Minggu, 08 Februari 2009

Patung Sang Gubernur

Tjahjono Widarmanto
http://www.surabayapost.co.id/

Lelaki yang duduk di kursi malas di sudut ruangan itu berusia sekitar lima puluh lima tahun ke atas. Wajahnya tampak lelah, namun masih segar dan gagah. Hanya keriput di sekitar mata dan leher yang tak dapat menyembunyikan kesenjaannya. Tubuh yang tambun dengan lemak yang bergelambir di perut dan leher semakin menunjukkan kesenjaannya.

“Mi…Mi..Mami!” tiba-tiba lelaki itu berteriak keras, sambil terbatuk.

“Ada apa Pi,” terdengar suara lembut dari seorang perempuan yang muncul dari balik pintu. Perempuan itu usianya sudah melewati separo baya mengenakan baju hangat warna hijau, datang tergopoh.

“Sudahlah Pi, malam makin larut. Papi kan harus istirahat. Sejak tadi, Papi ngeses terus. Bukankah, kata dokter, Papi harus ngurangi ngeses”, kata istrinya.

“Tidur?! Mana aku bisa tidur mikirin itu anak-anak. Anak-anak muda itu memang ndak tahu diri. Bukankah selama ini, selama aku menjadi gubernur, aku selalu mendanai semua organisasi mereka. Aku beri semua fasilitas yang mereka inginkan. Tapi, kenapa mereka tiba-tiba membuat gerakan menolak kembali pencalonanku? Sungguh ndak tahu terima kasih,” cerocos mulut lelaki itu sampai berbusa-busa. “Celakanya, Mi, Titis, ragilmu itu lho, kok ya ikut-ikutan!” keluhnya.

“Sudahlah, Pi, tak usah mencalonkan diri diri lagi. Dua periode bukankah sudah cukup, to Pi. Biar ganti yang muda-muda itu.”

“Kamu juga sama dengan yang lain. Tidak! Jenderal Sadiroen, tidak tinggal glanggang colong playu! Tidak!” jawab lelaki itu meradang.

Melihat reaksi suaminya, istrinya itu merangkul dari belakang, sambil menjawab lirih,” Kalau itu kehendak Papi, aku manut saja. Yang penting, sekarang Papi sare dulu. Bukankah Papi harus fit dan sehat untuk menghadapi semua ini”.

**

Suatu pagi rumah Gubernur Sadiroen tampak sibuk. Hari ini sang Gubernur mengumpulkan anak, menantu, dan cucu-cucunya. Juga pengikut-pengikutnya, mantan anak buahnya, dan siapa saja yang merasa pernah dibesarkan dan dimuliakan olehnya.

Dengan jas warna coklat tua berdasi merah bata, dan sepatu yang bersemir, sang Gubernur tampak gagah dan berwibawa. Tongkat komando di tangan kanannya menambah kesan angker.

“Anak-anak dan cucu-cucuku, hari ini Papi memang mengundang kalian secara khusus. Papi ingin menyampaikan, Papi ingin memperpanjang masa jabatan gubernur,” suara Gubernur Sadiroen memecah sunyi.

”Untuk mengakhiri masa jabatan gubernur periode ini, Papi ingin dibuatkan patung besar di tengah alun-alun kota. Masalah anggaran tidak masalah berapapun besarnya. Asal kalian semua mendukung!”

Tak ada jawaban.

”Ini demi masa depan trah Sadiroen, nama besar keluarga kita, juga masa depan kita bersama. Apakah kalian mendukung?!” lanjutnya sambil menyapu pandangan pada semua yang hadir.

“Itu sudah kewajiban kami, Pi. Sebagai putra Papi tentu saja kami akan membantu Papi,” kata Triadji Sunarwibowo, sang putra sulung angkat suara.

Usman Winoto, si menantu, mengangkat tangannya, berpendapat,” Saya sependapat dengan Mas Adji. Saya tangkap para demonstran yang menolak pencalonan Papi. Saya juga akan mengkoordinasi demo-demo tandingan untuk mendukung pecalonan Papi. Banyak organisasi-organisasi pemuda dan massa yang bisa saya gerakkan!”

Tak kalah semangatnya, Bagas Semedhi, putra ketiga, melontarkan dukungannya, ”Papi tidak usah cemas. Saya siapkan kucurkan dana, berapa pun Papi butuhkan.”

Papi mengangguk-anggukan kepala, puas dengan dukungan-dukungan itu, ”Mana Titis?,” kata papi, sambil bola matanya melirik ke kiri dan kekanan.

“Ah, tentang Dik Titis, Janganlah Papi menganggapnya kendala yang serius. Sikapnya hanya karena dia masih muda saja. Masih mahasiswi. Sehingga sok idealis. Saya yakin, setelah Papi terpilih kembali, si Titis mau tak mau akan kembali pada kita”,

anak sulungnya menetralisir situasi.

**

Isyu pembangunan patung di tengah alun-alun kota menyebar. Elemen mahasiswa yang tidak terima dengan rencana itu, berdemo. Begitu juga elemen masyarakat yang tidak setuju dengan rencana ngawur itu berdemo di depan kantor gubernur. Namun semua aksi itu bisa diatasi.

Melalui tangannya yang seperti gurita, Gubernur Sadiroen mampu merangkul semua elemen yang menentang kebijakannya. Namun elemen lain yang mengharamkan membangun patung manusia hampir tak bisa dipatahkan. Entah bagaimana, suara dari elemen yang mengharamkan pembangunan patung manusia itu tiba-tiba menghilang.

Pembangunan patung mendekati kenyataan. Gubernur Sadiroen tampak tersungging menikmati kemenangannya. Tetapi dihatinya masih ada duri. Wuragilnya Titis Tjahyawati, tak bisa ditaklukan. Bersama elemen perempuan, Titis Tjahyawati menentang kebijakan pembangunan patung gubernur.

”Ini bukti penindasan pada kaum perempuan. Pemimpin tidak identik dengan laki-laki. Pemimpin sejati tidak berjenis kelamin. Batalkan pembangunan patung!”

Suara anak ragilnya itu terngiang-ngiang di telinga sang gubernur. Bahkan suara itu terasa memeras hatinya yang sudah dicangkok. Namun di balik sakit hatinya itu, ia merasa bangga punya anak yang pemberani.

”Pemimpin sejati tidak berjenis kelamin. Artinya saya memang harus melindungi semua golongan? Kalau saya membangun patung, identik dengan penindasan pada kaum lain,” desah Gubernur Sadiroen, di tengah malam yang sunyi. Asap rokok mengepul-ngepul. Rancangan patung yang diserahkan Ir. Susetyo, ia gulung. Desah napasnya terasa sekali membawa beban berat.

”Tetapi saya tidak boleh menyerah. Seberapa besar kekuatan ragilku itu!”

**

Ir. Susetyo tergopoh-gopoh menghadap gubernur. Ia melaporkan para demonstran dari elemen perempuan menduduki proyek pembuatan patung. Gubernur Sadiroen yang masih memakai piama memerintahkan, agar polisi turun tangan. ”Siapapun yang mengganggu pembangunan, tangkap!” seru gubernur. Ir. Susetyo segera kembali ke proyek.

Istrinya yang mendengar gaduh, keluar dari ruang makan. ”Ada apa to Pi? Sarapan dulu,” katanya.

”Itu, anakmu. Pagi-pagi sudah bikin ribut di proyek!”

Belum sampai duduk, tiba-tiba sekretaris pribadinya datang melapor. ”Ada telpon dari Kapolsek, Pak!”

”Katakan siapapun orangnya yang menghambat pembangunan, dipenjara!”

”Tapi yang ditangkap Jeng Titis,” kata sekretaris.

”Peduli amat!” Gubernur Sadiroen berlalu.

Sekretaris menyampaikan pesan dari gubernur. Telepon hendak ditutup, tetapi istri gubernur mencegahnya. ”Pak, tolong anak saya diamankan saja. Biar nanti saya yang urus,” kata perempuan itu.

”Siap, Bu!” kata suara dari seberang telpon.

**

Minggu yang cerah. Seluruh warga kota, bahkan dari desa-desa, dusun, dan kampung berduyun-duyun menuju alun-alun di pusat kota untuk menyaksikan sebuah peristiwa bersejarah. Hadir seluruh Anggota Dewan Masyarakat, Muspida, Walikota, para Bupati, para pengusaha, alim ulama, dan seluruh tokoh masyarakat.

Hari itu Gubernur Sadiroen akan meresmikan patung yang sudah selesai dibangun. “Bapak-bapak Dewan Masyarakat yang terhormat. Para Bupati, undangan, dan seluruh anggota masyarakat yang saya cintai. Dalam kitab Ramayana ada sebuah adegan bagaimana Rama menasehati adiknya Barata tentang bagaimana menjadi pemimpin yang baik, yang disebut Hasta Brata atau delapan citra kepemimpinan,” katanya membuka sambutan.

”Hadirin yang berbahagia, kedelapan citra kepemimpinan itu, Hasta Brata itu, akan saya persembahkan dalam satu wujud. Wujud nyata, yang menggambarkan citra pemimpin yang kita rindukan!”

Tepuk tangan berderai dari seluruh yang hadir. Mereka menanti dengan berdebar-debar bagaimanakah wujud pemimpin yang ber-hasta brata tersebut.

Dengan langkah pasti, Gubernur Sadiroen berjalan ke depan sebuah patung besar yang ditutup dengan kelambu warna keemasan. Dipegangnya ujung kelambu sambil berkata, ”Saudara-saudaraku inilah wujud nyata dari kepemimpinan yang ber-hasta brata. Inilah Ratu adil yang kita nantikan, yang akan membawa kita pada peradaban yang lebih baik…!”

Diiringi dengan bunyi sirine dan genderang yang dibunyikan oleh korps musik, dan disambut dengan tepuk-tangan yang makin meriah, Gubernur Sadiroen dengan cepat menarik kelambu warna emas itu.

Tiba-tiba sorak-sorai berhenti. Semua orang ternganga. Tampak sebuah patung, sosok gagah yang mengenakan seragam militer lengkap dengan tanda jasa di bahu dan dada, dengan pedang dan tongkat komando, namun wajahnya rusak, bopeng-bopeng seperti terkena penyakit kutukan!

Tubuh tambun Gubernur Sadiroen tiba-tiba limbung, kemudian ambruk membentur patung itu. Pertolongan medis segera dilakukan. Tetapi tangan malaekat lebih trengginas. Gubernur Sadiroen menghembuskan napas terakhir di depan patung kejayaannya.

Orang-orang saling berbisik. Dan bisikan itu berhembus menjadi isu. Isu itu menjadi berita-berita di media massa. Orang-orang ramai membicarakan kematian Gubernur Sadiroen. Nama Titis Tjahyawati, putri ragil Gubernur Sadiroen disebut-sebut sebagai orang di balik perusakan wajah patung itu.

”Itu tidak mungkin saya lakukan. Bagaimanapun dia orang tua saya sendiri,” bantahnya di media massa.

Wajah Titis kerap muncul di media massa terkait kasus yang menghebohkan itu. Bahkan serangan demi serangan ditujukan padanya tak pernah berhenti. Tetapi ia tangkas mengelak. Bahkan, ia dengan berani memerintah membongkar patung gubernur yang telah terlanjur menelan uang milyaran rupiah. Patung gubernur dirubuhkan. Alun-alun kota kembali seperti semula.

”Sia-sia ada patung besar, kalau masyarakat di sekitarnya tidak bisa makan!” serunya di televisi.

Ibunya yang melihat, air matanya meleleh. ”Dia mewarisi sifat Papinya, yang keras kepala dan pemberani.”

Pada pemilihan gubernur berikutnya, nama Titis menghiasi media massa. Di sudut-sudut kota, baliho besar memampang fotonya bertuliskan, ”Calon Gubernur Masa Depan!”

Kakak-kakaknya yang menyadari langkah adiknya itu, memberikan selamat. ”Kamu mewarisi bakat politik, Papi,” kata kakak tertuanya saat jamuan makan malam bersama di rumah Maminya.

”kita dukung, sampai Dik Titis jadi gubernur!” seru kakak keduanya.

”Setuju! Hidup trah, Sadiroen!” seru kakak ketiga dan disahut yang lain.

Maminya hanya tersenyum. Kemudian ia menyela,”Tetapi ingat, perjuangan kalian ini sudah dibayar mahal dengan nyawa Papimu.”

”Ini risiko perjuangan, Mi,” kata Titis sambil memeluk Maminya.

Ngawi, Desember 2008
*) Penulis adalah penyair dan cerpenis tinggal di Ngawi

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest