Sajak-Sajak Ulul Azmiyati

RAKYAT BERSAJAK

Dengan telinga tersumbat,
ucapan mulut tersuap.

Langkah kaki terperanjat; kami rakyat tersisi
mengemisi harga pasti, bukannya menjual diri.

Ingin membuka mata hati,
jangan kau remas jiwa kami
lumpur hinggap bersujut di anggokan padi.

Setetes keadilan,
sebenih kejujuran ingin kami raih
di bawah kemiskinan itu rakyat tak berarti.
Wahai kaum pejabat, duduklah dengan rapat
jangan biarkan secuil KKN menghambat.



YOGYA-KU

Dua tabir keagungan milikmu
kokoh berdiri tak henti
angkuh melihat jagat beribu pujian untukmu.

Sekarang, tersingkap tertiup detik hingga
luluh lantak penghunimu daun berterbang;
hilang jiwa, raga harta benda.

Kau punya tangan jangkauan tetes embun
membuatmu tiada daya seakan malu berdiri.

Terbangkan sayapmu,
hilang satu embun seribu
jangan kau terharu atas musibah dirimu;
Agungkan nama-Nya disaat gunda,
wahai Yogya.



SAHABAT

Kala mentari sebarkan sayap
kau datang memberi harap
hingga ku mampu membuka tirai hayat
saat kau malu menatap.

Kau pembawa sinar keagungan
membelai lembut hati tak tertahan,
mengusap tetes suci diri, benak hati.

Sekarang mendung menggoda membuat layu
kehangatan semua jadi gelap
tanpa sinar embunmu;

aku rindu kau yang dulu
selalu tersenyum untukku,
pengobat luka lara, iringi langkah
menuju gerbang abadi para sahabat.

Aku menunggu di alur-alun zaman
berjalan diarang kemiskinan.



TANGISAN NEGERIKU

Gigitan hati menahan isak tangis
membeku dalam jurang kemiskinan

Entah apa sebab kau tertelan kesedihan
mungkin keangkuhan? Atau ketidaktahuan,
membuat lupa kebesaran tuhan.

Tumpah tangismu iring-iringan langkah
sinar mentari esok teremas, ter-jambak
hingga tak mampu dongakkan kepala
menatap jauh ke depan.

Akankah selalu begini?
Keadaan negri yang ku sanjung
sejak bayi hingga mati.



UNTUK BUNDA

Kau tiang penyangga inspirasi jiwa raga
melukis kehidupan cinta, canda nan duka;

Air mata penyejuk pena,
tawa riang goresan jiwa
menunggu cita asa
menitikkan embun darah.

Pahit, sungguh penuh getar penguji lurus jalan
menanam asma Ilahi tetaplah menemani;
di sini harga hidup!
Aku mudah layu menahan titian luka
Oh, bunda.