dijumput dari Jurnal Nasional, 7 Sep 2008
Dwi Fitria
Melalui cerpen-cerpennya, Danarto mempertontonkan berbagai peluang logika cerita yang tak harus konvensional.
Eksperimentasi dalam khazanah Sastra Indonesia mulai marak pada 1970-an. Saat inilah muncul eksplorasi yang amat beragam bentuknya. Para penulis menjajal gaya berbahasa yang berbeda, bereksperimen dengan teknik bercerita, juga mencoba memasukkan elemen-elemen visual sebagai bagian dari karya mereka.
Sebelumnya eksperimen dalam cerpen sudah mulai dilakukan, namun percobaan-percobaan yang dilakukan itu lebih kepada eksplorasi tema. Tema keseharian yang sebelumnya kerap diangkat, berkembang menjadi tema-tema politik atau metafisika.
Sementara dalam hal bentuk, eksplorasi yang dilakukan agak jarang. Kebanyakan cerpen yang muncul sebelum 1970-an masih mengambil bentuk realis.
Menurut Abdul Hadi WM dalam esainya Angkatan 70 dalam Sastra Indonesia, pada periode ini terjadi pergeseran tema dan pandangan tentang dunia dan manusia dalam sastra. Realitas sastra dikembalikan pada pengertian proporsional, sebagai realitas imajiner. Realisme formal yang telah cukup lama mengungkung didobrak. Dan para eksponennya Danarto, Budi Darma, Putu Wijaya, Iwan Simatupang menggunakan simbolisme dalam karya-karyanya dan banyak menggali mitos dan tradisi.
Eksplorasi Danarto
Dari nama-nama tersebut, Danarto adalah salah satu yang paling eksperimental dalam berkarya. Mengangkat tema-tema mistisisme Jawa yang dibaurkan dengan tema-tema Sufi yang kuat, Danarto membuat cerpen-cerpen yang mengaburkan batas antara realita sehari-hari dengan fantasi. Dunia dalam cerpen-cerpen Danarto menjadi dunia antara, yang mengambang di antara yang abstrak dan riil, tidak fana tapi tidak baka. Di dalam dunia itu bisa saja terjadi: Abimanyu berdialog dengan kodok, penari kecak dengan mesin komputer, Hamlet dan Horatio menembus waktu.
“Danarto dengan cerpen-cerpennya menjungkir balikkan logika formal sebuah cerita. Cerpen-cerpennya dibuat begitu tidak teratur. Menabrak batasan-batasan logika bercerita standar yang saat itu dikenal orang. Oleh karena itulah tokoh-tokoh dalam karya bisa berupa apa saja. Bisa bunga, bisa manusia, bahkan ayat Al-Qur’an sekalipun,” ujar Maman Mahayana pengajar Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia.
Menurut kritikus Ribut Wijoto, Danarto berangkat dari kerangka penceritaan yang tak realis. Ini membuatnya bebas mengekeplorasi berbagai kemungkinan. “ Tetapi ketidakrealisan Danarto tidak muncul secara tiba-tiba. Ada logika teks yang mengikat dari awal hingga akhir cerita.”
Sejak awal Danarto membangun dunia yang tidak realis dalam cerpen-cerpennya. Dalam dunia yang ia ciptakan itu semua hal yang tak mungkin di dunia nyata, menjadi mungkin. Tokoh-tokohnya bisa menembus batas ruang dan waktu.
“Artinya, Danarto membangun logika teks tersendiri. Tidak logis dalam dunia nyata atau dalam cerpen orang lain, bisa menjadi logis dalam cerita Danarto. Maka, cerpen Danarto pun berisi keanehan-keanehan yang memiliki logika tersendiri,” ujar Ribut dalam sebuah wawancara melalui email dengan Jurnal Nasional.
Berdasarkan dunia yang dibangun secara tak realis itu, Danarto membuat cerita dengan gaya yang sama sekali berbeda. Alur cerita bisa diawali dengan sebuah konflik, lalu melompat ke masa lalu. Kemudian melompat lagi ke akhir cerita. Plot cerpen Danarto kerap tak lurus, dan tak jarang dibuat dengan akhir yang menggantung. Hasilnya adalah plot yang dipenuhi dengan kejutan.
Danarto juga bebas bermain-main dengan seting. Latar cerita yang tidak realis memungkinkan latar cerita yang tidak terkungkung ruang. “Danarto lebih tunduk pada konsep,“ kata Ribut.
Sementara penokohan sama bebasnya dengan aspek lain dalam cerpen Danarto. “Kerapkali tokoh-tokoh Danarto adalah manusia yang tidak bisa dibayangkan berdarah atau berdaging. Tokoh-tokoh Danarto adalah tokoh-tokoh yang absurd. Tapi karena ditunjang oleh dunia yang absurd juga, maka penokohan menjadi kuat. Artinya tokoh hidup dalam logika teks yang wajar.”
Cerpen-cerpen Danarto juga bebas dari hubungan kausalitas. Ceritanya yang bisa berupa apa saja, dan bebas mengalir ke mana-mana. “Danarto bisa dikatakan sebagai seorang sastrawan yang mengabdi pada tokoh-tokoh ciptaannya. Berbeda dengan pada umumnya sastrawan yang mengarahkan tokoh-tokoh ciptaanya,” ujar Maman.
Membaca karya Danarto, seseorang tidak bisa menggunakan logika konvensional. Ia harus mengikuti saja ke mana cerita membawanya. “Barulah di akhir cerita kita akan melihat apa sebenarnya yang ingin ia katakan, apa pesan yang ada dalam cerpen-cerpennya,” kata Maman Mahayana.
Danarto yang juga seorang perupa, bereksperimen dengan bentuk dan gambar dalam cerpen-cerpennya. Dalam Godlob, ia lakukan misalnya dengan menjadikan gambar jantung hati sebagai judul salah satu cerpennya. Dalam Adam Ma’rifat gambar satu bar balok not ia jadikan sebagai judul. Sementara kumpulan cerpen Berhala dibuka dengan sebuah cerpen yang diberi judul singkat, sebuah tanda seru.
Latar belakang sebagai seorang perupa ini menurut Ribut Wijoto ada kemungkinan berpengaruh pada eksplorasi Danarto dalam membuat karya sastra. Karya-karyanya kaya dengan lukisan kehidupan. Peristiwa-peristiwanya imajinatif, tak jarang juga puitis.
“Semisal ketika dia menggambarkan sebuah lembah yang penuh dengan tengkorak bayi. Di situ ada seorang buta. Gambaran tersebut menurut hemat saya amat imajinatif. Saya membandingkannya dengan Acep Zamzam Noor. Seoran penyair yang juga pelukis yang kerap menghasilkan karya-karya yang amat imajinatif,” kata Ribut.
Perbedaan mendasar
Bersama para prosais eksperimental lainnya, Danarto mengembangkan sebuah gaya bercerita yang absurd. Persamaan di antara keempatnya, mereka membuat cerita-cerita yang anti alur, anti tokoh. Cerita bisa terjadi di mana saja dan kapan saja, sementara tokoh bisa siapa dan apa saja. Namun para eksponen itu, Iwan Simatupang, Budi Darma, Putu Wijaya serta Danarto, memiliki kencendrungannya sendiri-sendiri.
Danarto mengembangkan mistisisme Jawa dan Sufi dalam karya-karyanya, sementara Putu Wijaya mengembangkan Hinduisme, Iwan Simatupang dan Budi Darma sama-sama berpijak pada filsafat Barat khususnya eksistensialisme.
“Budi Darma memiliki tokoh Rafilus yang biasa berolahraga dengan memukul-mukul tiang listrik sampai bengkok. Sementara Putu Wijaya kerap kali memakai tokoh hewan dalam cerpennya. Iwan bisa memunculkan kehidupan absurd seorang penjaga kuburan. Dan tokoh cerpen Danarto kerap kali bukan manusia, kalaulah tokohnya manusia, tokohnya sangat tidak manusiawi atau tidak seperti manusia biasa,” Kata Ribut Wijoto
Dalam sebuah cerpennya Danarto memunculkan karakter seorang komisaris yang muncul bersamaan di beberapa perusahaan di Jakarta di hari yang sama. Dalam Rembulan di Dasar Kolam Danarto mengulangi pola ini dengan menampilkan sosok seorang istri yang bisa muncul di dua tempat secara bersamaan, mengikuti suaminya yang diam-diam berselingkuh.
“Yang jelas Danarto berbeda dari ketiga lainnya. Satu hal mendasar yang membedakannya, Danarto punya keteguhan dalam menyingkap rahasia ilahi ataupun rahasia hidup. Bahwa, kehidupan tidak selalu masuk akal. Pilihan yang ditempuh, Danarto kerap memasukkan wacana-wacana mistis Islam maupun hal-hal gaib. Dia secara teguh, lebih dibanding pengarang manapun, terus-menerus mengeksplorasi tema mistis tersebut,” kata Ribut.
Konsistensi mengangkat tema-tema mistis ini membuat cerpen Danarto benar-benar berbeda dengan para eksponen lainnya. Budi Darma misalnya tidak akan mempertemukan tokohnya dengan tokoh yang bukan manusia. Begitu pula dengan Iwan Simatupang, tokoh-tokohnya tidak akan mengalami hal-hal gaib sementara Putu yang dengan jenaka kerap melontarkan protes sosial tidak akan menceritakan tokoh yang mengalami pengalaman batin yang sufistik.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Ginandjar Wiludjeng
A. Junianto
A. Kurnia
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.S Laksana
A’yat Khalili
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Razak
Abdul Rosyid
Abdul Wahab
Abdurrahman Wahid
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adam Chiefni
Ade P. Nasution
Adhitia Armitriant
Adi Prasetyo
Adrizas
AF. Tuasikal
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Baso
Ahmad Faishal
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Naufel
Ahmad Rofiq
Ahmad S. Zahari
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ainul Fiah
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Alex R. Nainggolan
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Almania Rohmah
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aminah
Aminullah HA.Noor
Amir Sutaarga
Anam Rahus
Anata Siregar
Andari Karina Anom
Andina Dwifatma
Andong Buku #3
Andre Mediansyah
Andri Awan
Anett Tapai
Anggie Melianna
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Wahyudi
Anwar Nuris
Ardi Bramantyo
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arief Joko Wicaksono
Arief Junianto
Ariera
Arif Bagus Prasetyo
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Asmaul Fauziyah
Asti Musman
Atafras
Awalludin GD Mualif
Ayu Wulan Sari
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Camelia Mafaza
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Zaini Ahmad
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Daisuke Miyoshi
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Danusantoso
Dareen Tatour
Darju Prasetya
David Kuncara
Denny Mizhar
Denza Perdana
Desi Sommalia Gustina
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewi Indah Sari
Dewi Susme
Dian Sukarno
Didik Harianto
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur
Dipo Handoko
Diyah Errita Damayanti
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddy Wisnu Pribadi
Dody Kristianto
Dody Yan Masfa
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi SS MHum
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Wiyana
Dyah Ratna Meta Novia
Dyah Sulistyorini
Ecep Heryadi
Eddy Pranata PNP
Edeng Syamsul Ma’arif
Eep Saefulloh Fatah
EH Kartanegara
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Hendri Saiful
Eko Windarto
Elnisya Mahendra
Elva Lestary
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Sulwesi
Endo Suanda
Eppril Wulaningtyas R
Esai
Evan Ys
F. Moses
F. Rahardi
Fadlillah Malin Sutan
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fanny Chotimah
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Febby Fortinella Rusmoyo
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Gabriel Garcia Marquez
Galang Ari P.
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gandra Gupta
Ganug Nugroho Adi
Gerson Poyk
Ghassan Kanafani
Gita Nuari
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunoto Saparie
H.B. Jassin
Habibullah
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Hardi
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Aspahani
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
HE. Benyamine
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Herman RN
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Nugroho
Hikmat Gumelar
HL Renjis Magalah
Hudan Nur
Hujuala Rika Ayu
Huminca Sinaga
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ira Puspitaningsih
Irfan Budiman
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Zulkarnain
Ismail Marzuki
Iva Titin Shovia
Iwan Kurniawan
Jabbar Abdullah
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D. Rahman
Jamal T. Suryanata
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
JILFest 2008
Jody Setiawan
Johan Edy Raharjo
Johannes Sugianto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Juan Kromen
Julika Hasanah
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Ka’bati
Karanggeneng
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Keith Foulcher
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khansa Arifah Adila
Khoirul Inayah
Khoirul Rosyadi
Khudori Husnan
Ki Ompong Sudarsono
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
L.N. Idayanie
Laili Rahmawati
Lamongan
Lan Fang
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lely Yuana
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Liestyo Ambarwati Khohar
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lucia Idayanie
Lukman A Sya
Lutfiah
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Ismail
M Thobroni
M. Afifuddin
M. Arwan Hamidi
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Luthfi Aziz
M. Nurdin
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.S. Nugroho
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahmud Syaltut Usfa
Mahmudi Arif Dahlan
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Martin Aleida
Maruli Tobing
Mas Ruscita
Mashuri
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni Muserang
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mia Arista
Mia El Zahra
Mikael Johani
Misbahus Surur
Misran
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
Much. Khoiri
Muh. Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun
Muhammadun AS
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mukti Sutarman Espe
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Munawir Aziz
Musfarayani
Musfi Efrizal
Nafisatul Husniah
Nandang Darana
Naskah Teater
Nelson Alwi
Ni Made Purnamasari
Nikmatus Sholikhah
Nina Herlina Lubis
Nina Susilo
Ning Elia
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel-novel berbahasa Jawa
Novelet
Nunuy Nurhayati
Nur Azizah
Nur Hamzah
Nur Kholiq
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Aini
Nurul Anam
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Okty Budiati
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso H.N.
Pagan Press
Pagelaran Musim Tandur
Palupi Panca Astuti
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Petrus Nandi
Politik
Politik Sastra
Pradana Boy ZTF
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pringadi AS
Prof Dr Fabiola D. Kurnia
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Puji Tyasari
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
Purnawan Kristanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang Group
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Ng. Ronggowarsito
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmat Kemat Hidayatullah
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rasanrasan Boengaketji
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Resensi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Ririe Rengganis
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rusmanadi
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saiful Amin Ghofur
Saiful Anam
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman S. Yoga
Samsudin Adlawi
Samsul Anam
Sanggar Lukis Alam
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang KSII
Santi Puji Rahayu
Sapardi Djoko Damono
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastra Jawa Timur
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
SelaSastra Boenga Ketjil #33
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputra
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soegiharto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sri Weni
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudirman
Sugi Lanus
Sukron Ma’mun
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaf Anton Wr
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syarif Wadja Bae
Sylvianita Widyawati
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie (1961-2019)
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tia Setiadi
Tirto Suwondo
Tita Tjindarbumi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tosa Poetra
Tri Nurdianingsih
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulul Azmiyati
Umar Fauzi
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Utari Tri Prestianti
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wan Anwar
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wina Bojonegoro
Wita Lestari
Wong Wing King
Wowok Hesti Prabowo
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanusa Nugroho
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopi Setia Umbara
Yudhi Herwibowo
Yudi Latif
Yusri Fajar
Yusuf Ariel Hakim
Yuval Noah Harari
Zacky Khairul Uman
Zainuddin Sugendal
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zed Abidien
Zehan Zareez
Zhaenal Fanani
Zubaidi Khan
Zuniest
Tidak ada komentar:
Posting Komentar