Rabu, 10 September 2008

BAYANG DAN BOYONG

KRT. Suryanto Sastroatmodjo

Mari kita silakan para tamu memasuki baluwarti ini, saudaraku – ketika barisan yang kita nanti-nantikan sudah mulai memperlihatkan langkahnya yang tegap dan tegas. Marilah kita persilahkan para sanak-kadang yang sudah semalaman berkuyup-embun di luar pager-banon sana, dan biarkanlah mereka pagi ini ikut menikmati selamat datang ini.

“Tiada yang lebih membesarkan hati daripada keluwesan yang berbicara, lantaran dorongan jiwa yang sepatutnya. Tiada yang lebih mewakili kelugasan sejati katimbang pertimbangan yang diambil pada awal kelahiran sebuah hari – lantaran itulah titiwanci utama untuk menunjukkan harga kewibawaan,” demikian rantunan kalimat anda, pada kesempatan untuk membeberkan, seberapa jauhnya Anak Manusia berperang dengan Ayahbundanya dari seberang, buat menemukan wujud gairah yang tak – tertebak. Maka, aku mungkin harus menerimanya untuk sementara, sebagai satu bagian dari tiarapku sendiri, sebelum pada saatnya mengepalkan tinju ke hadapan.

Jangan hendaknya kita berpikir, bahwa jikalau salah seorang keluarga dekat kita takut pulang ke rumah, dengan sendirinya dia berusaha untuk menjauhkan diri dari salam-selawat dan rangkul-rungkus. Dan jika ada orang lain yang kepingin menelusurinya, dia siap mengelak. Akan lengkap kiranya kedirian kita yang laif-dhaif seperti ini, seandainya tiada perewang lain yang menganggap ketelodoran adalah warna lain. Dan pada hakikatnya, orang belum pernah menemukan ‘wangkot-celupan’-nya.

“Salawat-salawat kesentausaan,” desismu kala itu. “Karena kehidupan menagih kesan dengan begitu kuat dan kerasnya, sehingga apa yang berlangsung terkemudian adalah suatu gaya-ucap yang kurang lebih sebagai tudingan, sesalan, susulan dan bahkan juga umpatan. Kita belum juga tumbuh sebagai pribadi yang memiliki corak nan gumathok.”

“Walaupun, yang kaumaksudkan itu masih dalam batas gambaran suatu kurun waktu tertentu, dan belum berarti sepanjang masa?” demikian desakanku lebih jauh. Maka dikau mengernyitkan kening, kemudian balik berdetus: “Sahabat, mustahil kita tak menganggapnya sebagai Peristiwa yang selamanya. Bukankah kita sepaham untuk mengatakan, bahwa kebebasan wujud sama harganya dengan kebebasan isi? Dan bahwa tatanan yang digariskan oleh pakem-pakem keluruhan itu diantebi oleh suatu sosok berpengaruh yang diterima secara bulat oleh kelompok besar orang seikhwan? Aku yakin, faham-faham yang kita buat serta kemudian dibingkiskan kepada dunia, adalah juga berasal dari pandangan yang telah purba, bukan sesuatu yang masih dalam babak penyesuaian-diri yang nyamut-nyamut. Dan aku percaya, masyarakat kita masih dapat diajak bertoleransi sebatas meng-ugemi ihwal-ihwal maujudnya Rasa dan Nalarwening – sebelum dua hal yang kita ucapkan tadi mengabur di halimun dingin…”

Sahabatku Dina!
Berpikir adalah suatu arah-tanggon pada poros kreatif yang jelas. Karenanya, dengan berpikir itu, kita menuju kepada pewedaran gagasan yang hendak ditekankan, dan bukan sebagai ancangan semata. Dalam hal-hal yang besar resikonya untuk mewujudkan pikiran yang terpendam, maka seorang filosof mesti bersikap yang lebih demokratik, dalam arti bisa meng-emong situasi, meng-emong lingkungan yang majemuk.

Dina yang setiawan dan senantiasa tanggap.
Hari ini adalah hari kesebelas dari perjalananku ke daerah Orang Badui di Banten Kidul. Suatu upaya untuk meneliti, sejauh mana manusia yakin akan makna kemerdekaan batin, dan bagaimana hal itu bisa dirungkebi sebagai hak milik langgeng. Warga Badui Dalam di Cibeo misalnya punya anggapan, bahwasanya Jagat Ageng (dunia besar, makrokosmos) ini bukan sesuatu yang berdiri sendiri, tanpa pasak-pasak yang melekatkannya dengan anasir-anansir semesta lainnya. Perekat-utamanya adalah jagat alit, yang terdiri dari manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan, yang kesemuanya berhubungan secara kekeluargaan, dan punya peranan berbeda-beda, namun diemban bersama dalam satu ritme-kerja yang berirama, saling-dorong serta saling-resapkan. Jagat alit bisa terkoyak, bisa retak, manakala salah satu anasirnya meninggalkan kedisiplinan nan luhur, dan memperturutkan “karsane dhewe” (kehendak sendiri), membelot dari irama-hayati yang telah tersusun jelas, selaras dengan firman Pemangku Jagat Akbar ini.

Maka keseimbangan alam tak bisa lain diartikan sebagai keseimbangan agama, yang menggugah setiap jasad dan roh untuk melaksanakan tugas-tugas kebaikan. Bila satu sama lain tidak menempati tugas nan rapi, cermat, berdisiplin tinggi, maka pasak-pasak bakal retak, dan bumi pun terbengkalai. Perekat paling utama adalah wasiat leluhur (karuhun, poyang), yang tertulis dalam lontar-lontar tua yang diguratkan sedari mulakala. Tiap warga setia Badui pada dasarnya adalah pekerja, yang takkan istirah, bila bukan pada saatnya yang telah ditentukan menurut pathokan yang keramat. Pekerja adalah pusat greget-grengseng-nya tindak positif, yang mendorong tubuh, tangan-tangan dan urat-urat ini menggeliat dan berkeringat, lantaran melakukan karya kemanusiaan nan tangguh. Adalah tolol untuk melakukan hambatan, pengangguran ataupun juga kemalasan, bila dalam nuraninya sudah tumbuh kepercayaan: tanpa karya, seseorang adalah si mati, si mayat, yang tanpa faedah apapun. Pekerjaan yang berdayaguna bagi sesama hidup, merupakan sumbangsih nyata dari warga di sana, yang diamanatkan oleh nenek-moyang, dan dipegang teguh.

Sahabatku Dina!
Aku memang bersemangat untuk menekankan hal-hal yang begini berderap. Di kala orang di mana-mana sibuk berseminar tentang tenaga kerja dan peranan angkatan muda, aku menahan nafas. Terasa, teramat banyak orang menghamburkan potensinya untuk berbincang serta berdebat tentang kiblat ketenagakerjaan pada zaman gemuruh dan penuh keluh ini. Siratan gagasan yang berasal dari suasana masa lampau sering luput dari sentuhan. Kita lantas sibuk bikin dalih-dalih dan rumusan selangit tanpa teringat, bahwa rumusan purbawi telah pernah digenggam orang, seraya masa pun pernah menggodok dalih yang bagaimana pun rumitnya, melalui gaung sejarah. Kalau teringat akan hal ini, maka saya berpesan, sebaiknya kita terus menggali karyasastra lokal, yang tertulis dalam pelbagai bahasa daerah di pedalaman Nusantara, untuk mencari rujukan nan tepat. Hanya dengan cara begini, teruji kemampuan kesarjaan menurut kadar semestinya – bukan hanya berdasar fakta kelulusan di atas kertas!

Sahabatku Dina!
Ucapanmu setahun lewat masih kuingat: “Pur, hendaknya gaya hidup dewasa kini bisa lebih kita benahi, agar kita bukan cuma berlenggak-lenggok sebagai boneka berbusana apik. Tapi yang penting, bagaimana orang pun tahu, busana apik itu dipintal dari benang, dan benang dicari bahannya dari tanaman kapas. Dan upaya menanam mengingatkan orang kepada kerja berluluk lumpur, mandi keringat, melambuk tanah. Sama sibuk dan gemuruhnya dengan karya gemilang para pekerja pabrik tekstil yang tak kenal siang dan malam buat memenuhi kecenderungan masyarakat untuk berbusana rapi dan apik. Bila kita hanya terpancang pada boneka berjalan yang memperagakan gaun-gaun mahal semata, niscaya pikiran akan terhenti pada lipatan ketiak. Angan-angan pun terwatasi dambaan cethek, Pur.”

“Lumrah, masyarakat yang tengah berkembang tak menyiasati lingkungan, sebagaimana yang dikehendaki oleh bangsa yang telah mapan. Gelaran yang hadir mungkin hanya terbit karena desakan situasi, Dien.
“Itu bukan penilaian sehat, Pur. Hanya sinyalemen kurang sehat dari dirimu. Karena aku tahu, setiap kita bicara tentang pakem-pakem kebijakan yang diunggulkan oleh sukubangsa di Nusantara, kau selalu terhenti pada sebut-sebutan semata, nama-nama ajektif dan penjudulan karya sastra yang ditinggalkan oleh suku tersebut pada hari lampaunya. Kau tak mengejar tentang betapa gerangan pokal-pokal yang ditampilkan Guru Besar, sosok andalan. Cara begini akan mengatasi pikiran tentang gambaran superlatif mahakarya satu zaman, yang keberadaannya bisa mungkin hanya pajangan. Ia diboyong oleh tahap nan ada, namun tak berperekat maknawi.”

“Dan sastra yang diboyong oleh warganya, diberi tandatangan oleh keturunannya, tapi tanpa bayang ‘tantangan terpendam’ serta ‘tuntutan-tuntutan nan semakin meningkat’, rasanya sulit dilestarikan.”
“Tadi, itulah yang hendak kukatakan, Pur. Seandainya perlawatanmu ke daerah Badui itu membawa juga hasil ekskavasi budaya yang lebih komplit, misalnya buah pikiran Manusia Utamanya, telaah-telaah di berbagai situasi, dan upaya penyelamatan diri suku tersebut dalam melawan campur-tangan pihak luar, … nah, niscaya kau bakal lebih menggenggam makna kerja berjaya yang pada orang-orang modern pun masih diributkan.”

Aku unjal-nafas. Pagi telah merambat kepada siang lembut. Kubuka jendela kecil di ruang tenaga pengajar di Universitas Kotapraja yang telah empat dasawarsa membekaskan jejak-juang tergamblang di negeriku. Angin semilir mengantar kembang melati sedhompol yang tumbuh liar berbanjar di bawah cepuri putih, agak ke dalam. Sebelahnya, rumpun alamanda kemalas-malasan bergoyang, dalam hijau-pupusnya nan nyaris pucat. Seekor burung pipit, yang nampaknya terbang kesasar dari pesawahan di arah seberang-sana, hinggap di ranting kecil kembang srengenge yang agak layu, lantaran jarang disirami oleh tukang kebun. Burung itu menelengkan kepalanya, seperti menatapku, yang iseng melepas kesumukan ini.

Sahabatku Dina!
Pabilakah lagi kita bisa beromong-omong bebas seperti di saat usai mengajar, atau mengambil sela-sela yang makin langka ini? Para mahasiswa sekarang seperti kurang bergairah dalam menempa dan menampi bulir-bulir ilmu yang dilisankan; terlebih-lebih bila bibir kita yang serasa pecah-pecah untuk melisankan kerisauan hari esok nan penuh deru!
---
*) Tanggung jawab penulisan pada PuJa

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest