah
Asti Musman
Atafras
Awalludin GD Mualif
Ayu Wulan Sari
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Camelia Mafaza
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Zaini Ahmad
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Daisuke Miyoshi
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Danusantoso
Dareen Tatour
Darju Prasetya
David Kuncara
Denny Mizhar
Denza Perdana
Desi Sommalia Gustina
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewi Indah Sari
Dewi Susme
Dian Sukarno
Didik Harianto
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur
Dipo Handoko
Diyah Errita Damayanti
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddy Wisnu Pribadi
Dody Kristianto
Dody Yan Masfa
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi SS MHum
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Wiyana
Dyah Ratna Meta Novia
Dyah Sulistyorini
Ecep Heryadi
Eddy Pranata PNP
Edeng Syamsul Ma’arif
Eep Saefulloh Fatah
EH Kartanegara
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Hendri Saiful
Eko Windarto
Elnisya Mahendra
Elva Lestary
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Sulwesi
Endo Suanda
Eppril Wulaningtyas R
Esai
Evan Ys
F. Moses
F. Rahardi
Fadlillah Malin Sutan
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fanny Chotimah
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Febby Fortinella Rusmoyo
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Gabriel Garcia Marquez
Galang Ari P.
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gandra Gupta
Ganug Nugroho Adi
Gerson Poyk
Ghassan Kanafani
Gita Nuari
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunoto Saparie
H.B. Jassin
Habibullah
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Hardi
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Aspahani
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
HE. Benyamine
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Herman RN
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Nugroho
Hikmat Gumelar
HL Renjis Magalah
Hudan Nur
Hujuala Rika Ayu
Huminca Sinaga
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ira Puspitaningsih
Irfan Budiman
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Zulkarnain
Ismail Marzuki
Iva Titin Shovia
Iwan Kurniawan
Jabbar Abdullah
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D. Rahman
Jamal T. Suryanata
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
JILFest 2008
Jody Setiawan
Johan Edy Raharjo
Johannes Sugianto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Juan Kromen
Julika Hasanah
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Ka’bati
Karanggeneng
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Keith Foulcher
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khansa Arifah Adila
Khoirul Inayah
Khoirul Rosyadi
Khudori Husnan
Ki Ompong Sudarsono
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
L.N. Idayanie
Laili Rahmawati
Lamongan
Lan Fang
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lely Yuana
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Liestyo Ambarwati Khohar
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lucia Idayanie
Lukman A Sya
Lutfiah
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Ismail
M Thobroni
M. Afifuddin
M. Arwan Hamidi
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Luthfi Aziz
M. Nurdin
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.S. Nugroho
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahmud Syaltut Usfa
Mahmudi Arif Dahlan
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Martin Aleida
Maruli Tobing
Mas Ruscita
Mashuri
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni Muserang
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mia Arista
Mia El Zahra
Mikael Johani
Misbahus Surur
Misran
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
Much. Khoiri
Muh. Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun
Muhammadun AS
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mukti Sutarman Espe
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Munawir Aziz
Musfarayani
Musfi Efrizal
Nafisatul Husniah
Nandang Darana
Naskah Teater
Nelson Alwi
Ni Made Purnamasari
Nikmatus Sholikhah
Nina Herlina Lubis
Nina Susilo
Ning Elia
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel-novel berbahasa Jawa
Novelet
Nunuy Nurhayati
Nur Azizah
Nur Hamzah
Nur Kholiq
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Aini
Nurul Anam
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Okty Budiati
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso H.N.
Pagan Press
Pagelaran Musim Tandur
Palupi Panca Astuti
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Petrus Nandi
Politik
Politik Sastra
Pradana Boy ZTF
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pringadi AS
Prof Dr Fabiola D. Kurnia
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Puji Tyasari
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
Purnawan Kristanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang Group
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Ng. Ronggowarsito
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmat Kemat Hidayatullah
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rasanrasan Boengaketji
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Resensi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Ririe Rengganis
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rusmanadi
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saiful Amin Ghofur
Saiful Anam
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman S. Yoga
Samsudin Adlawi
Samsul Anam
Sanggar Lukis Alam
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang KSII
Santi Puji Rahayu
Sapardi Djoko Damono
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastra Jawa Timur
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
SelaSastra Boenga Ketjil #33
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputra
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soegiharto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sri Weni
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudirman
Sugi Lanus
Sukron Ma’mun
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaf Anton Wr
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syarif Wadja Bae
Sylvianita Widyawati
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie (1961-2019)
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tia Setiadi
Tirto Suwondo
Tita Tjindarbumi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tosa Poetra
Tri Nurdianingsih
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulul Azmiyati
Umar Fauzi
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Utari Tri Prestianti
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wan Anwar
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wina Bojonegoro
Wita Lestari
Wong Wing King
Wowok Hesti Prabowo
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanusa Nugroho
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopi Setia Umbara
Yudhi Herwibowo
Yudi Latif
Yusri Fajar
Yusuf Ariel Hakim
Yuval Noah Harari
Zacky Khairul Uman
Zainuddin Sugendal
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zed Abidien
Zehan Zareez
Zhaenal Fanani
Zubaidi Khan
Zuniest
Tidak ada komentar:
Posting Komentar