Senin, 15 September 2008

Penjungkirbalikan Logika Formal

dijumput dari Jurnal Nasional, 7 Sep 2008
Dwi Fitria
Melalui cerpen-cerpennya, Danarto mempertontonkan berbagai peluang logika cerita yang tak harus konvensional.

Eksperimentasi dalam khazanah Sastra Indonesia mulai marak pada 1970-an. Saat inilah muncul eksplorasi yang amat beragam bentuknya. Para penulis menjajal gaya berbahasa yang berbeda, bereksperimen dengan teknik bercerita, juga mencoba memasukkan elemen-elemen visual sebagai bagian dari karya mereka.

Sebelumnya eksperimen dalam cerpen sudah mulai dilakukan, namun percobaan-percobaan yang dilakukan itu lebih kepada eksplorasi tema. Tema keseharian yang sebelumnya kerap diangkat, berkembang menjadi tema-tema politik atau metafisika.

Sementara dalam hal bentuk, eksplorasi yang dilakukan agak jarang. Kebanyakan cerpen yang muncul sebelum 1970-an masih mengambil bentuk realis.

Menurut Abdul Hadi WM dalam esainya Angkatan 70 dalam Sastra Indonesia, pada periode ini terjadi pergeseran tema dan pandangan tentang dunia dan manusia dalam sastra. Realitas sastra dikembalikan pada pengertian proporsional, sebagai realitas imajiner. Realisme formal yang telah cukup lama mengungkung didobrak. Dan para eksponennya Danarto, Budi Darma, Putu Wijaya, Iwan Simatupang menggunakan simbolisme dalam karya-karyanya dan banyak menggali mitos dan tradisi.

Eksplorasi Danarto
Dari nama-nama tersebut, Danarto adalah salah satu yang paling eksperimental dalam berkarya. Mengangkat tema-tema mistisisme Jawa yang dibaurkan dengan tema-tema Sufi yang kuat, Danarto membuat cerpen-cerpen yang mengaburkan batas antara realita sehari-hari dengan fantasi. Dunia dalam cerpen-cerpen Danarto menjadi dunia antara, yang mengambang di antara yang abstrak dan riil, tidak fana tapi tidak baka. Di dalam dunia itu bisa saja terjadi: Abimanyu berdialog dengan kodok, penari kecak dengan mesin komputer, Hamlet dan Horatio menembus waktu.

“Danarto dengan cerpen-cerpennya menjungkir balikkan logika formal sebuah cerita. Cerpen-cerpennya dibuat begitu tidak teratur. Menabrak batasan-batasan logika bercerita standar yang saat itu dikenal orang. Oleh karena itulah tokoh-tokoh dalam karya bisa berupa apa saja. Bisa bunga, bisa manusia, bahkan ayat Al-Qur’an sekalipun,” ujar Maman Mahayana pengajar Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia.

Menurut kritikus Ribut Wijoto, Danarto berangkat dari kerangka penceritaan yang tak realis. Ini membuatnya bebas mengekeplorasi berbagai kemungkinan. “ Tetapi ketidakrealisan Danarto tidak muncul secara tiba-tiba. Ada logika teks yang mengikat dari awal hingga akhir cerita.”

Sejak awal Danarto membangun dunia yang tidak realis dalam cerpen-cerpennya. Dalam dunia yang ia ciptakan itu semua hal yang tak mungkin di dunia nyata, menjadi mungkin. Tokoh-tokohnya bisa menembus batas ruang dan waktu.

“Artinya, Danarto membangun logika teks tersendiri. Tidak logis dalam dunia nyata atau dalam cerpen orang lain, bisa menjadi logis dalam cerita Danarto. Maka, cerpen Danarto pun berisi keanehan-keanehan yang memiliki logika tersendiri,” ujar Ribut dalam sebuah wawancara melalui email dengan Jurnal Nasional.

Berdasarkan dunia yang dibangun secara tak realis itu, Danarto membuat cerita dengan gaya yang sama sekali berbeda. Alur cerita bisa diawali dengan sebuah konflik, lalu melompat ke masa lalu. Kemudian melompat lagi ke akhir cerita. Plot cerpen Danarto kerap tak lurus, dan tak jarang dibuat dengan akhir yang menggantung. Hasilnya adalah plot yang dipenuhi dengan kejutan.

Danarto juga bebas bermain-main dengan seting. Latar cerita yang tidak realis memungkinkan latar cerita yang tidak terkungkung ruang. “Danarto lebih tunduk pada konsep,“ kata Ribut.

Sementara penokohan sama bebasnya dengan aspek lain dalam cerpen Danarto. “Kerapkali tokoh-tokoh Danarto adalah manusia yang tidak bisa dibayangkan berdarah atau berdaging. Tokoh-tokoh Danarto adalah tokoh-tokoh yang absurd. Tapi karena ditunjang oleh dunia yang absurd juga, maka penokohan menjadi kuat. Artinya tokoh hidup dalam logika teks yang wajar.”

Cerpen-cerpen Danarto juga bebas dari hubungan kausalitas. Ceritanya yang bisa berupa apa saja, dan bebas mengalir ke mana-mana. “Danarto bisa dikatakan sebagai seorang sastrawan yang mengabdi pada tokoh-tokoh ciptaannya. Berbeda dengan pada umumnya sastrawan yang mengarahkan tokoh-tokoh ciptaanya,” ujar Maman.

Membaca karya Danarto, seseorang tidak bisa menggunakan logika konvensional. Ia harus mengikuti saja ke mana cerita membawanya. “Barulah di akhir cerita kita akan melihat apa sebenarnya yang ingin ia katakan, apa pesan yang ada dalam cerpen-cerpennya,” kata Maman Mahayana.

Danarto yang juga seorang perupa, bereksperimen dengan bentuk dan gambar dalam cerpen-cerpennya. Dalam Godlob, ia lakukan misalnya dengan menjadikan gambar jantung hati sebagai judul salah satu cerpennya. Dalam Adam Ma’rifat gambar satu bar balok not ia jadikan sebagai judul. Sementara kumpulan cerpen Berhala dibuka dengan sebuah cerpen yang diberi judul singkat, sebuah tanda seru.

Latar belakang sebagai seorang perupa ini menurut Ribut Wijoto ada kemungkinan berpengaruh pada eksplorasi Danarto dalam membuat karya sastra. Karya-karyanya kaya dengan lukisan kehidupan. Peristiwa-peristiwanya imajinatif, tak jarang juga puitis.

“Semisal ketika dia menggambarkan sebuah lembah yang penuh dengan tengkorak bayi. Di situ ada seorang buta. Gambaran tersebut menurut hemat saya amat imajinatif. Saya membandingkannya dengan Acep Zamzam Noor. Seoran penyair yang juga pelukis yang kerap menghasilkan karya-karya yang amat imajinatif,” kata Ribut.

Perbedaan mendasar
Bersama para prosais eksperimental lainnya, Danarto mengembangkan sebuah gaya bercerita yang absurd. Persamaan di antara keempatnya, mereka membuat cerita-cerita yang anti alur, anti tokoh. Cerita bisa terjadi di mana saja dan kapan saja, sementara tokoh bisa siapa dan apa saja. Namun para eksponen itu, Iwan Simatupang, Budi Darma, Putu Wijaya serta Danarto, memiliki kencendrungannya sendiri-sendiri.

Danarto mengembangkan mistisisme Jawa dan Sufi dalam karya-karyanya, sementara Putu Wijaya mengembangkan Hinduisme, Iwan Simatupang dan Budi Darma sama-sama berpijak pada filsafat Barat khususnya eksistensialisme.

“Budi Darma memiliki tokoh Rafilus yang biasa berolahraga dengan memukul-mukul tiang listrik sampai bengkok. Sementara Putu Wijaya kerap kali memakai tokoh hewan dalam cerpennya. Iwan bisa memunculkan kehidupan absurd seorang penjaga kuburan. Dan tokoh cerpen Danarto kerap kali bukan manusia, kalaulah tokohnya manusia, tokohnya sangat tidak manusiawi atau tidak seperti manusia biasa,” Kata Ribut Wijoto

Dalam sebuah cerpennya Danarto memunculkan karakter seorang komisaris yang muncul bersamaan di beberapa perusahaan di Jakarta di hari yang sama. Dalam Rembulan di Dasar Kolam Danarto mengulangi pola ini dengan menampilkan sosok seorang istri yang bisa muncul di dua tempat secara bersamaan, mengikuti suaminya yang diam-diam berselingkuh.

“Yang jelas Danarto berbeda dari ketiga lainnya. Satu hal mendasar yang membedakannya, Danarto punya keteguhan dalam menyingkap rahasia ilahi ataupun rahasia hidup. Bahwa, kehidupan tidak selalu masuk akal. Pilihan yang ditempuh, Danarto kerap memasukkan wacana-wacana mistis Islam maupun hal-hal gaib. Dia secara teguh, lebih dibanding pengarang manapun, terus-menerus mengeksplorasi tema mistis tersebut,” kata Ribut.

Konsistensi mengangkat tema-tema mistis ini membuat cerpen Danarto benar-benar berbeda dengan para eksponen lainnya. Budi Darma misalnya tidak akan mempertemukan tokohnya dengan tokoh yang bukan manusia. Begitu pula dengan Iwan Simatupang, tokoh-tokohnya tidak akan mengalami hal-hal gaib sementara Putu yang dengan jenaka kerap melontarkan protes sosial tidak akan menceritakan tokoh yang mengalami pengalaman batin yang sufistik.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest