Selasa, 12 Agustus 2008

Mengenang JSTJ: Jurnal Sastra Timur Jauh

Sebagian isi JSTJ edisi I, berlabel Belantara Sastra
(Komentar pada puisi-puisi di bawah ini ditulis oleh Nurel Javissyarqi***)

Diantara tetesan Hujan
Evi Anggarini

Malam ini, lagi
hujan turun rintik meriak;
suaranya ku dengar agak enggan
memang.

Malam ini, lagi
terlalu dingin untuk dibasahi;

Jiwaku terbang pada entah,
aku mengatuk sangat.

21 Okto 2005


Di Balik Tirai Kudengar
Evi Anggarini

tik…tik…
krosak…krosak…
dan bunyi itu membuatku jengah
apalagi membawa kabar tak sedap,
ketika kubaca sebuah pesan
dan seketika itu aku kecewa.

21 Okto ‏2005


Chihh
Evi Anggarini

Ingin marah
bosan…
sendiri sunyi
dingin sekali,
kemana harus kucari
riak telaga hati.

20 Okto 2005

***Ia miliki daya permenungan kuat, hanya saja belum mengetahui daya kekuatannya, sehingga kadang terkesan biasa dimata pembaca. Judul; Di Balik Tirai Kudengar, sebenarnya bisa dimasukkan dalam bentuk “balada singkat.”


Ketika Nanti
Anis

Matahari separuh waktu
hilang sinarnya,
bulan berbintang sekarat,
langitpun robek agaknya.

Ketika nanti;
Mata air mengkristal
dedaunan hitam mewarna,
dan laut mendidih, dahsyat !

Senyum tiada lagi
dirantai besi.
Ketika nanti,
segenap hewan-hewan melata
nafasnya terhenti,
dan burung gagak berseru kematian
pada bumi yang kosong perutnya.

Ketika nanti,
sangkala Isrofil meniupkan suara-Nya.

***Meski belum sekuat penggiringannya (dramatikanya). Membaca puisi diatas, saya diingatkan puisi penyair yang dapat Nobel Kesusastraan 1996, Wislawa Syimborska yang berjudul Teroris-teroris yang Ia Lihat.


Sebungkus Pecel Saja
Anis

Mengucur peluh petani
habiskan sekian banyak pupuk
untuk sekepal nasi.
Siapa yang membuat pupuk dan menyalurkan air?

Butuh api dan panci masak,
Api butuh kayu dan sulut,
Panci masak butuh tukang panci,
Siapa yang membuat korek api dan panci masak?

Sebungkus pecel saja,
mengucurkan peluh petani cabe dan kacang,
butuh pupuk dan air juga,
butuh daun pisang atau kertas minyak,
butuh koran bekas.
Mengucur peluh penjual koran
dan penjual kertas minyak atau daun pisang.
Sebungkus pecel saja
Karet gelang tak mau ketinggalan
Dan….
hanya lima menit
aku melahap-nya.

***Membaca sajak di atas, saya teringat puisi-puisi sederhana yang menyimpan daya gugah kesadaran, semisal karya-karyanya Gus Mus.


Sekedar Berkabar Penat
Anis

Angin memainkan biola
diantara rerumputan
dan aku menyusup diantaranya.

(Sekedar berkabar penat)
yang tak terluap oleh waktu sesaat.

Aku berlalu
Kemudian entah….


Sebuah Sketsa; Dunia Cinta
Arric Novita

Biarkan ia tumbuh.
Setumbuh bunga yang sedang berkembang
dengan benihnya yang suci.

Biarkan kesucian itu sejati
sebab dengan sejatinya ia hidup.
Mati dan hilang
lalu kembali, hingga entah…

***Ia memiliki daya duga, saya sarankan terus membaca buku-buku, agar kelak bisa menujum seperti para pujangga di tanah Dwipa ini. Di puisi itu ia cukup memiliki daya kendali, jujur dan penuh muatan nalar.


jiKA Dia dAtaNG
D_Iefa

Jika ia datang, bulan pun mengembang
lengking seruling memanjat suara bintang
temani pejalan malam
tiada tempat singgahan.

Di dasar lembah mengembarai orang-orang malang
yang masih percaya tibanya keajaiban.

Segala telah jadi biasa di dunia
seperti isak perempuan pada kematian suaminya
hanya sebentar, esok lusa bakal kembali tertawa.

Kendati rembulan tenggelam pelan dipelukan awan
dan gerimis turun renyah sepanjang jalan,
tiada tempat untuk kau rehat,
hidup telah kita sumpahkan untuk kesiaan.
Maka teruskan langkahmu.

***Ia seperti Evi Anggarini, miliki daya renung, kekuatannya ada nuansa natural (mengalir) pada penciptaannya, sehingga pembaca bisa menikmati begitu gampang, meski ada beberapa perlu pahatan (pahatan saya maksud, pembuangan awalan dan akhiran yang kurang penting). Saya sarankan, agar karya setelah ditulis, diendapkan lebih dulu beberapa tempo hari atau bulan pun tahun, sehingga jika membaca di kemudihan hari, menemukan bentuk keseimbangan. Tapi puisi diatas sudah bagus.


pEreMPUan
D_Iefa

Adalah rindu dimana laut menemui pantai.
Dirahim siapa gerbang rahim terbuka,
dimana jiwa adalah kelembutan lumut hitam
dan kata-kata adalah sejuk rimbunan dedaun.
Pada tangan dan kabut perut siapa kaki langit terpaut,
waktu ku minta (langit), diberikannya tanpa awan,
adalah dendam dimana api mendapat lidah.

Di rahim siapa gerbang neraka membuka,
dimana harapan tak menemu lembaga,
kasih sayang hanya kesiaan.
Dan dimana kepedihan mengatasi duka,
tangan siapa mengendus-elus mesra.

Hati tak setia penuh biasa,
waktu kuminta padanya (langit),
disemburkannya ludah siksa.

***Kalau mengandalkan bakat, tak mungkin seusia dini mencapat derajat tertentu, bakat bukan hal satu-satunya mencapai kesuksesan, tapi ketekunan menyetiai penyelidikan diri berulang kali; perefisian dari bentuk sudah jadi (baku) bukan suatu tabu, pemenang Nobel Sastra 1908, Rudolf Christoph Euchen, melakukannya demi kesegaran jamannya.
Datangnya puisi bukan semacam turunnya wahyu tak boleh dimodifikasi. Dan saya belum pernah ketahui seorang penulis besar yang tiada sama sekali tidak merefisi karyanya. Kebanyakan yang tak mau merefisi (mungkin) merasa karyanya itu benar atau kebenaran turun dari langit, dan harus disampaikan utuh.
Ini biasanya terjadi pada pemula, menganggap semua kerjanya mulia lagi suci, walau pun itu bisa dibenarkan atas niat sucinya, juga bisa tidak kalau melihat lebih dalam lagi.
Apakah ayat-ayat kitab suci agama samawi di lauhul-mahfud berbahasakan Arab? Tidakkah bahasa kitab-kitab suci itu mengikuti tempat kenabiaannya seorang Nabi di bangsa mana serta bahasa apa.
Bukankah peralihan dari bahasa satu ke bahasa lain mengalami perubahan energi maksud, meskipun sedikit? Hanya karya-karya para Wali, yang menulis tanpa merefisi (Tuhan yang Maha Tahu).


Senyum-Mu
Yanti Nurhariyati

Lara rindu
membaur indahnya mentari
kala sinari wajahmu tersenyum malu
-menatapku.

Datang menyemput sendiri
ketika keceriaan menjadi bayanganku
dan ketika nestapa menjadi kerikil tajam.
Kau selalu ada,
tersenyum.

Saat bersamamu
lara rinduku hilang sekejap
membiar cinta mengalung
mengulum senyum.

***Ia cuman kirimkan sepucuk puisi tapi lumayan, hingga pucuk itu serupa bambu runcing menusuk jantungku, hehe


Irama Hati
Rizka Ervandini

Datang hidupku
menyambut wajah senyuman
awali hunian baru
dengan semangat cinta.
Ketika kau hadir di mataku
duka bahagia serta lara membaur
saat aku ada dan tiada
dan aku mati rasa
Sorot matamu tuntun aku
membalas cinta yang kau beri
maka hadirlah kau
sebening irama bahasa hati.

Langkahku masih bersama waktu
dan jelajahku masih panjang

***Sebuah kiasan sungguh indah: pindah rumah, jauh dari kekasih, dan disaat bertemu ia berkata; aku masih ingin lanjutkan cita-citaku, meski aku juga cinta.
Jadi saya teringat perkataan penulis Voltaire; manakala dicintai seorang perempuan cantik, segala masalah di dunia ini akan dapat diatasi, demikian konon sabda Zoroaster.
(penulis Prancis ini, berulang ganti nama hingga mungkin lusinan sebagai wujud permanian topeng. Karyanya mencapai ribuan judul, meski terlihat fiksi namun sarat muatan filosofis dan sejarah pergolakan dunia.
Kata kebanyakan penyelidik, ia salah satu pelopor terjadinya revolusi Prancis. Dalam karyanya, ia sering cantumkan “ini konon sabda Zoroaster, &ll” sebagai wujud sindiran pada penulis seangkatannya, yang ambil pandangan orang lain demi gagah-gagahan).


Sajak Kerinduan
Rahma

Aku. Rindu berpulang,
ketika masa lalu kukenang,
ditempat dimana aku berpacu
memadu dengan sang bayu.

Ricikan air menggaung
selusupi relung hatiku
seakan telanjangi hasratku kembali
awali masa lampau

Ada serpihan rindu dilembar biru
teralbumkan;
cerita hari bersamamu.
Ah…
Ada rasa menderu
mencabik serta mengoyak kalbu
hingga kakiku tak mampu berlalu.

Ku sadari sudah
aku ingin kembali
merajut kasih yang telah mati.

***Saya tidak menyangka, ternyata di Lamongan, sangat banyak orang-orang berbakat dan benar sungguh menghargai bakat. Semoga saja, mereka semua menjadi panutan bangsa demi hari esoknya. Tidakkah seperti aforisma; kata-kata lebih tajam dari pedang. Kata-kata pula yang sanggup menghindarkan dari peperangan dunia, kalau tidak percaya berarti tidak pernah baca sejarah.


Berserahku
Kismiatun

Dulu kuteringat
namun aku tak ingin semua mengikat;
beringin bebas tanpa takut menjerat.

Kini aku terasing
menyambut sepi menyingsing
bersama beku dan hampa merasuk
bagai malaikat menggiring penat-dingin
Tuhan…
aku hanya mampu berserah
dan aku berpasrah,
seluruh cinta kasihku
biar berlalu bersama kehendakmu.

***Membaca sajak di atas, saya ikut merinding, terlayanglah fikiran saya kepada sosok sufi wanita (kepenyairannya tak disengaja); Rabi’ah al-Adawiyah. Ia tidak kawin, (jangan ikuti dia soal itu), namun contohlah keimanannya yang sungguh menggelora, menggetarkan dunia.


Musafir
Kismiatun

Bergulirlah sang waktu,
dan engkau berjalan demi fikir.

Bulat tekatmu mengukir,
melawan maut yang bergilir
mencari cinta terakhir.

Tegar engkau musafir,
sedang badai hidup entah berakhir.

***Terus terang saya merasakan getaran lagi, jangan-jangan ia ahli dzikir dan fikir, sehingga jiwaku hawatir, membaca sajak itu mengingatkan pelabuhan akhir.


Resah Risalah
Kismiatun

Ketika sukma mulai lelah
ingin berdiri…ragaku pasrah,
seperti jasad ini mulai menyerah
seperti sesayap patah
meninggalkan aku seperti tiada gundah
entah…, hatiku telah goyah

Dan ketika alam lirih dalam gemuruh
ingin hati turut meluruh
seiring luruhnya dedaunan pun jatuh
senada angin bergoyang menghempas tubuh
menyambut segala rasa, bangkit dari rengkuh
entah…asa terhanyut… jauh pergi.
Kini hasrat ingin berlari mencari
ingin kuraih bersama seluruh hati
sebisa aku berlari…meski tertatih
sebisa aku mencari…meski tak kutemui nanti
menjadi jatian diri, Illahi
enggan…resah risalah hati kembali.

***Ya Allah ia sungguh memiliki kwalitas itu, menancapkan daya itu sampai ia sadari dayadinayanya, sehingga suatu saat nanti, kata-katanya setajam ribuan belati, menghunus fikiran dengki, dan nafsu terselubung nurani. Semoga ia mampu menyetiai amanah bakat yang diberi Sang Asih, dan aku turut mendoa, meski tak tahu kau siapa.


Sendiri
Kismiatun

Beku di embun ini pagi,
lekat tak mau pergi penatnya arti,
gemuruh suara air mengisi hampa ini;
hembusan sang kabut menepis rintih.

Bayang manis mengisi alam sunyi,
sekat wajahnya tak jera menggiring langkah diri.
Dan kembali…
bayangan jemari bius alam sunyi.
Sendiri…di peraduan ini
15 Maret 2004 tersudut,
terbawanya deru ini pagi,
terkikis jatuh daunan di sini;
Menyunggi mentari hati
yang tak kunjung terbit ini pagi.

13 Maret 2005.


Tragedi
Kismiatun

Bersama bening airmata darahku berlinang
dan sadarku terbang menerawang.

Pun, jeritku…
melihat benang kusut merenda setiap sekat
mendera dan membalut serpihan luka duka
yang kian mencerca insannya.

Saksi sejati lunturnya keangkuhan hambamu,
rapuh rengkuh jiwa dalam peringatan-Mu,
terkapar tiadaku berdaya;
merontah belas ampun-Mu

06 Sep 2004.

***Meski saya tak merasa merinding lagi, namun lumayan kuat. Tidakkah kadang merinding itu macam pertemuan awal, dan awal kesaksian ialah paling suci, semacam rindu tak menuntut balas.


Rasa 1
ID. Asmara

Rasa yang tak pernah kurasa sebelumnya
Rasa yang tak dirasa oleh yang dirasa
Sebuah rasa dari perasaan jiwa perasa

Tak ada yang merasakan rasaku
Hanya tuhan yang maha perasa
Yang merasakan rasaku

Oh… inilah rasa!
Rasa yang biasa dirasakan oleh setiap perasa
Hanya orang perasa
Yang bisa merasakan rasa yang terasa

Salam buat orang-orang perasa
Rasakanlah apa yang kau rasa
Rasa dari perasaan perasa
Semoga rasa itu tetap terasa
Sampai kita mati rasa.

Babat 9 Des 2004

***Permainan kata-kata pada sajak di atas, cukup mendekati keberhasilan. Hanya saja permainan kata atau mengindahkan kata, bukan hal wajib dalam puisi. Saya sadar ia cepat ambil kesimpulan, kurang suntuk tapi semoga ia tak kecewa meski hanya satu puisinya masuk di ini. Sebab dari namamu, menjanjikan kau kelak berhasil. Anggaplah ini cambukan untuk masa depanmu nanti, saya harap kau sungguh-sungguh. Kau memiliki energi besar, maka jangan disia-siakan itu.


Dusun Tercinta
Siti Musthiatin Nuriyah

Di atas rerumputan dusun kami tercinta;
hamparan sawah ladang, samudra hijau mewarna.

Cakrawala keindahan,
sangat mengalir dalam jiwa,
dedaun pun bergelombang, lalu kesunyian berdentang.

Akhirnya, dalam zaman ku tak paham
air bah membanjir, dusun kami tenggelam
kami di usir tanpa bertanya, mungkin nasib kami
adalah milik mereka,
sehingga sudah ditentukan harga jualnya.
Dan kami mengungsi sambil bertahan
minum air hujan, juga menanak bebatuan.
Sungguh malang nasib nian,
tapi kami selalu bersabar
menanti orang, suguhkan keikhlasan.

***Potret realitas alam yang sungguh baik. Memang bisikan alam tak bisa ditebak, namun lewat jalan penerimaan, kita lebih banyak pelajaran. Orang-orang biasanya tergiring atas kenyataan mencengangkan.


Orang Susah
Siti Musthiatin Nuriyah

Aku datang dari dusun
dan datang ke kota
agar bisa makan dan sekolah
tapi itupun susah bila ada di kota.
Memang aku ini orang tak punya;
tak punya rumah dan harta benda,
setiap hari aku mengamen bersama-sama.

(Apa ini bisa berubah?
Aku ingin seperti dia
aku ingin segalanya).

(Mulai kebutuhan pokok sampai mewah,
di sini terdapat bemo sampai mobil mewah,
bakso sampai pizza).

Di sini semua serba ada,
mungkin kutakbisa memilikinya
walau bekerja sampai lelah
tapi kutetap berusaha tidak putus asa.
Kusimpan uang yang tersisa
untuk biaya sekolah,
walaupun lama waktunya.

***Pemotretan realitas dalam bentuk sajak lewat kata-kata sederhana memang sulit, dan ini sebuah awal yang bagus. Pesan saya, banyaklah membaca, sebab kekuatan perubahan sosial ada dalam bingkai realita. Perteguhlah tancapkan keyakinan, meski banyak orang mencibir, sebab nilai keberhasilan bukan di hari sekarang, tapi esok harapan gemilang.


Bulan
Nuriatin

Bulan, bulan, si pembawa mimpi.
Walau engkau jauh di langit tak bertepi,
namun asal engkau tetap bersinar,
ku kan tetap memandangmu,
karena engkau sangat indah sekali.

***Penggabungan realitas dengan imaji itu harus dengan latihan sunggu-sungguh kalau ingin mencapai muatan nilai lebih. Bersungguhlah membaca karya orang lain, agar tahu keseriusan diri sendiri.


Cinta Di Sebran Sungai
Kasmining

Ku nanti hadirmu
dalam pelukan jiwa sunyi,
menyiksa kerinduan terdalam
terkikis oleh deburan ombak;

Arus membawa hasrat
luruh di muara kemesraan,
jemari angin memanggil
dengan hembusan bahasa cinta.
Lewat perjalanan jauh
kurindu belaian kasih.
Kini terhempas badai ke tepi sungai
tinggalkan bercak-cercak kenangan;
Sebuah keabadian cinta
terpahat di sarang kekasih
-yang hidupkan sukma,
sejak gelombang lenyap, disapu ketenangan.

Awal ramadhan 2004.


Pedagang Asongan;
Kasmining

Kau berjalan tanpa alas kaki
mencari apa semua orang cari,
biar keringat mengguyur tubuh
tak mampu leburkan hasratmu.

Lalulalang orang kau hampiri
dengan bekal sepatah kata,
lalu kau suguhkan
sesuatu bermakna bagi mereka.

Kau datang berwajah gundahgulana
saat tiada orang menolehmu,
namun keteguhan nurani
membawamu ke taman pagi.

25 Mei 2005

***Bersungguh-sunggulah, sebab orang cerdas sanggup dilampaui dengan yang tekun. Disegenap bidang, ketekunan membawa untung. Bacalah karya-kaya teman, dengan itu akan mengerti di mana kekuatan diri dan kekurangannya.


Semarak Valentine
Kasmining

14 Februari tepat!!!
Laksana hujan kasih sayang
lalu lalang dua sejoli bergandengan
mengumbar hasrat lama terpendam.

Wajah-wajah remaja,
nampak berbinar-binar
-menghiasi gemerlapnya malam;
tutur bahasa cinta, mengisi kesunyian.

Setangkai mawar merah
dipersembahkan untuk sang kekasih
sebagai tanda kesetiaan
dalam gelora kemesraan.

2005

***Perlambangmu sudah lumayan, namun sekali lagi; kerja keras memadukan makna dengan kejadian, kalau mencapainya tentu lebih mendapat tempat di hati pembaca.


Apa
Miskiatun

Apa salahku
apa dosaku
atas perbuatanku,
kulakukan padamu.

Itu semua karena diriku
-tak mampu menghampirimu,
tetesan airmataku sampai tanah airku.
Darah mengalir
mayat terkilir
sakit dadaku, hilang nafasku.

Jauhkan aku dari siksamu.
terangilah jiwaku, bersihkan hatiku
sampai darah tulangku.

31 Des 2004


Tibalah Cinta
Miskiatun

Kini saatnya cinta mulai datang
satu hati jiwa berdatangan
tak henti dalam bualan
bualan cinta yang begitu mendalam.

Jurangku dalam hidupnya
pelukku dalam cintanya,
cempaka bunga rahasia
menutupi aura tubuhnya.

Senja surya menanti,
nantikan kasih jauh dihati
tersiksa dalam jurangnya,
terombang ambingku karenanya.

***Yang memiliki energi penulisan lebih, namun ketika kontrol lemah, maka pemaknaannya bisa membuyar, bersungguhlah, sebab keberhasilan itu kenikmatan bathin tiada tara.


Pertama Kali
Kresna P

Pertama kali merasakan detak jantung yang berpaju
dengan begitu cepat,
membuat kaget sekaligus merinding
bahkan nyaris tak percaya.

Jantung inikah yang berdetak,
sedemikian kencangnya?
Seakan merasa letaknya berpindah;
keegoisan, keangkuhan, kesombongan
beserta ke ke ke
yang lain lenyap sudah,
semua hilang musnah,
pergi bersama kelegaan, dan sensasi hebat
-yang baru pertama terasa.

***Yang memiliki karakter, belum cukup kalau belum sampai menggedor jiwa, maka olahlah rasa pun, menentukan keberhasilannya.


Gelung Sutra
Kresna P

Gelung sutra;
senang, duka dan lara
melebur mencair menjadi satu,
-kekompakan dan pengertian-

Gelung sutra;
lamunan, fikir dan hayalan.
Dapatkah berhenti di sini?
rasa sayang, kasih dan dengki?
Entah ada entah tiada
sang sutra yang terdiam dalam kebisuan
melihat dunia serasa memuakkan.
Gelung sutra, cintaku tak berbalas.
Haruskah kuhancurkan diri?
Namun keindahan untuknya, gelung sutra

Akan kunyalakan cahaya surga
akan kupaksakan melihat,
indah arti kata kresna.

***Perlu dicamkan; kata-kata bukan benda, kalau ingin memasuki hati seorang wanita. Yang bicara dengan fikir diterima nalar, yang merangkai kembang kalbu, akan diterima lewat hati. Dan siapa cemburu bakal menuwai hantu, hehe

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest