Kamis, 23 September 2010

Nyanyian yang Sumbang

Aang Fatihul Islam
http://forumsastrajombang.blogspot.com/

Pagi itu mentari mengintip dari ufuk timur bersama desiran angin yang berenang dalam hawa yang menguapkan percikan kecil api neraka. Aku melangkahkan kakiku menuju pintu kereta tua peninggalan zaman Belandah. Di atas kursih yang tidak empuk itu aku melihat segerombolan orang bergaya lux, umur setengah baya lagi bersenda gurau tentang karirnya yang lagi melambung dan ngerumpi tentang penghasilannya yang melejit sukses karena jadi juragan dengan karyawan yang banyak. Gaya segerombolan orang itu begitu angkuh dengan tatapan mata yang penuh dengan kekosongan dan ketidakjujuran. Di balik gerbong kereta tua, mereka menyatu dalam tawa yang tak beraturan dan begitu menyakitkan hati bagi orang-orang yang susah. Orang- orang itu begitu riang merayakan kebahagiaan mereka tanpa mempedulikan orang disekitarnya. Aku terbawa dalam lamunan yang begitu mengaburkan pandanganku dalam cerobong ketidakjelasan.

Tiba-tiba lamunanku terkaburkan ketika ada seorang pengemis tua dengan pakaian compang-camping yang memanggil namaku dalam kebisingan. “hei nak apa kabar?” dan aku membalasnya “baik kek”, kemudian aku bertanya lagi “kakek kok kenal aku?” sembari pengemis itu menjawab tanyaku “ya kan dulu kita pernah berkenalan waktu di kereta”. “Oh ya…ya…kakek Karmin ya?” (tanyaku pada pengemis tua) “ya benar nak” (jawab pengemis itu, sambil mengusapkan keringatnya yang terus keluar dari pori-pori di sekujur tubuhnya). Hatiku bergetar seakan ada sebuah kenangan dalam relung hatiku tentang kakek itu.

Tiba-tiba aku teringat tentang sesuatu hal, ternyata pengemis tua itu pernah bersenda gurau denganku tiga bulan yang silam, aku begitu tertegun ternyata daya ingatnya begitu kuat sampai-sampai aku saja lupa. Yang masih membuat aku bertanya-tanya kenapa kakek itu sekarang menjadi seorang pengemis? Padahal dulu waktu aku bertemu dengannya kurang lebih sebulan yang lalu dia masih begitu bersih pakaiannya. Sebenarnya siapa kakek karmin itu? (hatiku terus mengusik beberapa pertanyaan ).

Pengemis tua itu mengeluarkan keringat begitu banyak, raut mukanya pucat memutih dan tubuhnya begitu kecil lunglai bagaikan rumput ilalang yang goyang ketika terkena angin, dia berjalanan sempoyongan dan di balik wajahnya yang kusam seakan begitu banyak beban yang begitu berat melilit tubuhnya. Ia bejalan diantara orang-orang yang bergaya lux itu sembari membungkukkan tubuhnya yang layuh dengan jalan yang terseyok-seyok menuju pintu kereta yang sedang dinaikinya. Ia berjalan lalu turun dari pintu kereta dan melanjutkan perjalananya menuju sebuah tempat yang aneh dan terpencil. Aku penasaran dengan sesosok pengemis tua itu lalu tanpa berfikir panjang aku mengikutinya secara sembunyi-sembunyi. Pengemis tua itu menuju di suatu rumah yang sangat tertutup kayaknya tidak gampang diketahui orang dan terkesan rahasia. Mataku melotot menjurus pada rumah tua itu bagaikan lampu senter yang berisi anak panah yang siap menembus dada rumah tua itu, rumah yang begitu misterius dengan sejuta rahasia yang tertutup rapi dalam rajutan fatmurgana yang begitu menyilaukan mata sehinggah membuat kabur orang yang melihatnya.

Pohon yang begitu rindang dan hijau di balik rumah itu seakan memanas dan berubah menjadi merah kusam dan mengedip-ngedipkan pelapis matanya pada bola mataku, hatiku melayang dalam puing-puing langit yang kusam dan memerah, seakan murka pada dunia yang begitu semerawut dengan maraknya orang kaya yang menindas kaum yang lemah dengan sejuta dalih yang mengerutkan dahi pada siapa saja yang mendengar, apalagi melihatnya. Tiba-tiba telingaku mendengar getaran yang begitu kuat yang berubah menjadi nyanyian, nyanyian itu begitu sumbang dan nampak kehilangan nilai estetisnya. Telingaku serasa begitu sakit ketika nyanyian yang tidak ada nilai estetisnya itu berdengung dari bilik langit dan berputar-putar di antara rumah tua yang begitu misterius itu. Nyanyian itu seakan menggiringku untuk masuk ke dalam rumah itu dalam tirai yang begitu eksotis dalam dekapan angin sumbang yang menggaung dalam kepulan asap yang hitam pekat dan beraroma busuk dalam cerobong yang kelam.

Di balik kepulan asap yang hitam pekat itu, tiba-tiba aku mendengar jeritan orang tua yang merintih kesakitan, “maafkan saya tuan……, maafkan saya tuan….” Suara itu begitu kencang menyengir kendang telingaku. Hatiku bergetar dan keringat panas dingin mengalir dalam tubuhku laksana derasnya aliran sungai yang begitu tenang mengalir dalam sela-sela tubuhku. Aku terperangkap dalam suasana hati yang tidak karuan ketika mendengar jeritan yang begitu beringas itu. ”Tuan saya akan berusaha untuk mendapatkan uang yang lebih banyak lagi” suara itu terdengar lagi. “brengsek……saya tidak perduli, karena hari ini kamu dapat uang sedikit maka kamu harus dihukum” jawab suara yang kayaknya majikannya.

Hatiku bergumam “apakah suara rintihan itu adalah pengemis tua tadi yang aku jumpai di kereta tua yang kusam?” tiba-tiba sekelumit suara yang meyakinkan aku kalau suara rintihan tadi adah pengemis tua tadi. “Kamu harus mengemis lagi pak tua atau hari ini kamu tidak akan saya beri makan?” suara itu kembali dilemparkan dalam rumah itu. “Tapi tuan saya sudah dua hari tidak dapat jatah makan?” (jawab suara yang tersendat-sendat), majikan membantring piring “pyar…pyar”, sambil berkata dengan nada kasar dan tinggi “aku tidak peduli pokoknya kalau kamu tidak menghasilkan apa-apa hari ini, aku tetap tidak kasih jatah makan, faham?”, “Baik tuan saya akan segera mengemis lagi” (jawab suara kakek tua itu). Sekarang aku semakin lebih yakin bahwa ternyata suara kakek tua yang kudengar tadi adalah kakek Karmin setelah aku melihat dia keluar dari bilik pintu dengan sempoyongan dan wajah yang memerah dan memucat bagaikan buah semangka yang masih pelonco.

Hatiku terasa tercabik-cabik kala melihat kakek setua itu harus menanggung beban dalam tirani sang juragan yang bergaya lux. Juragan yang memeras keringat seorang kakek tua yang dijadikan seorang pengemis. “Juragan itu nampaknya pernah kujumpai sebelumnya tapi dimana ya?” (hatiku terus membimbingku dengan jejeran pertanyaan). Ternyata dugaanku benar bahwa Juragan itu adalah orang bergaya lux yang telah kujumpai di gerbong kereta peninggalan zaman Belandah itu. Mungkin kakek ini adalah korban dari kaum oportunis yang memanfaatkan kelemahan seorang kakek tua rentah agar banyak orang yang iba dan mengasihkan uangnya karena tidak tega dengan kondisinya. Ternyata benar dugaanku, orang itu memang orang bergaya lux yang telah memamerkan karirnya ketika aku ketemu di gerbong kereta peningglan zaman Belandah. Yang menjadi pertanyaan relung hatiku apakah yang ia maksud dengan profesi menjadi juragan adalah menjadi juragan para manusia lemah yang ia jadikan pengemis yang dengan itu dia menikmati hartanya dari keringat para kaum lemah itu? Kalau benar sungguh perbuatan yang biadap.

Hatiku berontak, berteriak, dan bertanya, “kenapa semua ini bisa terjadi? apakah ini semua sudah takdir dari Tuhan ataukah ini semua adalah takdir yang sengaja diciptakan oleh manusia?” hatiku mulai gelisah gak karuan. Sejuta pertanyaan-pertanyaan keluar dari lubuk hatiku menggumpal menjadi partikel-partikel yang menyatu dalam darah dan urat nadiku, mencair jadi embun yang begitu panas dan keruh. Hatiku perputar dan menyatu dalam deburan ombak yang menggulung dan menggema dalam nyanyian yang begitu sumbang. Aku tak tak tahu seandainya kutitipkan dukaku pada laut pasti laut akan menggiring gelombang, jika kutitipkan dukaku pada gunung pasti gunung meluapkan api, jika kutitipkan dukaku pada angin pastilah angin menggiring kabut hitam pekat, bila kutitipkan dukaku pada awan pastilah awan menggiring mendung. Aku tak tahu lagi waktu itu apa saja kekalutan dan duka yang begitu dalam yang menggumpal dalam hati dan otakku yang mengantri dalam rajutan suara yang ingin aku keluarkan dan berteriak sekeras-kerasnya.

Dalam lamunanku yang membising tiba-tiba nyanyian itu kembali mengusik hatiku yang semakin kacau. Aku berfikir bahwa sumbangnya nyanyian itu adalah bentuk bela sungkawa yang di interprestasikan dalam alunan lagu dari langit.Aku berharap semua yang kulihat tadi hanyalah mimpi. Ketika pikiranku melayang tiba-tiba pengemis tua itu datang kepadaku dengan keringat dingin di sekujur tubuhnya. Seakan-akan dia ingin ngomong sesuatu kepadaku, aku memberanikan diri untuk menatapnya dengan senyuman hangat “ada apa kek?” tanyaku dengan halus “aku bingung harus ngomong apa nak?”(bajunya yang compang-camping penuh dengan debu dan tetesan darah). Aku kembali memberanikan diriku untuk melemparkan pertanyaan “emangnya apa yang terjadi pada diri kakek?” dengan gemetaran kakek itu menjawab “aku ingin ketemu keluargaku nak tapi aku tidak tahu kemana aku harus mencarinya” tiba-tiba badan kakek itu lemas dan jatuh tersungkur dalam tanah “brookkk,,,” ,tanpa berfikir panjang aku segera membopong badan kakek itu ke sebuah gubuk tua yang ada di tengah sawah.

Tiba-tiba hujan turun begitu lebatnya, tapi kakek itu masih tidur terlelap dalam dekapan gubuk tua yang penuh dengan jerami. Malam pun tiba membawa angin yang membuai kita dalam kegelapan yang sunyi. Aku begitu panik dan hatiku berbisik “jangan-jangan kakek tua itu meninggal?”, tiba-tiba badanku begitu capek dan lemas karena seharian badanku belum sama sekali kemasukan makanan dan minuman. Tiba-tiba mataku berkunang-kunang dan tanpa sadar “brookk,,,,” aku pun tersungkur ke tanah dalam gubuk itu berjam-jam. Sampai pada akhirnya dalam tidurku yang begitu lelap, tiba-tiba kakek tua itu membangunkan aku dan akupun begitu kaget “nak bangunlah” akupun tersentak dalam tidurku yang lelap, dengan senyum yang hangat kakek itu telah membawakanku segelas air putih dan sebungkus nasi “nak minumlah air putih ini dan makanlah nasi ini agar badanmu jadi enakan dan tenagamu pulih kembali”, aku pun tercengang dengan kelembutan sikap kakek tua itu, dia memperlakukanku seperti anaknya seakan dia begitu rindu dengan keluarga dan anaknya yang telah lama menghilang entah kemana.

Dengan sikap yang begitu tenang kakek tua itu tiba-tiba berdiri tegak dan kokoh seakan dia telah menemukan siapa dirinya sebenarnya. Lalu kakek itu bercerita tentang keluarganya yang hilang dan dia juga sudah ingat dimana dia dulu terdampar ketika naik pesawat terbang “Asal jadi”. Pesawat itu jatuh entah ada kerusakan pada mesin ataukah karena kesalahan teknis dari sang pilot. Dia lupa pada masa lalunya karena walaupun dia selamat tapi kepalanya terbentur keras ke benda tumpul di pesawat. Ketika dia ditemukan sudah tidak ingat apa-apa akan keluarganya bahkan siapa dirinya. Tapi karena ada orang yang memanfaatkan kondisi yang tidak baik itu, maka dia pun di bawah pulang, diberi makan dan lambat waktu dipaksa untuk jadi pengemis dan mencari uang buat mereka. Rupanya ketika aku bertemu dengan kakek itu, dia masih diperlakukan baik oleh orang yang menolong dan ingin memanfaatkannya. Karena dia tidak ingat siapa dirinya maka dia diberi nama Karmin. Tapi saat ini dia sudah tersadarkan akan siapa dirinya.

Ternyata dia adalah seorang saudagar kaya yang tinggal di sebuah perumahan mewah di Jakarta nama aslinya adalah Subroto Djoyodiningrat. Setelah ingat akan semuanya akupun mengantar kakek tua itu ke keluarganya dan mereka pun kembali berkumpul dalam suasana yang begitu haru. Keluarga kakek tua itu begitu bahagia dan memeluknya dengan begitu hangatnya. Aku begitu bahagia karena kakek itu sudah menemukan siapa dirinya dan keluarganya. Akupun segera kembali ke kampung halamanku dengan hati yang lega karena kakek yang malang itu telah kembali menemukan kebahagiaannya. Nyanyaian yang semula terdengar sumbang seakan kembali menjadi riang gembira dengan eksotis keindahan alam yang bernyanyi riang mengiringi kebahagiaanku dan kebahagiaan mereka. Burung- burungpun kembali berkicau riang bersama ranting-ranting pohon yang bergoyang dalam lembutnya hembusan angin. Sebuah perpaduan bunyi yang begitu indah dan merdu. Kesumbangan nyanyian itu kini telah pergi dan kebahagiaanpun datang menyambut.

*Penulis adalah penggiat sastra dan budaya, pimpinanan komunitas lembah “endhut ireng” Jombang*

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest