Lina Kelana
http://lina-kelana.blogspot.com/
Ini adalah kesekian kali dari pernikahan pernikahanku sebelumnya. Aku susun, kudirikan dan kurobohkan kemudian. Ketidakpercayaan yang disodorkan Priyadi adalah kegamangan yang bukan tanpa alasan jika aku menginginkan dia segera meminangku. Aku sangat menyukainya, namun di sisi lain aku tak menginginkan dia terkapar kecewa seperti suami suamiku sebelumnya.
Bukan sebuah keniscayaan jika orang kemudian meragukan kegigihanku mencari suami yang benar benar nyata dan sejati. Demikian juga tentang bagaimana aku dengan mudahnya mendapatkan seseorang dan menyakiti wanita lain. Jika disebut sebagai suatu keahlian, aku rasa itu tak benar, sebab tak ada kebanggaan sedikitpun untuk melakukan kesalahan yang sama beberapa kali.
“Mas Pri, apakah mas Pri tidak pernah menginginkan kita hidup dalam satu rumah tangga bersama anak anak kita?” tanyaku pada mas Pri suatu ketika sesaat setelah dia mengatakan keraguannya untuk melanjutkan hubungan terlarang kami.
Mas Pri adalah seorang duda keren warga kampung sebelah. Dia ditinggal mati oleh istrinya empat tahun yang lalu karena kanker payudara. Mas Pri sebuah usaha kue yang terkenal sampai luar daerah. Selain usaha dan keramahannya, mas Pri adalah seorang yang tampan dan cakap dalam bekerja. Tak heran jika banyak wanita yang menyukainya, tak ketinggalan pula para gadis belia. Sedang aku, aku adalah seorang istri dari seorang pedagang sayur di pasar. Dalam keseharian suamiku seorang ojek biasa, siang hari dia gunakan untuk mencari penumpang, sedang malam harinya digunakan untuk tengkulak sayur mayur di pasar.
Aku dan mas Pri bersepakat untuk mencoba saling mengenal sejak tiga bulan yang lalu. Ketika aku terjebak hujan di suatu sore dan suamiku tak jua datang menjemputku. Aku tahu hubungan ini tak menjamin sepenuhnya untuk kami bersama, namun aku meyakini hal tersebut lambat laun akan benar benar terjadi. Dan itu pasti akan terjadi.
Seperti pernikahan sebelumnya. Aku mencintai suamiku dengan sangat, pun aku mencintai kekasih kekasihku yang kujadikan calon suamiku berikutnya dengan sangat cinta.
“Piye to nduk, kowe iki cah wadon (bagaimana to nak, kamu ini seorang wanita) Harus bisa jaga martabat..”, kata ibuku mengingatkan.
Ketidaksetujuan ibuku atas apa yang kulakukan memang sangat berdasar, mengingat wong wadon(seorang wanita) harus bisa menghargai diri untuk bisa diajeni(dihargai) oleh oranglain dan masyarakat. Tetapi apakah salah jika sampai keempat suamiku tak bisa menyamankan gelisahku dan membuatku tenang sehingga aku terus mencari dan mencari?
Edy, suamiku yang pertama. Dia seorang yang lugu dan polos. Keluguannya ini mungkin karena ciri orang ndeso(desa), ataukah memang usia kami belum mencapai usia 23tahun waktu itu. Suamiku berumur 20tahun dan aku berusia 17tahun saat kami menikah. Kami menikah karena perjodohan keluarga. Setelah menikah, aku diboyong ke rumah mas Edy. Kehidupan keluargaku dengan mas Edy di topang sepenuhnya oleh orangtua mas Edy. Mas Edy seorang anak tunggal, sehingga selalu dimanja oleh orangtuanya. Dan aku tak menyukai itu. sebagai menantu dari seorang Kasun(Ketua Dusun), aku sangat dikenal oleh warga sekitar. Dari sinilah pemberontakanku dimulai. Secara ekonomi, aku adalah menantu yang sangat beruntung, sebagai seorang yang telah bersuami, aku tak pernah memasak dan menyiapkan makanan untuk suamiku, pun memikirkan segala keperluan dapur dan menu keseharian suamiku, sebab semua dilakukan oleh ibu mertuaku. Pekerjaanku hanya mencuci, dan sesekali membantu menyapu rumah dan pekarangan. Aku hanya duduk, berkumpul dengan keluarga, dan tentu saja menunaikan tugasku sebagi istri. Kehidupan sempurna dambaan setiap wanita bukan? Namun aku merasa hidup hanya“kelurusan” yang rutin, statis, dan membosankan.
Mas Edy seorang yang baik, santun dan patuh kepada orangtuanya. Dia suami yang perkasa. Benar benar suami yang diinginkan banyak wanita. Kesempurnaan yang harusnya kunikmati dengan segala kebahagiaan dan kecukupan yang ada.
Hari berganti aku lewati seperti air mengalir, sempurna yang utuh. Tanpa konflik dan pertengkaran. Hal yang membahagiakan seharusnya, tetapi kejenuhan mulai menggodaku. Aku terpikat dengan teman mas Edy, sosok kekar dan sedikit kasar. Akan bahagia jika aku menjadi istrinya, begitu pikirku. Aku mencari berbagai cara untuk menghancurkan pernikahanku. Namun lagi lagi suamiku dapat mendamaikan suasana. Suamiku layaknya sungai yang dingin, seberapapun kobaran api yang didekatkan kepadanya, segera padam dalam waktu yang tidak lama. Suamiku orang yang tak punya emosi. Aku jenuh. Aku masih berjuang mencari sebab agar aku dicerai. Hingga suatu saat aku kepergok berbuat serong. Aku berhasil membuat suamiku marah dan mengeluarkan kata talak kepadaku. Keluarga menyesalkan kejadian ini dan menginginkan kami kembali rujuk, namun aku menolak, alasanku aku trauma. Tetapi sungguh itu bukan alasan yang sebenarnya. Aku tak bisa hidup tanpa geliat. Tidak, aku tidak bisa.
“Nduk, mbokya dipikir ulang, susah lho mendapat suami jika statusmu sudah janda”, jelas ibuku.
Benarkan seorang wanita akan sulit mendapatkan pasangan jika telah berstatus janda?. Bukankah zaman sekarang semakin marak pernikahan beda usia dan status? Mengapa ini menjadi halangan untuk mencari seseorang yang tepat dalam hidupku?. Pertanyaan datang silih berganti dalam benakku. Sedikit keraguan tersimpan di sana. Benarkah yang dikatakan ibuku?, Bukankah Tuhan tak membatasi kasihsayangNya kepada hambaNya?
Lima bulan berlalu dari percerianku dengan mas Edy, aku bertemu dengan mas Junet. Dua bulan berpacaran, kami memutuskan untuk menikah. Kami membeli sebuah kontrakan di tempat suamiku bekerja sebagai buruh pabrik. Mas Junet sosok yang tegas dan berwibawa, namun tidak sebagai seorang suami. Dia selalu membutuhkan bantuan setiap kali hendak menuanikan tugasnya itu. Ingin saja aku mencari kepuasan di luar, tetapi kemudian kubatalkan. Aku tak ingin mati nahas akibat aids yang semakin menjadi biduan bagi masyarakat.
“Mas, bisakah mas mencari jalan keluar atas masalah kita ini?”, keluhku suatu ketika suamiku mengeluh tak sanggup lagi menghangatkan gigil malamku.
Usulan halus yang kuberikan selalu ditolak keras oleh mas Junet. Pertengkaran kemudian tak terhindarkan. Hingga terlontar kalimat “mas, ceraikan aku”, dan bersambut ”baik dik, aku menceraikanmu” oleh mas Junet dengan bercampur emosi. Tali pernikahan kamipun berakhir.
Aku kembali menjadi janda. Demikian seterusnya selama empat kali. Keempat suamiku memiliki keunikan yang berbeda, masing masing dari mereka selalu memberi kesan yang menyenangkan, tetapi entah mengapa aku selalu tak berani menghadapi kesulitan yang kutemukan bersama mereka?.Mengapa perceraian selalu menjadi jalan utama bagi ketidakpuasanku pada suami suamiku?. Apakah ini akibat pernikahan dini yang kulakukan sebelumnya hingga aku tak pernah belajar menerima ketidakcocokan yang ada dalam hidupku, ah entahlah aku tak tahu. Aku tahu tak akan pernah ada sosok sempurna yang kutemu, karena memang fitrah manusia adalah kekurangsempurnaan, tetapi mengapa aku masih belum sanggup menerima kekurangan oranglain dan selalu kecewa jika harapanku tidak terpenuhi oleh suamiku.
Mas Abdi kuharap sebagai suami terakhir yang kumiliki tanpa harus bercerai lagi. Aku memilihnya karena aku mengenalnya. Orangtuaku tak bisa lagi memilihkan lelaki sebagai pendampingku. Sebab agama memang melarang orangtua “memaksa” anak gadisnya menikah dengan lelaki pilihannya jika telah berstatus janda. Maka keduaorangtuaku pun merestuiku memilih mas Abdi sebagai teman hidupku.
Setahun menikah, aku belum juga dikaruniai seorang momongan. Demikian juga dari pernikahanku sebelumnya, aku tak pernah hamil. Mungkin Tuhan sengaja tak memberiku sebab mereka akan terlantar dan tersakiti karena sikapku yang selalu bercerai. Aku yakin Tuhan akan memberiku anak pada waktu yang tepat dan tak disangka sangka.
Mas Abdi seorang pria dan suami yang baik. Tapi dia bukan seorang umat agama yang baik. Mas Abdi tak pernah mau diajak untuk beribadah.
“Kalau sudah takdir ya sudah dik. Jika kita ditakdirkan masuk surga ya masuk surga saja, jika ditakdirkan masuk neraka ya masuk neraka saja. kenapa harus jungkir balik sholat, toh nasib kita ya begini begini saja”, tukas mas Abdi ketus.
Mas Abdi, pria yang kupikir baik sebaik namanya, Abdi, hamba yang patuh Tuhannya. Namun ternyata perkiraanku salah, nama yang baik tak menjamin pribadi yang baik pula. Aku berjuang keras menaklukkan hati suamiku agar mau “tunduk” kepada Tuhannya, bahkan tak malu aku mendatangkan ustadz untuk membantunya, namun lagi lagi mas Abdi menentang keras usahaku. Tak segan Pak Ustadzpun dibentak kasar oleh mas Abdi.
Tak sanggup menata laku hidup yang semakin berantakan bersama mas Abdi, aku kemudian menemu sosok lembut. Mas Pri, kakak kelasku sewaktu di SMA Pertiwi kami, Sidomulyo. Mas Pri yang memendan rasa kepadaku sejak SMA itu ternyata masih mau menerimaku yang sudah tiga kali menjanda. Dia mau menikahiku jika aku telah bercerai dengan alasan yang tepat dan tanpa rekayasa.
“Lis, aku tak kan merebutmu dari suamimu. Pikirkan baik baik lebih banyak mana manfaat antara kau bercerai dengan suamimu dan menikah denganku atau bertahan dan menjadikanku idaman hatimu”, tanya mas Pri.
Aku tertegun, hatiku tersentuh, menyadari semua yang pernah aku lakukan selama ini. Apakah aku begitu ceroboh dalam bertindak hingga tak terpikirkan olehku bagaimana akibat yang timbul untukku dan oranglain?. Aku salah, lebih suka membiarkan egoku merongrong akalku. Tetapi bagaimana dengan naluri ketidakpuasanku ini. Jika aku memilih mas Pri sebagai suamiku, tidakkah aku melakukan perceraian kembali dengannya?. Salahkan aku jika selalu mengharapkan sosok yang bisa membuatku nyaman tanpa sedikitpun gelisah menyapaku?. Inikah wujud kebenaran dari pernyataan yang mengatakan bahwa jodoh tidaknya seseorang dengan kita tergantung bagaimana/seberapa kita meyakini dan mengamini atas apa yang kita pilih, bahwa kita memiliki pengaruh yang besar dalam pemilihan dan penentuan jodoh kita sendiri?. Ataukah memang kita tidak memiliki kewenangan atas hidup kita sendiri?. Seolah kehilangan lidah, Aku diam. Aku semakin dibelit pertanyaan yang tak bisa kujawab. Mas Pri, benarkan mas Pri adalah jodohku, ataukah aku harus berjuang meluruskan langkah mas Edy yang telah jauh menikung dari kebenaran?. Kusembunyikan gelisahku, berharap malam ini kutemu sebuah kepastian yang entah bagaimana kudapat. Bercerai kembali, atau mempertahankn biduk rumah tangga yang rapuh ini.
“Mas Pri, aku akan mempertahankan rumahtanggaku. jika usahaku tak jua menemu titik terang, maka aku yakin mas Pri_lah jodohku”, pasrahku pada Tuhan. Kurebahkan tubuhku, kuselimuti dengan selembar asa yang entah, akan aku istirahatkan penatku bersama malam, berharap esok fajar akan semakin cemerlang menatap sudut mataku. “mas Pri, biar waktu yang memutuskan dimana kita bersama, di dunia, atau di akhirat nanti”, lirihku pelan.
Babat, 02 Juni 2010
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Kamis, 09 September 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Ginandjar Wiludjeng
A. Junianto
A. Kurnia
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.S Laksana
A’yat Khalili
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Razak
Abdul Rosyid
Abdul Wahab
Abdurrahman Wahid
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adam Chiefni
Ade P. Nasution
Adhitia Armitriant
Adi Prasetyo
Adrizas
AF. Tuasikal
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Baso
Ahmad Faishal
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Naufel
Ahmad Rofiq
Ahmad S. Zahari
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ainul Fiah
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Alex R. Nainggolan
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Almania Rohmah
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aminah
Aminullah HA.Noor
Amir Sutaarga
Anam Rahus
Anata Siregar
Andari Karina Anom
Andina Dwifatma
Andong Buku #3
Andre Mediansyah
Andri Awan
Anett Tapai
Anggie Melianna
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Wahyudi
Anwar Nuris
Ardi Bramantyo
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arief Joko Wicaksono
Arief Junianto
Ariera
Arif Bagus Prasetyo
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Asmaul Fauziyah
Asti Musman
Atafras
Awalludin GD Mualif
Ayu Wulan Sari
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Camelia Mafaza
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Zaini Ahmad
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Daisuke Miyoshi
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Danusantoso
Dareen Tatour
Darju Prasetya
David Kuncara
Denny Mizhar
Denza Perdana
Desi Sommalia Gustina
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewi Indah Sari
Dewi Susme
Dian Sukarno
Didik Harianto
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur
Dipo Handoko
Diyah Errita Damayanti
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddy Wisnu Pribadi
Dody Kristianto
Dody Yan Masfa
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi SS MHum
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Wiyana
Dyah Ratna Meta Novia
Dyah Sulistyorini
Ecep Heryadi
Eddy Pranata PNP
Edeng Syamsul Ma’arif
Eep Saefulloh Fatah
EH Kartanegara
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Hendri Saiful
Eko Windarto
Elnisya Mahendra
Elva Lestary
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Sulwesi
Endo Suanda
Eppril Wulaningtyas R
Esai
Evan Ys
F. Moses
F. Rahardi
Fadlillah Malin Sutan
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fanny Chotimah
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Febby Fortinella Rusmoyo
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Gabriel Garcia Marquez
Galang Ari P.
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gandra Gupta
Ganug Nugroho Adi
Gerson Poyk
Ghassan Kanafani
Gita Nuari
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunoto Saparie
H.B. Jassin
Habibullah
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Hardi
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Aspahani
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
HE. Benyamine
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Herman RN
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Nugroho
Hikmat Gumelar
HL Renjis Magalah
Hudan Nur
Hujuala Rika Ayu
Huminca Sinaga
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ira Puspitaningsih
Irfan Budiman
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Zulkarnain
Ismail Marzuki
Iva Titin Shovia
Iwan Kurniawan
Jabbar Abdullah
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D. Rahman
Jamal T. Suryanata
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
JILFest 2008
Jody Setiawan
Johan Edy Raharjo
Johannes Sugianto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Juan Kromen
Julika Hasanah
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Ka’bati
Karanggeneng
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Keith Foulcher
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khansa Arifah Adila
Khoirul Inayah
Khoirul Rosyadi
Khudori Husnan
Ki Ompong Sudarsono
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
L.N. Idayanie
Laili Rahmawati
Lamongan
Lan Fang
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lely Yuana
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Liestyo Ambarwati Khohar
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lucia Idayanie
Lukman A Sya
Lutfiah
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Ismail
M Thobroni
M. Afifuddin
M. Arwan Hamidi
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Luthfi Aziz
M. Nurdin
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.S. Nugroho
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahmud Syaltut Usfa
Mahmudi Arif Dahlan
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Martin Aleida
Maruli Tobing
Mas Ruscita
Mashuri
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni Muserang
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mia Arista
Mia El Zahra
Mikael Johani
Misbahus Surur
Misran
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
Much. Khoiri
Muh. Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun
Muhammadun AS
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mukti Sutarman Espe
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Munawir Aziz
Musfarayani
Musfi Efrizal
Nafisatul Husniah
Nandang Darana
Naskah Teater
Nelson Alwi
Ni Made Purnamasari
Nikmatus Sholikhah
Nina Herlina Lubis
Nina Susilo
Ning Elia
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel-novel berbahasa Jawa
Novelet
Nunuy Nurhayati
Nur Azizah
Nur Hamzah
Nur Kholiq
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Aini
Nurul Anam
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Okty Budiati
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso H.N.
Pagan Press
Pagelaran Musim Tandur
Palupi Panca Astuti
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Petrus Nandi
Politik
Politik Sastra
Pradana Boy ZTF
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pringadi AS
Prof Dr Fabiola D. Kurnia
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Puji Tyasari
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
Purnawan Kristanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang Group
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Ng. Ronggowarsito
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmat Kemat Hidayatullah
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rasanrasan Boengaketji
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Resensi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Ririe Rengganis
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rusmanadi
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saiful Amin Ghofur
Saiful Anam
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman S. Yoga
Samsudin Adlawi
Samsul Anam
Sanggar Lukis Alam
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang KSII
Santi Puji Rahayu
Sapardi Djoko Damono
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastra Jawa Timur
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
SelaSastra Boenga Ketjil #33
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputra
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soegiharto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sri Weni
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudirman
Sugi Lanus
Sukron Ma’mun
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaf Anton Wr
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syarif Wadja Bae
Sylvianita Widyawati
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie (1961-2019)
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tia Setiadi
Tirto Suwondo
Tita Tjindarbumi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tosa Poetra
Tri Nurdianingsih
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulul Azmiyati
Umar Fauzi
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Utari Tri Prestianti
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wan Anwar
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wina Bojonegoro
Wita Lestari
Wong Wing King
Wowok Hesti Prabowo
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanusa Nugroho
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopi Setia Umbara
Yudhi Herwibowo
Yudi Latif
Yusri Fajar
Yusuf Ariel Hakim
Yuval Noah Harari
Zacky Khairul Uman
Zainuddin Sugendal
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zed Abidien
Zehan Zareez
Zhaenal Fanani
Zubaidi Khan
Zuniest
Tidak ada komentar:
Posting Komentar