Mashuri
http://mashurii.blogspot.com/
Peristiwa yang menyerupai Pengadilan Puisi Indonesia Mutakhir yang diselenggarakan Yayasan Arena di Aula Universitas Parahyangan Bandung pada 8 September 1974 kembali terjadi. Kali ini, terjadi di Ruang Sawunggaling, Taman Budaya Jawa Timur pada tanggal 30 Agustus 2002, yang dilakukan oleh sejumlah sastrawan Jawa. Tetapi, terdapat perbedaaan mendasar di antara kedua pengadilan itu.
Kiranya mengomentari masalah pengadilan terhadap sejumlah sastrawan Jawa penerima hadiah Rancage memang sudah agak basi. Tetapi, ada beban moral bagi saya, jika saya tidak turun tangan dalam masalah ini, untuk sedikit memperingatkan pada generasi-generasi yang lebih dulu berkarya daripada saya. Hal ini berkaitan dengan tanggung jawab saya pada sejarah.
Sementara itu, perbedaan kedua pengadilan dalam jagat sastra itu kiranya bukan mengarah pada masalah ‘subyek’ dan ‘obyek’ yang diadili, tetapi lebih pada latar belakang terjadinya pengadilan itu. Jika pengadilan puisi di Bandung, jaksa penuntut umum Slamet Sukirnanto mendakwa tentang kehidupan puisi Indonesia akhir-akhir ini (1974), tidak sehat, tidak jelas dan brengsek!. Perbandingannya, jaksa penuntut dalam pengadilan yang dilakukan sejumlah satrawan Jawa lebih mempersoalkan pada masalah penerimaan hadiah Rancage untuk beberapa sastrawan Jawa. Isi tuntutannya pun menuntut untuk mengembalikan hadiah itu, dan meminta maaf pada masyarakat melalui media massa karena proses penilaiannya bernuansa kolusi dan nepotisme.
Terlepas dari adanya gurauan dalam proses pengadilan pada penerima hadiah Rancage, tetapi kejadian itu semakin membuka mata dan ‘luka’ sastra Jawa, bahwa untuk saat ini para penulis sastra Jawa memang dalam kondisi ‘pengangguran’. Artinya, memang tidak ada usaha kreatif dari para penulis Jawa untuk lebih berkonsentrasi dalam berkarya. Sehingga mereka lebih memilih berpolemik daripada kerja kreatif. Dengan kata lain, ada semacam sinyalemen bahwa mereka memang kurang pekerjaan. Ironisnya, polemik yang mereka gulirkan sama sekali tidak mengarah untuk kehidupan sastra jawa yang lebih kondusif.
Hal yang sama juga pernah dinyatakan Gunawan Moehamad dalam menanggapi pengadilan puisi di Bandung. Gunawan mengatakan, bahwa pengadilan puisi itu adalah perkerjaan penyair yang tidak lagi bisa menulis puisi. Orang-orang yang generasi tua, tetapi tidak lagi berkarya, sedangkan ada rekan segenerasinya yang masih berkarya. Dengan kata lain, para penggagas pengadilan itu ‘iri’. Maka dengan sangat ironis Gunawan mengatakan: “Maka Pak tua, jangan menangis! Tak ada salahnya puisi itu hidup tanpa kita…”.
Bila belajar dari kasus Pengadilan Puisi semoga saja, pengadilan terhadap penerima hadiah Rancage memang bukan berasal dari kata dasar iri. Sebab, jika dilihat dari susunan terdakwa yang merupakan sastrawan Jawa yang pernah menerima hadiah Rancage, yaitu FC Pamudji (1994), Satim Kadaryono (1996), Djamin K (1997), Esmiet (1998) Suharmono Kasiyun (1999), Widodo Basuki (2000) dan Suparta Brata (2001), adalah tujuh orang yang pernah menerirma hadiah sastra dari Tanah Sunda dalam kurun 1994-2001. Adapun, yang menjadi jaksa penuntut adalah orang-orang yang selama ini tidak pernah mendapatkan hadiah itu, diantaranya Sabrot D Malioboro, Suwardi Endraswara, Budi Palopo dan Muh. Noersahid Pramono.
Kendatipun, hakim Bonari Nabonenar mengatakan bahwa kedelapan terdakwa tidak bersalah dan hanya sebagai korban sistem sehingga dibebaskan dari terdakawa, tetapi nuansa yang dibawa sungguh tidak mencerminkan adanya ‘jiwa seniman’ yang mengedepankan nurani.
Sebab, bagaimana pun kerja kesenimanan adalah kerja yang tidak hanya mengejar penghargaan. Jika kemudian, semua mengejar penghargaan, maka pengejaran pada pencapaian harkat kemanusiaan pun hanya sekedar omong kosong. Apalagi, dalam sebuah penghargaan, segalanya pun tergantung pada kewenangan juri. Jika adanya subyektifitas, hal itu kiranya lumrah. Hal yang sama juga berlaku dalam penghargaan nobel sastra sekalipun.
‘Asu Rebutan Balung’
Jika isu yang diangkat masih seputar masalah penerimaan hadiah Rancage, bisa dikatakan bahwa penuntut umum dalam pengadilan itu memang hanya berkutat pada perebutan sesuatu yang tiada gunanya. Dengan istilah Jawa seperti ‘asu rebutan balung’.
Padahal bila melihat perkembangan sastra Jawa saat ini, ada pekerjaan besar yang harus digarap dan tidak hanya mempersoalkan sesuatu yang sebenarnya tidak terlalu urgen. Hal itu karena bila dibandingkan dengan sastra daerah lain di Indonesia, Sastra Jawa mengalami ketertinggalan yang jauh. Apalagi, jika melihat dari latar belakang sejarah dan tradisinya. Maka yang tampak adalah adanya dekadensi dan kemerosotan estetika yang luar biasa.
Asumsi yang diungkapkan di sini bukanlah sebuah prasangka tanpa sebuah argumentasi. Pasalnya, berdasarkan konsepsi sastra, dalam Sastra Jawa tidak ada ketegangan antara konvensi yang ada dengan inovasi, yang merupakan hakekat dari sastra. Sehingga dalam tataran yang lebih luas, tidak ada yang bisa dilihat dari perkembangan sastra Jawa.
Sebagai bukti nyata, dapat dilihat pada beberapa hasil karya sastrawan Jawa kontemporer. Mereka tidak memberikan apapun pada perkembangan Sastra Jawa, karena tidak ada tawaran estetika yang telah mereka sumbangkan. Kerangka yang dibangun dalam hal ini adalah batasan sastra modern. Pasalnya, acuan yang dimaksud adalah sastra Jawa modern. Tak ada tawaran estetika yang lebih mengedepankan pada perkembangan sastra Jawa.
Kenyataan tersebut sangat ironis, jika melihat latar belakang tradisi dan sejarah Sastra Jawa yang luar biasa panjang dan gilang-gemilang. Dalam tataran khasanah Sastra Jawa Pertengahan, bisa dilihat pada sosok pujangga yang mewakili pusat, seperti Yosodipuro I, Ronggowarsito, Paku Buwono IV dan lain-lain. Begitupula dengan variasi sastra yang berkembang di daerah pesisiran. Kiranya, ada sesuatu yang tidak bisa diterangkan hanya berdasarkan pencapaian estetika saja, ketika membicarakan sastra Jawa mutakhir dalam kaitannya dengan sejarah sastranya.
Berkaitan dengan kemerosotan kualitas estetika sastra yang tak terkira, itu tidak hanya sekedar sebuah tragedi besar. Kendatipun dalam hal ini terdapat segudang apologi untuk mengungkapkan kenyataan di luar sastra Jawa itu sendiri, tetapi sebagai sebuah ‘wilayah’ kreatif, tidak ada alasan yang bisa diterima, jika hanya mempersoalkan tentang aspek di luar sastra. Misalnya politik dan perubahan sosial. Logikanya, sastra akan bisa berkembang lebih pesat bila menghadapi sebuah kondisi yang tidak memungkinkannya untuk berkembang. Tetapi, yang terjadi malah sebaliknya, para sastrawan Jawa lebih mempersoalkan pada penghargaan, bukan menjawab tantangan itu dengan berkarya dengan tawaran-tawaran estetika yang baru.
‘Rame Ing Gawe Sepi Ing pamrih’
Dalam kaitannya dengan adanya pengadilan pada penerima hadiah Rancage oleh sebagian Satrawan Jawa, perlu dikemukakan sebuah pepatah Jawa yang sudah sudah demikian melegenda, ‘rame ing gawe sepi ing pamrih’. Artinya, lebih banyak dalam berkerja daripada pamrihnya. Kiranya, hal yang sama juga berlaku dalam berkarya. Lebih baik memang selalu berkarya tanpa mengharapkan imbalan atau penghargaan apapun.
Etos ini mungkin yang perlu dikembangkan, bahwa kita lebih lebih mempertanyakan apa yang telah kita berikan, daripada mempertanyakan apa yang telah kita dapat dalam dunia sastra Jawa. Toh hingga kini, peluangh-peluang estetika dan eksperimental dalam sastra Jawa memang masih terbuka lebar. Dialektika yang mengakar pada tradisi, dengan kahasanah-khasanah yang berserak masih bisa diterapkan.
Dengan demikian, dalam berkarya tidak lagi mempersoalkan sesuatu yang berada di luar lingkup karya. Misalnya, mempermasalahkan masalah politik sastra atau adanya upaya penghabisan sastra daerah dalam kerangka sebuah identitas nasional. Sebab, dalam perkembangan yang ada, aspek lokalitas memang sudah berkembang lama. Hal ini sudah ditangkap oleh para sastrawan yang berlatar belakang Jawa tetapi menulis dalam bahasa Indoensia. Hanya saja, sastrawan Jawa yang menulis dalam bahasa Jawa memang belum mendapatkan koordinatnya yang tepat. Sinyalemen yang berkembang pun akhirnya mempersoalkan sesuatu yang berkembang di luar sistem sastra.
Sebenarnya banyak hal yang bisa dibongkar dari konstruksi Jawa yang ada dari perspektif sastra Jawa sendiri. Salah satunya adalah masalah bahasa. Selama ini, penggunaan bahasa dalam sastra hanya pada tataran komunikatif, tetapi tidak pernah menggali bahasa dengan segala kemungkinannya, menghunjam sampai tulang sumsum kehidupan dan sampai warna darah peradabannya. Apalagi bahasa Jawa dikenal dengan tingkatan-tingkatan hierarkhinya (kromo inggil- kromo madya-ngoko). Toh, dalam hal ini kesadaran berbahasa Jawa pun tidak pernah disadari kehadirannya. Pasalnya, hingga kini belum ada yang berani bermain dalam kemungkinan perkembangan bahasa Jawa yang demikian pesat, dengan mengandaikan titik yang tidak bisa diungkapkan, berkaitan dengan perubahan peta global dunia dan realitas di sekelilingnya. Padahal pergeseran wilayah sastra memang harus melampaui wilayah ekspresi secara an sich, tetapi lebih melihat pada adanya gagasan dan pemikiran tentang realitas dan masa depan sosio-kultural yang melatarbelakanginya.
Bisa jadi, hal itulah yang menyebabkan kenapa dalam sastra Jawa modern, tidak ada sebuah karya yang bisa dianggap semacam tolak ukur batasan estetika, baik itu dalam prosa maupun gurit (puisi). Tiadanya tolak ukur itu bukan hanya sebuah kasus yang serius, tetapi sebagai sebuah tragedi yang patut untuk direnungkan. Nyatanya, toh, hingga kini tidak ada seorang pun pengamat sastra Jawa yang mampu menempatkan sebuah karya sebagai tolak ukur. Tetapi tolak ukur dalam batasan estetika sebagai semacam barometer estetika memang perlu dimunculkan. Kiranya, di situlah tugas satrawan-sastrawan muda Jawa, agar mereka lebih banyak berkarya, daripada berpolemik untuk polemik itu sendiri, tanpa menyentuh akar permasalahan yang semestinya. Mungkin, sastrawan muda Jawa harus berani berkata pada generasi yang lebih tua yang suka berpolemik itu: “Wahai Pak Tua, tak ada salahnya sastra Jawa berkembang tanpa Anda…”.
*) Dimuat di Media Indonesia, tahun 2002.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Ginandjar Wiludjeng
A. Junianto
A. Kurnia
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.S Laksana
A’yat Khalili
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Razak
Abdul Rosyid
Abdul Wahab
Abdurrahman Wahid
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adam Chiefni
Ade P. Nasution
Adhitia Armitriant
Adi Prasetyo
Adrizas
AF. Tuasikal
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Baso
Ahmad Faishal
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Naufel
Ahmad Rofiq
Ahmad S. Zahari
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ainul Fiah
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Alex R. Nainggolan
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Almania Rohmah
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aminah
Aminullah HA.Noor
Amir Sutaarga
Anam Rahus
Anata Siregar
Andari Karina Anom
Andina Dwifatma
Andong Buku #3
Andre Mediansyah
Andri Awan
Anett Tapai
Anggie Melianna
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Wahyudi
Anwar Nuris
Ardi Bramantyo
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arief Joko Wicaksono
Arief Junianto
Ariera
Arif Bagus Prasetyo
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Asmaul Fauziyah
Asti Musman
Atafras
Awalludin GD Mualif
Ayu Wulan Sari
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Camelia Mafaza
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Zaini Ahmad
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Daisuke Miyoshi
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Danusantoso
Dareen Tatour
Darju Prasetya
David Kuncara
Denny Mizhar
Denza Perdana
Desi Sommalia Gustina
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewi Indah Sari
Dewi Susme
Dian Sukarno
Didik Harianto
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur
Dipo Handoko
Diyah Errita Damayanti
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddy Wisnu Pribadi
Dody Kristianto
Dody Yan Masfa
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi SS MHum
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Wiyana
Dyah Ratna Meta Novia
Dyah Sulistyorini
Ecep Heryadi
Eddy Pranata PNP
Edeng Syamsul Ma’arif
Eep Saefulloh Fatah
EH Kartanegara
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Hendri Saiful
Eko Windarto
Elnisya Mahendra
Elva Lestary
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Sulwesi
Endo Suanda
Eppril Wulaningtyas R
Esai
Evan Ys
F. Moses
F. Rahardi
Fadlillah Malin Sutan
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fanny Chotimah
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Febby Fortinella Rusmoyo
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Gabriel Garcia Marquez
Galang Ari P.
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gandra Gupta
Ganug Nugroho Adi
Gerson Poyk
Ghassan Kanafani
Gita Nuari
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunoto Saparie
H.B. Jassin
Habibullah
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Hardi
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Aspahani
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
HE. Benyamine
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Herman RN
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Nugroho
Hikmat Gumelar
HL Renjis Magalah
Hudan Nur
Hujuala Rika Ayu
Huminca Sinaga
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ira Puspitaningsih
Irfan Budiman
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Zulkarnain
Ismail Marzuki
Iva Titin Shovia
Iwan Kurniawan
Jabbar Abdullah
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D. Rahman
Jamal T. Suryanata
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
JILFest 2008
Jody Setiawan
Johan Edy Raharjo
Johannes Sugianto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Juan Kromen
Julika Hasanah
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Ka’bati
Karanggeneng
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Keith Foulcher
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khansa Arifah Adila
Khoirul Inayah
Khoirul Rosyadi
Khudori Husnan
Ki Ompong Sudarsono
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
L.N. Idayanie
Laili Rahmawati
Lamongan
Lan Fang
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lely Yuana
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Liestyo Ambarwati Khohar
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lucia Idayanie
Lukman A Sya
Lutfiah
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Ismail
M Thobroni
M. Afifuddin
M. Arwan Hamidi
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Luthfi Aziz
M. Nurdin
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.S. Nugroho
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahmud Syaltut Usfa
Mahmudi Arif Dahlan
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Martin Aleida
Maruli Tobing
Mas Ruscita
Mashuri
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni Muserang
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mia Arista
Mia El Zahra
Mikael Johani
Misbahus Surur
Misran
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
Much. Khoiri
Muh. Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun
Muhammadun AS
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mukti Sutarman Espe
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Munawir Aziz
Musfarayani
Musfi Efrizal
Nafisatul Husniah
Nandang Darana
Naskah Teater
Nelson Alwi
Ni Made Purnamasari
Nikmatus Sholikhah
Nina Herlina Lubis
Nina Susilo
Ning Elia
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel-novel berbahasa Jawa
Novelet
Nunuy Nurhayati
Nur Azizah
Nur Hamzah
Nur Kholiq
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Aini
Nurul Anam
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Okty Budiati
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso H.N.
Pagan Press
Pagelaran Musim Tandur
Palupi Panca Astuti
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Petrus Nandi
Politik
Politik Sastra
Pradana Boy ZTF
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pringadi AS
Prof Dr Fabiola D. Kurnia
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Puji Tyasari
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
Purnawan Kristanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang Group
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Ng. Ronggowarsito
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmat Kemat Hidayatullah
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rasanrasan Boengaketji
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Resensi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Ririe Rengganis
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rusmanadi
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saiful Amin Ghofur
Saiful Anam
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman S. Yoga
Samsudin Adlawi
Samsul Anam
Sanggar Lukis Alam
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang KSII
Santi Puji Rahayu
Sapardi Djoko Damono
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastra Jawa Timur
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
SelaSastra Boenga Ketjil #33
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputra
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soegiharto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sri Weni
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudirman
Sugi Lanus
Sukron Ma’mun
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaf Anton Wr
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syarif Wadja Bae
Sylvianita Widyawati
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie (1961-2019)
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tia Setiadi
Tirto Suwondo
Tita Tjindarbumi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tosa Poetra
Tri Nurdianingsih
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulul Azmiyati
Umar Fauzi
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Utari Tri Prestianti
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wan Anwar
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wina Bojonegoro
Wita Lestari
Wong Wing King
Wowok Hesti Prabowo
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanusa Nugroho
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopi Setia Umbara
Yudhi Herwibowo
Yudi Latif
Yusri Fajar
Yusuf Ariel Hakim
Yuval Noah Harari
Zacky Khairul Uman
Zainuddin Sugendal
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zed Abidien
Zehan Zareez
Zhaenal Fanani
Zubaidi Khan
Zuniest
Tidak ada komentar:
Posting Komentar