Sebagian isi JSTJ edisi I, berlabel Belantara Sastra
(Komentar pada puisi-puisi di bawah ini ditulis oleh Nurel Javissyarqi***)
Diantara tetesan Hujan
Evi Anggarini
Malam ini, lagi
hujan turun rintik meriak;
suaranya ku dengar agak enggan
memang.
Malam ini, lagi
terlalu dingin untuk dibasahi;
Jiwaku terbang pada entah,
aku mengatuk sangat.
21 Okto 2005
Di Balik Tirai Kudengar
Evi Anggarini
tik…tik…
krosak…krosak…
dan bunyi itu membuatku jengah
apalagi membawa kabar tak sedap,
ketika kubaca sebuah pesan
dan seketika itu aku kecewa.
21 Okto 2005
Chihh
Evi Anggarini
Ingin marah
bosan…
sendiri sunyi
dingin sekali,
kemana harus kucari
riak telaga hati.
20 Okto 2005
***Ia miliki daya permenungan kuat, hanya saja belum mengetahui daya kekuatannya, sehingga kadang terkesan biasa dimata pembaca. Judul; Di Balik Tirai Kudengar, sebenarnya bisa dimasukkan dalam bentuk “balada singkat.”
Ketika Nanti
Anis
Matahari separuh waktu
hilang sinarnya,
bulan berbintang sekarat,
langitpun robek agaknya.
Ketika nanti;
Mata air mengkristal
dedaunan hitam mewarna,
dan laut mendidih, dahsyat !
Senyum tiada lagi
dirantai besi.
Ketika nanti,
segenap hewan-hewan melata
nafasnya terhenti,
dan burung gagak berseru kematian
pada bumi yang kosong perutnya.
Ketika nanti,
sangkala Isrofil meniupkan suara-Nya.
***Meski belum sekuat penggiringannya (dramatikanya). Membaca puisi diatas, saya diingatkan puisi penyair yang dapat Nobel Kesusastraan 1996, Wislawa Syimborska yang berjudul Teroris-teroris yang Ia Lihat.
Sebungkus Pecel Saja
Anis
Mengucur peluh petani
habiskan sekian banyak pupuk
untuk sekepal nasi.
Siapa yang membuat pupuk dan menyalurkan air?
Butuh api dan panci masak,
Api butuh kayu dan sulut,
Panci masak butuh tukang panci,
Siapa yang membuat korek api dan panci masak?
Sebungkus pecel saja,
mengucurkan peluh petani cabe dan kacang,
butuh pupuk dan air juga,
butuh daun pisang atau kertas minyak,
butuh koran bekas.
Mengucur peluh penjual koran
dan penjual kertas minyak atau daun pisang.
Sebungkus pecel saja
Karet gelang tak mau ketinggalan
Dan….
hanya lima menit
aku melahap-nya.
***Membaca sajak di atas, saya teringat puisi-puisi sederhana yang menyimpan daya gugah kesadaran, semisal karya-karyanya Gus Mus.
Sekedar Berkabar Penat
Anis
Angin memainkan biola
diantara rerumputan
dan aku menyusup diantaranya.
(Sekedar berkabar penat)
yang tak terluap oleh waktu sesaat.
Aku berlalu
Kemudian entah….
Sebuah Sketsa; Dunia Cinta
Arric Novita
Biarkan ia tumbuh.
Setumbuh bunga yang sedang berkembang
dengan benihnya yang suci.
Biarkan kesucian itu sejati
sebab dengan sejatinya ia hidup.
Mati dan hilang
lalu kembali, hingga entah…
***Ia memiliki daya duga, saya sarankan terus membaca buku-buku, agar kelak bisa menujum seperti para pujangga di tanah Dwipa ini. Di puisi itu ia cukup memiliki daya kendali, jujur dan penuh muatan nalar.
jiKA Dia dAtaNG
D_Iefa
Jika ia datang, bulan pun mengembang
lengking seruling memanjat suara bintang
temani pejalan malam
tiada tempat singgahan.
Di dasar lembah mengembarai orang-orang malang
yang masih percaya tibanya keajaiban.
Segala telah jadi biasa di dunia
seperti isak perempuan pada kematian suaminya
hanya sebentar, esok lusa bakal kembali tertawa.
Kendati rembulan tenggelam pelan dipelukan awan
dan gerimis turun renyah sepanjang jalan,
tiada tempat untuk kau rehat,
hidup telah kita sumpahkan untuk kesiaan.
Maka teruskan langkahmu.
***Ia seperti Evi Anggarini, miliki daya renung, kekuatannya ada nuansa natural (mengalir) pada penciptaannya, sehingga pembaca bisa menikmati begitu gampang, meski ada beberapa perlu pahatan (pahatan saya maksud, pembuangan awalan dan akhiran yang kurang penting). Saya sarankan, agar karya setelah ditulis, diendapkan lebih dulu beberapa tempo hari atau bulan pun tahun, sehingga jika membaca di kemudihan hari, menemukan bentuk keseimbangan. Tapi puisi diatas sudah bagus.
pEreMPUan
D_Iefa
Adalah rindu dimana laut menemui pantai.
Dirahim siapa gerbang rahim terbuka,
dimana jiwa adalah kelembutan lumut hitam
dan kata-kata adalah sejuk rimbunan dedaun.
Pada tangan dan kabut perut siapa kaki langit terpaut,
waktu ku minta (langit), diberikannya tanpa awan,
adalah dendam dimana api mendapat lidah.
Di rahim siapa gerbang neraka membuka,
dimana harapan tak menemu lembaga,
kasih sayang hanya kesiaan.
Dan dimana kepedihan mengatasi duka,
tangan siapa mengendus-elus mesra.
Hati tak setia penuh biasa,
waktu kuminta padanya (langit),
disemburkannya ludah siksa.
***Kalau mengandalkan bakat, tak mungkin seusia dini mencapat derajat tertentu, bakat bukan hal satu-satunya mencapai kesuksesan, tapi ketekunan menyetiai penyelidikan diri berulang kali; perefisian dari bentuk sudah jadi (baku) bukan suatu tabu, pemenang Nobel Sastra 1908, Rudolf Christoph Euchen, melakukannya demi kesegaran jamannya.
Datangnya puisi bukan semacam turunnya wahyu tak boleh dimodifikasi. Dan saya belum pernah ketahui seorang penulis besar yang tiada sama sekali tidak merefisi karyanya. Kebanyakan yang tak mau merefisi (mungkin) merasa karyanya itu benar atau kebenaran turun dari langit, dan harus disampaikan utuh.
Ini biasanya terjadi pada pemula, menganggap semua kerjanya mulia lagi suci, walau pun itu bisa dibenarkan atas niat sucinya, juga bisa tidak kalau melihat lebih dalam lagi.
Apakah ayat-ayat kitab suci agama samawi di lauhul-mahfud berbahasakan Arab? Tidakkah bahasa kitab-kitab suci itu mengikuti tempat kenabiaannya seorang Nabi di bangsa mana serta bahasa apa.
Bukankah peralihan dari bahasa satu ke bahasa lain mengalami perubahan energi maksud, meskipun sedikit? Hanya karya-karya para Wali, yang menulis tanpa merefisi (Tuhan yang Maha Tahu).
Senyum-Mu
Yanti Nurhariyati
Lara rindu
membaur indahnya mentari
kala sinari wajahmu tersenyum malu
-menatapku.
Datang menyemput sendiri
ketika keceriaan menjadi bayanganku
dan ketika nestapa menjadi kerikil tajam.
Kau selalu ada,
tersenyum.
Saat bersamamu
lara rinduku hilang sekejap
membiar cinta mengalung
mengulum senyum.
***Ia cuman kirimkan sepucuk puisi tapi lumayan, hingga pucuk itu serupa bambu runcing menusuk jantungku, hehe
Irama Hati
Rizka Ervandini
Datang hidupku
menyambut wajah senyuman
awali hunian baru
dengan semangat cinta.
Ketika kau hadir di mataku
duka bahagia serta lara membaur
saat aku ada dan tiada
dan aku mati rasa
Sorot matamu tuntun aku
membalas cinta yang kau beri
maka hadirlah kau
sebening irama bahasa hati.
Langkahku masih bersama waktu
dan jelajahku masih panjang
***Sebuah kiasan sungguh indah: pindah rumah, jauh dari kekasih, dan disaat bertemu ia berkata; aku masih ingin lanjutkan cita-citaku, meski aku juga cinta.
Jadi saya teringat perkataan penulis Voltaire; manakala dicintai seorang perempuan cantik, segala masalah di dunia ini akan dapat diatasi, demikian konon sabda Zoroaster.
(penulis Prancis ini, berulang ganti nama hingga mungkin lusinan sebagai wujud permanian topeng. Karyanya mencapai ribuan judul, meski terlihat fiksi namun sarat muatan filosofis dan sejarah pergolakan dunia.
Kata kebanyakan penyelidik, ia salah satu pelopor terjadinya revolusi Prancis. Dalam karyanya, ia sering cantumkan “ini konon sabda Zoroaster, &ll” sebagai wujud sindiran pada penulis seangkatannya, yang ambil pandangan orang lain demi gagah-gagahan).
Sajak Kerinduan
Rahma
Aku. Rindu berpulang,
ketika masa lalu kukenang,
ditempat dimana aku berpacu
memadu dengan sang bayu.
Ricikan air menggaung
selusupi relung hatiku
seakan telanjangi hasratku kembali
awali masa lampau
Ada serpihan rindu dilembar biru
teralbumkan;
cerita hari bersamamu.
Ah…
Ada rasa menderu
mencabik serta mengoyak kalbu
hingga kakiku tak mampu berlalu.
Ku sadari sudah
aku ingin kembali
merajut kasih yang telah mati.
***Saya tidak menyangka, ternyata di Lamongan, sangat banyak orang-orang berbakat dan benar sungguh menghargai bakat. Semoga saja, mereka semua menjadi panutan bangsa demi hari esoknya. Tidakkah seperti aforisma; kata-kata lebih tajam dari pedang. Kata-kata pula yang sanggup menghindarkan dari peperangan dunia, kalau tidak percaya berarti tidak pernah baca sejarah.
Berserahku
Kismiatun
Dulu kuteringat
namun aku tak ingin semua mengikat;
beringin bebas tanpa takut menjerat.
Kini aku terasing
menyambut sepi menyingsing
bersama beku dan hampa merasuk
bagai malaikat menggiring penat-dingin
Tuhan…
aku hanya mampu berserah
dan aku berpasrah,
seluruh cinta kasihku
biar berlalu bersama kehendakmu.
***Membaca sajak di atas, saya ikut merinding, terlayanglah fikiran saya kepada sosok sufi wanita (kepenyairannya tak disengaja); Rabi’ah al-Adawiyah. Ia tidak kawin, (jangan ikuti dia soal itu), namun contohlah keimanannya yang sungguh menggelora, menggetarkan dunia.
Musafir
Kismiatun
Bergulirlah sang waktu,
dan engkau berjalan demi fikir.
Bulat tekatmu mengukir,
melawan maut yang bergilir
mencari cinta terakhir.
Tegar engkau musafir,
sedang badai hidup entah berakhir.
***Terus terang saya merasakan getaran lagi, jangan-jangan ia ahli dzikir dan fikir, sehingga jiwaku hawatir, membaca sajak itu mengingatkan pelabuhan akhir.
Resah Risalah
Kismiatun
Ketika sukma mulai lelah
ingin berdiri…ragaku pasrah,
seperti jasad ini mulai menyerah
seperti sesayap patah
meninggalkan aku seperti tiada gundah
entah…, hatiku telah goyah
Dan ketika alam lirih dalam gemuruh
ingin hati turut meluruh
seiring luruhnya dedaunan pun jatuh
senada angin bergoyang menghempas tubuh
menyambut segala rasa, bangkit dari rengkuh
entah…asa terhanyut… jauh pergi.
Kini hasrat ingin berlari mencari
ingin kuraih bersama seluruh hati
sebisa aku berlari…meski tertatih
sebisa aku mencari…meski tak kutemui nanti
menjadi jatian diri, Illahi
enggan…resah risalah hati kembali.
***Ya Allah ia sungguh memiliki kwalitas itu, menancapkan daya itu sampai ia sadari dayadinayanya, sehingga suatu saat nanti, kata-katanya setajam ribuan belati, menghunus fikiran dengki, dan nafsu terselubung nurani. Semoga ia mampu menyetiai amanah bakat yang diberi Sang Asih, dan aku turut mendoa, meski tak tahu kau siapa.
Sendiri
Kismiatun
Beku di embun ini pagi,
lekat tak mau pergi penatnya arti,
gemuruh suara air mengisi hampa ini;
hembusan sang kabut menepis rintih.
Bayang manis mengisi alam sunyi,
sekat wajahnya tak jera menggiring langkah diri.
Dan kembali…
bayangan jemari bius alam sunyi.
Sendiri…di peraduan ini
15 Maret 2004 tersudut,
terbawanya deru ini pagi,
terkikis jatuh daunan di sini;
Menyunggi mentari hati
yang tak kunjung terbit ini pagi.
13 Maret 2005.
Tragedi
Kismiatun
Bersama bening airmata darahku berlinang
dan sadarku terbang menerawang.
Pun, jeritku…
melihat benang kusut merenda setiap sekat
mendera dan membalut serpihan luka duka
yang kian mencerca insannya.
Saksi sejati lunturnya keangkuhan hambamu,
rapuh rengkuh jiwa dalam peringatan-Mu,
terkapar tiadaku berdaya;
merontah belas ampun-Mu
06 Sep 2004.
***Meski saya tak merasa merinding lagi, namun lumayan kuat. Tidakkah kadang merinding itu macam pertemuan awal, dan awal kesaksian ialah paling suci, semacam rindu tak menuntut balas.
Rasa 1
ID. Asmara
Rasa yang tak pernah kurasa sebelumnya
Rasa yang tak dirasa oleh yang dirasa
Sebuah rasa dari perasaan jiwa perasa
Tak ada yang merasakan rasaku
Hanya tuhan yang maha perasa
Yang merasakan rasaku
Oh… inilah rasa!
Rasa yang biasa dirasakan oleh setiap perasa
Hanya orang perasa
Yang bisa merasakan rasa yang terasa
Salam buat orang-orang perasa
Rasakanlah apa yang kau rasa
Rasa dari perasaan perasa
Semoga rasa itu tetap terasa
Sampai kita mati rasa.
Babat 9 Des 2004
***Permainan kata-kata pada sajak di atas, cukup mendekati keberhasilan. Hanya saja permainan kata atau mengindahkan kata, bukan hal wajib dalam puisi. Saya sadar ia cepat ambil kesimpulan, kurang suntuk tapi semoga ia tak kecewa meski hanya satu puisinya masuk di ini. Sebab dari namamu, menjanjikan kau kelak berhasil. Anggaplah ini cambukan untuk masa depanmu nanti, saya harap kau sungguh-sungguh. Kau memiliki energi besar, maka jangan disia-siakan itu.
Dusun Tercinta
Siti Musthiatin Nuriyah
Di atas rerumputan dusun kami tercinta;
hamparan sawah ladang, samudra hijau mewarna.
Cakrawala keindahan,
sangat mengalir dalam jiwa,
dedaun pun bergelombang, lalu kesunyian berdentang.
Akhirnya, dalam zaman ku tak paham
air bah membanjir, dusun kami tenggelam
kami di usir tanpa bertanya, mungkin nasib kami
adalah milik mereka,
sehingga sudah ditentukan harga jualnya.
Dan kami mengungsi sambil bertahan
minum air hujan, juga menanak bebatuan.
Sungguh malang nasib nian,
tapi kami selalu bersabar
menanti orang, suguhkan keikhlasan.
***Potret realitas alam yang sungguh baik. Memang bisikan alam tak bisa ditebak, namun lewat jalan penerimaan, kita lebih banyak pelajaran. Orang-orang biasanya tergiring atas kenyataan mencengangkan.
Orang Susah
Siti Musthiatin Nuriyah
Aku datang dari dusun
dan datang ke kota
agar bisa makan dan sekolah
tapi itupun susah bila ada di kota.
Memang aku ini orang tak punya;
tak punya rumah dan harta benda,
setiap hari aku mengamen bersama-sama.
(Apa ini bisa berubah?
Aku ingin seperti dia
aku ingin segalanya).
(Mulai kebutuhan pokok sampai mewah,
di sini terdapat bemo sampai mobil mewah,
bakso sampai pizza).
Di sini semua serba ada,
mungkin kutakbisa memilikinya
walau bekerja sampai lelah
tapi kutetap berusaha tidak putus asa.
Kusimpan uang yang tersisa
untuk biaya sekolah,
walaupun lama waktunya.
***Pemotretan realitas dalam bentuk sajak lewat kata-kata sederhana memang sulit, dan ini sebuah awal yang bagus. Pesan saya, banyaklah membaca, sebab kekuatan perubahan sosial ada dalam bingkai realita. Perteguhlah tancapkan keyakinan, meski banyak orang mencibir, sebab nilai keberhasilan bukan di hari sekarang, tapi esok harapan gemilang.
Bulan
Nuriatin
Bulan, bulan, si pembawa mimpi.
Walau engkau jauh di langit tak bertepi,
namun asal engkau tetap bersinar,
ku kan tetap memandangmu,
karena engkau sangat indah sekali.
***Penggabungan realitas dengan imaji itu harus dengan latihan sunggu-sungguh kalau ingin mencapai muatan nilai lebih. Bersungguhlah membaca karya orang lain, agar tahu keseriusan diri sendiri.
Cinta Di Sebran Sungai
Kasmining
Ku nanti hadirmu
dalam pelukan jiwa sunyi,
menyiksa kerinduan terdalam
terkikis oleh deburan ombak;
Arus membawa hasrat
luruh di muara kemesraan,
jemari angin memanggil
dengan hembusan bahasa cinta.
Lewat perjalanan jauh
kurindu belaian kasih.
Kini terhempas badai ke tepi sungai
tinggalkan bercak-cercak kenangan;
Sebuah keabadian cinta
terpahat di sarang kekasih
-yang hidupkan sukma,
sejak gelombang lenyap, disapu ketenangan.
Awal ramadhan 2004.
Pedagang Asongan;
Kasmining
Kau berjalan tanpa alas kaki
mencari apa semua orang cari,
biar keringat mengguyur tubuh
tak mampu leburkan hasratmu.
Lalulalang orang kau hampiri
dengan bekal sepatah kata,
lalu kau suguhkan
sesuatu bermakna bagi mereka.
Kau datang berwajah gundahgulana
saat tiada orang menolehmu,
namun keteguhan nurani
membawamu ke taman pagi.
25 Mei 2005
***Bersungguh-sunggulah, sebab orang cerdas sanggup dilampaui dengan yang tekun. Disegenap bidang, ketekunan membawa untung. Bacalah karya-kaya teman, dengan itu akan mengerti di mana kekuatan diri dan kekurangannya.
Semarak Valentine
Kasmining
14 Februari tepat!!!
Laksana hujan kasih sayang
lalu lalang dua sejoli bergandengan
mengumbar hasrat lama terpendam.
Wajah-wajah remaja,
nampak berbinar-binar
-menghiasi gemerlapnya malam;
tutur bahasa cinta, mengisi kesunyian.
Setangkai mawar merah
dipersembahkan untuk sang kekasih
sebagai tanda kesetiaan
dalam gelora kemesraan.
2005
***Perlambangmu sudah lumayan, namun sekali lagi; kerja keras memadukan makna dengan kejadian, kalau mencapainya tentu lebih mendapat tempat di hati pembaca.
Apa
Miskiatun
Apa salahku
apa dosaku
atas perbuatanku,
kulakukan padamu.
Itu semua karena diriku
-tak mampu menghampirimu,
tetesan airmataku sampai tanah airku.
Darah mengalir
mayat terkilir
sakit dadaku, hilang nafasku.
Jauhkan aku dari siksamu.
terangilah jiwaku, bersihkan hatiku
sampai darah tulangku.
31 Des 2004
Tibalah Cinta
Miskiatun
Kini saatnya cinta mulai datang
satu hati jiwa berdatangan
tak henti dalam bualan
bualan cinta yang begitu mendalam.
Jurangku dalam hidupnya
pelukku dalam cintanya,
cempaka bunga rahasia
menutupi aura tubuhnya.
Senja surya menanti,
nantikan kasih jauh dihati
tersiksa dalam jurangnya,
terombang ambingku karenanya.
***Yang memiliki energi penulisan lebih, namun ketika kontrol lemah, maka pemaknaannya bisa membuyar, bersungguhlah, sebab keberhasilan itu kenikmatan bathin tiada tara.
Pertama Kali
Kresna P
Pertama kali merasakan detak jantung yang berpaju
dengan begitu cepat,
membuat kaget sekaligus merinding
bahkan nyaris tak percaya.
Jantung inikah yang berdetak,
sedemikian kencangnya?
Seakan merasa letaknya berpindah;
keegoisan, keangkuhan, kesombongan
beserta ke ke ke
yang lain lenyap sudah,
semua hilang musnah,
pergi bersama kelegaan, dan sensasi hebat
-yang baru pertama terasa.
***Yang memiliki karakter, belum cukup kalau belum sampai menggedor jiwa, maka olahlah rasa pun, menentukan keberhasilannya.
Gelung Sutra
Kresna P
Gelung sutra;
senang, duka dan lara
melebur mencair menjadi satu,
-kekompakan dan pengertian-
Gelung sutra;
lamunan, fikir dan hayalan.
Dapatkah berhenti di sini?
rasa sayang, kasih dan dengki?
Entah ada entah tiada
sang sutra yang terdiam dalam kebisuan
melihat dunia serasa memuakkan.
Gelung sutra, cintaku tak berbalas.
Haruskah kuhancurkan diri?
Namun keindahan untuknya, gelung sutra
Akan kunyalakan cahaya surga
akan kupaksakan melihat,
indah arti kata kresna.
***Perlu dicamkan; kata-kata bukan benda, kalau ingin memasuki hati seorang wanita. Yang bicara dengan fikir diterima nalar, yang merangkai kembang kalbu, akan diterima lewat hati. Dan siapa cemburu bakal menuwai hantu, hehe
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Ginandjar Wiludjeng
A. Junianto
A. Kurnia
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.S Laksana
A’yat Khalili
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Razak
Abdul Rosyid
Abdul Wahab
Abdurrahman Wahid
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adam Chiefni
Ade P. Nasution
Adhitia Armitriant
Adi Prasetyo
Adrizas
AF. Tuasikal
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Baso
Ahmad Faishal
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Naufel
Ahmad Rofiq
Ahmad S. Zahari
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ainul Fiah
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Alex R. Nainggolan
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Almania Rohmah
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aminah
Aminullah HA.Noor
Amir Sutaarga
Anam Rahus
Anata Siregar
Andari Karina Anom
Andina Dwifatma
Andong Buku #3
Andre Mediansyah
Andri Awan
Anett Tapai
Anggie Melianna
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Wahyudi
Anwar Nuris
Ardi Bramantyo
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arief Joko Wicaksono
Arief Junianto
Ariera
Arif Bagus Prasetyo
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Asmaul Fauziyah
Asti Musman
Atafras
Awalludin GD Mualif
Ayu Wulan Sari
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Camelia Mafaza
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Zaini Ahmad
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Daisuke Miyoshi
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Danusantoso
Dareen Tatour
Darju Prasetya
David Kuncara
Denny Mizhar
Denza Perdana
Desi Sommalia Gustina
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewi Indah Sari
Dewi Susme
Dian Sukarno
Didik Harianto
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur
Dipo Handoko
Diyah Errita Damayanti
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddy Wisnu Pribadi
Dody Kristianto
Dody Yan Masfa
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi SS MHum
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Wiyana
Dyah Ratna Meta Novia
Dyah Sulistyorini
Ecep Heryadi
Eddy Pranata PNP
Edeng Syamsul Ma’arif
Eep Saefulloh Fatah
EH Kartanegara
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Hendri Saiful
Eko Windarto
Elnisya Mahendra
Elva Lestary
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Sulwesi
Endo Suanda
Eppril Wulaningtyas R
Esai
Evan Ys
F. Moses
F. Rahardi
Fadlillah Malin Sutan
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fanny Chotimah
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Febby Fortinella Rusmoyo
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Gabriel Garcia Marquez
Galang Ari P.
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gandra Gupta
Ganug Nugroho Adi
Gerson Poyk
Ghassan Kanafani
Gita Nuari
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunoto Saparie
H.B. Jassin
Habibullah
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Hardi
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Aspahani
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
HE. Benyamine
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Herman RN
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Nugroho
Hikmat Gumelar
HL Renjis Magalah
Hudan Nur
Hujuala Rika Ayu
Huminca Sinaga
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ira Puspitaningsih
Irfan Budiman
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Zulkarnain
Ismail Marzuki
Iva Titin Shovia
Iwan Kurniawan
Jabbar Abdullah
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D. Rahman
Jamal T. Suryanata
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
JILFest 2008
Jody Setiawan
Johan Edy Raharjo
Johannes Sugianto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Juan Kromen
Julika Hasanah
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Ka’bati
Karanggeneng
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Keith Foulcher
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khansa Arifah Adila
Khoirul Inayah
Khoirul Rosyadi
Khudori Husnan
Ki Ompong Sudarsono
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
L.N. Idayanie
Laili Rahmawati
Lamongan
Lan Fang
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lely Yuana
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Liestyo Ambarwati Khohar
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lucia Idayanie
Lukman A Sya
Lutfiah
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Ismail
M Thobroni
M. Afifuddin
M. Arwan Hamidi
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Luthfi Aziz
M. Nurdin
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.S. Nugroho
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahmud Syaltut Usfa
Mahmudi Arif Dahlan
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Martin Aleida
Maruli Tobing
Mas Ruscita
Mashuri
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni Muserang
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mia Arista
Mia El Zahra
Mikael Johani
Misbahus Surur
Misran
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
Much. Khoiri
Muh. Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun
Muhammadun AS
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mukti Sutarman Espe
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Munawir Aziz
Musfarayani
Musfi Efrizal
Nafisatul Husniah
Nandang Darana
Naskah Teater
Nelson Alwi
Ni Made Purnamasari
Nikmatus Sholikhah
Nina Herlina Lubis
Nina Susilo
Ning Elia
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel-novel berbahasa Jawa
Novelet
Nunuy Nurhayati
Nur Azizah
Nur Hamzah
Nur Kholiq
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Aini
Nurul Anam
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Okty Budiati
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso H.N.
Pagan Press
Pagelaran Musim Tandur
Palupi Panca Astuti
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Petrus Nandi
Politik
Politik Sastra
Pradana Boy ZTF
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pringadi AS
Prof Dr Fabiola D. Kurnia
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Puji Tyasari
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
Purnawan Kristanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang Group
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Ng. Ronggowarsito
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmat Kemat Hidayatullah
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rasanrasan Boengaketji
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Resensi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Ririe Rengganis
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rusmanadi
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saiful Amin Ghofur
Saiful Anam
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman S. Yoga
Samsudin Adlawi
Samsul Anam
Sanggar Lukis Alam
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang KSII
Santi Puji Rahayu
Sapardi Djoko Damono
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastra Jawa Timur
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
SelaSastra Boenga Ketjil #33
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputra
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soegiharto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sri Weni
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudirman
Sugi Lanus
Sukron Ma’mun
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaf Anton Wr
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syarif Wadja Bae
Sylvianita Widyawati
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie (1961-2019)
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tia Setiadi
Tirto Suwondo
Tita Tjindarbumi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tosa Poetra
Tri Nurdianingsih
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulul Azmiyati
Umar Fauzi
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Utari Tri Prestianti
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wan Anwar
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wina Bojonegoro
Wita Lestari
Wong Wing King
Wowok Hesti Prabowo
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanusa Nugroho
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopi Setia Umbara
Yudhi Herwibowo
Yudi Latif
Yusri Fajar
Yusuf Ariel Hakim
Yuval Noah Harari
Zacky Khairul Uman
Zainuddin Sugendal
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zed Abidien
Zehan Zareez
Zhaenal Fanani
Zubaidi Khan
Zuniest
Tidak ada komentar:
Posting Komentar