Selasa, 03 Februari 2009

Cerpen Versus Puisi

Alex R. Nainggolan
http://www.hupelita.com/

SEJAK Seno Gumira Ajidarma membedah melalui gaya penulisan cerpennya, terutam dengan diterbitkannya kumpulan Cerpen "Manusia Kamar", dunia kepenulisan Prosa Indonesia mengalami metamorfosa yang sangat liar. Remy Novaris DM, dalam salah satu esai menulis kalimat di atas. Saya justru melihatnya dalam dunia prosa ada sebuah perubahan yang berlanjut.

Semacam ada sebuah energi yang mendesaknya untuk melakukan sebuah pembaruan "radikal". Begitu dashyatnya peta perjalanan prosa Indonesia. Apabila Sutardji berulang kali menafsirkan peta perpuisian Indonesia dianggap sudah mencapai pembaruannya, dengan menuliskan sebuah "Kredo Puisi", yakni pembebasan sebuah kata dari makna maka tamatlah riwayat perjalanan perpuisian Indonesia.

Apa yang ditempuh para pendahulu di bidang puisi telah mencapai tahapan yang masimal. Permulaan tahun 1945, Chairil Anwar dianggap merombak diksi-diksi yang konon begitu sakral, dan dipercayai Pujangga Baru, sebagai aturan yang tak bisa diubah.

Diksi-diksi puisi yang berirama, semacam a-b-ab, harus diikuti kaidahnya. Dengan gayanya sendiri Chairil tak lagi bisa menerima itu semua. Pendedahan mulai dilakukan, dengan melakukan sebuah pelafalan baru. Mencoret kata-kata yang tak perlu. Meski, jasa penemuan akan kepenyairan Chairil tersebut tidak terlepas dari H.B. Jassin.

Jassinlah yang mempromosikan Chairil, dengan menjelaskan sajak-sajak Chairil, melalui teori sastranya. Peta pembaruan puisi dilanjutkan Sutardji. Penyair "meong" ini melafalkan sajak-sajak mantranya yang abai dari makna. Dalam salah satu esainya Subagio Sastrowardoyo dalam "Pengarang Sebagai Manusia Perbatasan", menjelaskan puisi-puisi Sutardji masih bermakna, walau kadang terasa janggal.

Simak saja salah satu sajaknya dengan penulisan lirik semacam, "Walau Penyair Besar, alif ba ta ku tak sebatas Allah". Yang menjadi pertanyaan disini: Adakah Allah mempunyai batas? Lalu, dimana batasannya. Atau dalam, sajak lain semacam "Mesin Kawin", atau "Kalian"-yang hanya berisi satu lirik 'pun'.

Untuk sementara, peta perpuisian Indonesia berhenti di tangan Sutardji. Penggebrakan generasi sebelumnya terasa belum banyak berarti. Afrizal Malna yang dianggap lokomotif Angkatan 2000 di bidang puisi, hanya mencari kedalaman kata. Gejala mempengaruhi antargenerasi memang kerap terjadi, dalam bidang apapun.

Bisa dilihat, bagaimana Afrizal yang mengakui dirinya terpengaruh sajak Goenawan Muhammad, di awal kepenyairannya. Hal ini, berbeda dengan dunia Cerpen atau agar lingkupnya lebih luas, saya lebih enak menyebutnya sebagai dunia prosa. Gaya kepenulisan yang disuguhkan senantiasa berbeda.

Berbagai macam gaya penulisan disini, sebut Danarto, dengan gayanya yang berkiblat ke mistis. Dengan penawaran cerpen-cerpen bertemakan Malaikat Jibril. Surealis dari kenyataan yang disuguhkan, membenturkan kaidah logika. Sebab, siapa yang bisa bercakap-cakap dengan Malaikat, ataumenjaringnya.

Realitas

Dunia prosa berlanjut dengan meluaskan diri pada kenyataan persoalan sekitar. Putu Wijaya saya anggap memiliki corak tersendiri. Prosa yang ditulis Putu, bertemakan dunia suram dan tak pernah terbayangkan sebelumnya. Putu bisa dengan jenaka meninabobokan pembacanya, sambil menyiapkan energi untuk menutup prosanya, dengan hal yang tak pernah dipikirkan sebelumnya.

Dalam kata pengantar yang ditulis sendiri, Putu selalu bermaksud melakukan teror bagi pembacanya. Bukan hal yang mustahil, jika kenyataan-kenyataan yang ditulisnya begitu abai pada logika. Sebagai contoh, dalam cerpen "Mayat" yang dimuat di Horison, Putu memaparkan bagaimana seongok Mayat yang mati. Tiba-tiba terbangun dan merasa hak "matinya" sebagai mayat telah dicolong penerbitan.

Meskipun, Putu tidak serta-merta menyelesaikan prosanya dengan bahagia. Hal ini, diakui dalam "Blok" semua prosanya dilakukan disela sebagai wartawan saat itu. Regenerasi prosa terus berjalan. Seno dengan gayanya yang baru, menggabungkan gaya penulisan jurnalistik dan sastra. Belakangan, saya menduga, sebenarnya gaya tersebut lama dilakukan Majalah Tempo, sekarang dikembangkan secara lebih nyata lagi dalam Pantau, juga Kalam. Hal ini, barangkali tidak terlepas dari peranan Goenawan Muhammad, sebagai pemimpin redaksi. Corak-corak Seno, seusai menerbitkan "Penembak Misterius", jelas terlihat. Seno selaku wartawan, menuliskan dengan sudut pandang sebagai penyaksi. Simak saja, novelnya "Jazz, Parfum, dan Insiden"-yang memakai banyak kaidah-kaidah penulisan suatu berita.

Prosa Indonesia senantiasa memdedah sendiri. Tak ada kritik yang sanggup menahan laju pergerakannya. Kritik yang tertulis media massa, semuanya dianggap "gertak-sambal". Semua penulis tetap dengan gayanya masing-masing. Di era 80-an ke atas, seiring dengan bermunculan sejumlah sastrawan baru, prosa Indonesia, mengalami pergulatan baik mental dan fisiknya. Pengangkatan isu seputar gejala masyarakat urban, keluarga, cinta yang begitu buram maknanya, terlihat nyata.

Sebut saja sejumlah prosa yang ditulis Bre Redana, Agus Noor, Gus Tf Sakai, Joni Aridianta, Teguh Winarsho AS, Yanusa Nugroho, Anton Kurnia, Helvy Tiana Rosa, Kurnia Effendi, Satmoko Budi Santoso, Djenar Mahesa Ayu, Puthut EA, Eka Kurniawan, Jujur Prananto-sekadar menyebut beberapa nama. Prosa kian tumpang-tindih, makin beragam gaya yang bermunculan.

Hal ini, barangkali, disebabkan tidak adanya teori yang menetapkan gaya kepenulisan prosa. Ketika saya membaca karya Djenar Mahesa Ayu, "Wong Asu" (sebenarnya Cerpen ini merupakan tanggapan dari cerpen Seno sebelumnya "Legenda Wong Asu"). Saya melihat tanda-tanda baca dialog antar tokoh yang hanya dibuka dengan tanda "+" dan "-", tidak sebagaimana lazimnya "". Keadaan ini mengingatkan saya pada gaya kepenulisan lama, sekitar tahun 50-an, dimana prosa yang berkembang banyak menggunakan tanda baca semacam itu.

Hal ini pula yang selalu berulang, ketika Danarto selalu menuliskan prosanya dengan gaya sufisme. Kemudian, dilanjutkan dengan sebuah prosa dari Agus Noor "Pemburu", yang menggambarkan, adanya keterpengaruhan bentuk, meskipun secara makna berbeda. Generasi-generasi terbaru di bidang prosa bermunculan.

Batasan yang disebut prosa makin berkesinambungan. Kita bisa menemukan prosa yang benar-benar pendek, hanya satu halaman bila diketik dua spasi. Sapardi Djoko Damono pelopornya, di pertengahan tahun 2001 Sapardi menerbitkan antologi prosa berjudul "Matinya Seorang Pengarang" (Indonesia Tera), dengan lebih mengutamakan kualitas daripada kuantitas.

Menceritakan peristiwa dengan bahasa yang singkat. Bisa juga menemukan prosa yang panjang, bahkan sampai 30 halaman, 100 halaman, bahkan 1.000 halaman. Remy Silado, menulis prosa panjang, mengenai sejarah etnis Cina dalam peta sejarah Indonesia "Cau Bau Kan" (Gramedia). Atau beberapa prosa lainnya yang menggebrak gaya penulisan baru dalam jagat sastra semacam "Saman", "Larung", dan "Supernova".

Puisi jelas berbeda dengan prosa. Puisi dianggap memiliki daya magis. Walaupun puisi yang berkembang saat ini hanya sebatas seni merangkai kata. Selayak yang diucapkan Sutardji di Bentara April 2002, "Jika saat ini puisi bisa bersifat tak abadi. Semacam taik kuda,". Namun, tingkat yang dicapai puisi, barangkali karena ketuaan usianya.

Puisi dianggap lebih energik dan liar dari prosa. Meskipun, terkadang saya masih gamang membedakan antara prosa yang benar- benar pendek dengan puisi yang juga 1 halaman itu. Puisi sebagai seni olah kata, barangkali, akan tetap mendapatkan tempatnya.

Mengingat usia puisi jauh lebih tua dibandingkan dengan prosa. Puisi begitu sakral dan diagungkan, sebagai mitos. Ucapan-ucapan yang dibentuk dalam sebuah puisi begitu memiliki corak, tentunya dalam kadar sebagai mantra. Penyair merupakan sosok individu sejati yang paling "arrogan" dalam melahirkan sebuah karya. Bila dibandingkan dengan prosa. Walau terkadang, tidak tertutup kemungkinan seorang penyair juga bertindak selaku penulis prosa.

Gus Tf Sakai salah satu contoh, bagaimana penyair dapat bertindak sebagai prosais. Atau sebut Sutardji yang telah meluncurkan antologi cerpennya "Hujan Menulis Ayam" (Indonesia Tera, 2001). Meminjam ucapan Sutardji, tentang kondisi dalam dirinya, apabila dia menulis puisi maka ia akan meliarkan imajinasinya. Sedangkan, bila menulis prosa ia akan mencoba menentramkan imajinasi tersebut.

Di tengah perkembangan dunia prosa kita. Di era berkembangnya kebudayaan secara universal, gaya penulisan prosa cenderung meliarkan imajinasi. Bahkan, meniadakan batasan moralitas yang berkembang di masyarakat. Gaya penulisan prosa mencapai momentum ledakannya yang dashyat, kita bisa menangkap kesemuanya apabila menangkap gaya dari penulis Agus Noor, Indra Tranggono, Triyanto Triwikromo, Oka Rusmini, Ayu Utami, atau sebutlah generasi terbaru yang tengah hadir semacam Djenar Mahesa Ayu, dan Puthut EA. Aroma mistis, persinggungan dari aspek psikologis, begitu kental dan terasa dalam karya kreatifnya.

Prosa Indonesia, boleh melakukan pembaruan maksimal, dengan cara menurutkan sejarah lama, kemudian menggabungkannya dengan suatu hal yang baru. Toh, tidak ada yang bisa mencegahnya. Prosa Indonesia, semacam suatu kebimbangan tersendiri dari penulisnya, yang siap menetas menjadi apa saja, setelah diperam cukup lama. Ia bisa serius, bercanda, atau main-main.

*) Alex R. Anggota Komunitas Sastra Pelangi.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest