Sugi Lanus
Bali Post, 08 Sep 2013
Rabindranath dan Suniti mencatat beberapa hal yang ditemukan dalam perjalanan ke Bali ini. Rabindranath menyajikan catatan tersebut dalam bentuk surat-surat yang ditulisnya dalam perjalanan tersebut; sementara Suniti mencatat layaknya peneliti dan menyajikannya dalam bentuk paper. Dalam surat Tagore terungkap bagaimana para raja dan pendeta Bali yang ditemui menjadi lebih sadar akan jalinan budaya Bali dengan tanah India, dan mereka yang ditemui sangat antusias serta ingin memperbaharui hubungan budaya Bali dengan India.
Rabindranath mencatat bahwa kebudayaan Bali dilihatnya sebagai kelanjutan dan kelangsungan dari ‘zaman Purana’. “Cerita-cerita dan kemeriahan upacara yang disebutkan dalam Puranadi sini menemukan harmoni mereka masyarakat, ? sifat yang telah terwujud dalam berbagai produktitas seni dan ritual”. [Surat ditulis di Karang Asem tanggal 30 Agustus 1927]. Lebih lanjut ia membandingkan Ngaben dengan Sraddha:
“Pada festival (ngaben) yang kita saksikan padahari pertama kedatangan kami, pakaian, ornamen atau perlengkapan lainnya tidak memiliki kemiripan dengan kita, atau bahkan tidak mirip dengan semangat upacara pemakaman yang kita kenal sebagai Sraddha, tetapi, terlepas dari perbedaan dalam detail dari hal-hal India, bagaimana pun, ada kesamaan sikap. Para Brahmana dengan duduk berjejer tinggi-tinggi, membunyikan genta mereka dan bermantra sesuai dengan teks yang rumusannya telah ditentukan, setiap penyimpangan akanbisa membatalkan seluruh acara. Para Brahmana, ternyata, tidak mengenakan benang suci (sacred thread). Melalui penyelidikan kita belajar bahwa merekatahu nama Gayatri, tetapi telah kehilangan kata-kata yang tepat dari mantra tersebut, beberapa dari mereka bisa mengulangi hanya potongan-potongan itu… Sepertinya, pasti adawaktu ketika mereka telah diinisiasi secara utuh ke dalam Hinduisme, dengan para dewa dan dewi, dengan sopan santundan adat istiadat, ritual dan upacara, Puranadan sastra suci.Kemudian mereka kehilangan kontak dengan asal-muasalnya, dan ketika Hindu terhalang bentang laut-pelayaran, tenggelam dalam jarak, terhadang oleh perbatasannya sendiri, lupa sama sekali bahwa ia telah memperoleh wilayah besar di luar tembok-temboknya sendiri.”[Surat ditulis di Karang Asem tanggal 31 Agustus 1927]
Dari diskusi di Puri Gianyar, Rabindranath mengetahui bahwa para pandita di Bali melaksanakan ritual Tantra dan tidak mengetahui mantra Gayatri. Para pedanda atau purohita ingin belajar mantra Gayatri dan Suniti Kumar Chatterjee melaksanakan tugas mengajari para padanda tersebut. Rabindranath berjanji akan mengirim ahli Sanskrit secara khusus yang nantinya bisa memenuhi keinginan kalangan pendeta untuk ini. Janji ini nampaknya dipenuhi Tagore, pada tahun 1928, seorang ahli Sanskrit dan pakar Indologi terbaik, Prof Sylvain Levi, yang sebelumnya menjadi pengajar tamu di Santiniketan, datang ke Bali dan melakukan riset yang lebih mendalam terhadap Surya Sewana dan berbagai text Sansekerta yang ada di lontar-lontar Bali dan melakukan interview mendalam ke para padanda (pandita) di Bali.
Tentang diskusinya di Puri Gianyar, Tagore mencatat:
“Aku datang ke istana Raja Gianjar. Suniti menjadi perhatian pusat dari sebuah pertemuan yang antusias (yang diikuti) oleh para pandita sebelum makan siang. Setelah kami makantuan rumah kami meminta saya untuk membacakan beberapa ayat Sansekerta, dan saya mengulangi sesuai aturan berbagai jenisguru-lagu. Ketika Suniti menyebut nama salah satu dari mereka-Sárdûla-vikrîdita-Raja mengulangi nama itu untuk menunjukkan bahwaia mengenalnya. Mendengar bahwa nama Sansekerta diucapkan olehnya cukup mengejutkan saya. Raja kemudian melanjutkan menyebut nama guru-lagu lainnya, Sikharinî, Srakdhará, Malini, Vasanta-tilaka, dan menambahkan beberapa nama yang saya belum pernah dengar dalam karya bahasa Sansekerta… Dia mengatakan semua nama tersebut mengunakan bahasa mereka, namun ia tidak mengetahui Mandákrántá atau Anustubha. Demi menyaksikan jejak-jejak retak dari budaya Hindu membuat saya merasa seolah-olah beberapa kota besar lama telah hancur akibat gempa dan terkubur di bawah tanah, di mana generasi berikutnya telah membangun rumah-rumah sendiri dan membuat lantai di atasnya, sedangkan bekas peninggalannya masih tampak di tempatnya, dan keduaanya lalu dikombinasikan dalam membentuk pemukiman manusia baru”.[Surat ditulis di Gianyar tanggal 31 Agustus 1927].
Di Puri Gianyar Rabindranath juga berbincang-bincang dengan Dr. R. Goris tentang keberadaan Ramayana dan Mahabarata di Bali dan Jawa.
Dalam pandangan Rabindranath, Ngaben di Bali mungkin gabungan unsur tradisi upacara pemakaman China yang digabungkan dengan tradisi Hindu India, sebuah kompromi antar adua ritusberbeda (China dan India?):
“Anda mungkin telah belajar dari suratsaya ke orang lain bahwa kami pertama kali datang untuk melihat festival pemakaman besar. Itu sangat mirip dengan tradisi Cina yang melengkapi upacara pemakaman mereka dengan dekorasi berlimpah, musik dan demonstrasi lainnya. Hanya mantra-mantra yang terucap yang memiliki kemiripan dengan cara Hindu. Mereka telah mengambil tradisi kremasi dari Hindu, namun, tampaknya tidak sepenuh hati. Pemeluk Hindu berpikir tentang jiwa yang melampaui dan berbeda dari tubuh, dan seterusnya, setelah kematian, mereka ingin mencapai kebebasan dari segala keterikatan yang terakhir dengan mereduksinya menjadi abu. Di sini mereka sering menjaga mayat tanpa dikremasi selama bertahun-tahun. Ide dari menjaga mayat itu sama seperti apa yang mendasari kebiasaan penguburan. Mereka tampaknya telah berusaha untuk membuat kompromi antara dua ritus berbeda”. [Surat ditulis di Gianyar tanggal 31 Agustus 1927].
Dua surat yang ditulisnya di Munduk adalah surat-surat terakhirnya dari Bali. Ia kembali mengulas upacara Ngaben:
“Ini adalah hari terakhir kami di Bali. Saya telah mengungsi di dak-bungalow di bukit Mundak… Selama seluruh perjalanan kami, pulau itu dalam pergolakan upacara pemakaman besar (ngaben) … Sulit untuk mengambil semua aspek-aspek yang menyusun jalannya ngaben secara keseluruhan. Hal yang terutama menarik bagi saya adalah iringan para pendukung prosesi. Dari setiap penjuru perempatan dan dari jarak yang jauh para perempuan membawa sesaji penghormatan di atas kepala mereka, satu demi satu, dalam prosesi yang panjang. Ada sebuah miniatur festival, diiringi musik gamelan, di setiap tempat dari mana prosesi tersebut dimulai. Masyarakat pulau ini turut serta mengambil bagian mereka dalam upacara dengan cara mereka sendiri…” [Surat ditulis di Munduk, tanggal 8 September 1927]
Surat
Surat Tagore yang ditulisnya di Munduk, Buleleng,mengabarkan bahwa Sunitikumar diundang untuk membacakan dari Veda untuk upacara ngaben di Ubud.
“Upacara ini sedang dilakukan oleh Raja Ubud. Ketika ia mendengar bahwa Suniti adalah Brahmana, berpengalaman dalam shastra, ia mengirim pesan kepadanya, karena upacara pemakaman tersebut, lengkap dalam semua rinciannya, tidak akan pernah terulang di negeri ini, ia akan merasa spesial dan kehormatan jika Suniti mengenakan Brahmin pakaian, membakar dupa, dan menutup ritus dengan mantram-mantra dari Kathopanishad. Berabad-abad yang lalu ada sebuah hari ketika pertama kali upacara pemakaman dilakukan di Bali dengan iringan teks Weda. Sekarang, mungkin, sama bergema mantra khidmat di dalamnya untuk terakhir kalinya …”
Tagore juga mengungkap biaya ngaben di Ubud cukup tinggi:
“Mereka memberitahu saya bahwa biaya upacara mencapai Rs. 50.000 jika disetarakan dengan uang kita. Tampaknya bagi mereka ini jumlah besaruntuk dibelanjakan, meskipun itu tidak akan dihitung begitu berlebihan oleh umat Hindu yang kayadi negara kita… Perbedaan nyata, bagaimana pun, adalah bahwa di sini obyek utama adalah untuk membuat tampilan (display) sementara di India adalah untuk mendapatkan pahala. Di negara kita sebagian besar pengeluaran terdiri dari hadiah yang dibuat untuk menjamin kesejahteraan jiwa yang berangkat, -di sini adalah dalam dekorasi yang menjadi abu bersama tubuh”.
Renungan mendalam kita tentang tradisi dan agama Bali yang disebutkan oleh Tagore sebagai ‘agam’, penting disimak disini:
“Orang-orang Hindu Bali menyebutnyamereka adalah Agama, dan upacara pemakaman (ngaben) adalah salah satu festival yang paling penting. Pasalnya, mereka percaya, bahwa jiwadapat kembali dari wilayah kabut kembali kebumi, hanya jika ritual ini sepatutnya dilakukan, setelah mencapai pembebasan dalam tempat tinggal Siwa, setelah dimurnikan melalui kelahiran berturut-turut”.
Ketika Tagore berkunjung, kata Hindu atau istilah Hindu belum begitu dikenal oleh masyarakat kebanyakan. Masyarakat Bali umumnya menyebut keyakinan dan ritual yang dijalankannya adalah Agama Bali. Dan istilah Hindu di masa kunjungan Tagore belum menjadi ‘payung’ atau ‘istilah generik’ yang memayungi keyakinan dan religi Bali. Kata ‘agama’dalam bahasa Indonesia sekarang dengan kata ‘agama’ dalam bahasa Bali konteks tahun 1927 sangat berbeda maknanya. Agama dalam bahasa Indonesia sejajar maknanya dengan kata religion dalam bahasa Inggeris. Sedangkan dalam bahasa Bali konteks masa sebelum kemerdekaan dandan para penekun lontar-lontar, kata agama berarti kepercayaan yang bersumber atau berpedoman pada kitab-kitab yang masuk genre atau kodefikasi naskah Agama – diantaranya: Lontar Siwagama, lontar Budhagama, Sundarigama, serta berbagai lontar tutur dan tattwa, dstnya. Standarisasi keyakinan dan ajaran di Bali dalam wadah atau istilah Hindu terjadi setelah kemerdekaan, tepatnya di tahun 1950-an, dalam rangka perjuangan meraih pengakuan agar Agama yang dipeluk oleh masyarakat Bali diterima sebagai agama resmi yang diakui negara. Apa yang disaksikan Tagore dalam kunjungannya adalah masyarakat Bali yang menganut lontar-lontar jenis Agama yang belum distandarisasi dalam sebutan Hindu sebagaimana nantinya terjadi semenjak tahun 1950-an dan sekarang.
*) Sugi Lanus, Penulis adalah peneliti independen, alumni Jurusan Sastra Bali Universitas Udayana.
Dijumput dari: http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberitaminggu&kid=18&id=79609
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Ginandjar Wiludjeng
A. Junianto
A. Kurnia
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.S Laksana
A’yat Khalili
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Razak
Abdul Rosyid
Abdul Wahab
Abdurrahman Wahid
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adam Chiefni
Ade P. Nasution
Adhitia Armitriant
Adi Prasetyo
Adrizas
AF. Tuasikal
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Baso
Ahmad Faishal
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Naufel
Ahmad Rofiq
Ahmad S. Zahari
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ainul Fiah
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Alex R. Nainggolan
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Almania Rohmah
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aminah
Aminullah HA.Noor
Amir Sutaarga
Anam Rahus
Anata Siregar
Andari Karina Anom
Andina Dwifatma
Andong Buku #3
Andre Mediansyah
Andri Awan
Anett Tapai
Anggie Melianna
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Wahyudi
Anwar Nuris
Ardi Bramantyo
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arief Joko Wicaksono
Arief Junianto
Ariera
Arif Bagus Prasetyo
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Asmaul Fauziyah
Asti Musman
Atafras
Awalludin GD Mualif
Ayu Wulan Sari
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Camelia Mafaza
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Zaini Ahmad
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Daisuke Miyoshi
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Danusantoso
Dareen Tatour
Darju Prasetya
David Kuncara
Denny Mizhar
Denza Perdana
Desi Sommalia Gustina
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewi Indah Sari
Dewi Susme
Dian Sukarno
Didik Harianto
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur
Dipo Handoko
Diyah Errita Damayanti
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddy Wisnu Pribadi
Dody Kristianto
Dody Yan Masfa
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi SS MHum
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Wiyana
Dyah Ratna Meta Novia
Dyah Sulistyorini
Ecep Heryadi
Eddy Pranata PNP
Edeng Syamsul Ma’arif
Eep Saefulloh Fatah
EH Kartanegara
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Hendri Saiful
Eko Windarto
Elnisya Mahendra
Elva Lestary
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Sulwesi
Endo Suanda
Eppril Wulaningtyas R
Esai
Evan Ys
F. Moses
F. Rahardi
Fadlillah Malin Sutan
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fanny Chotimah
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Febby Fortinella Rusmoyo
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Gabriel Garcia Marquez
Galang Ari P.
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gandra Gupta
Ganug Nugroho Adi
Gerson Poyk
Ghassan Kanafani
Gita Nuari
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunoto Saparie
H.B. Jassin
Habibullah
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Hardi
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Aspahani
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
HE. Benyamine
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Herman RN
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Nugroho
Hikmat Gumelar
HL Renjis Magalah
Hudan Nur
Hujuala Rika Ayu
Huminca Sinaga
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ira Puspitaningsih
Irfan Budiman
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Zulkarnain
Ismail Marzuki
Iva Titin Shovia
Iwan Kurniawan
Jabbar Abdullah
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D. Rahman
Jamal T. Suryanata
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
JILFest 2008
Jody Setiawan
Johan Edy Raharjo
Johannes Sugianto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Juan Kromen
Julika Hasanah
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Ka’bati
Karanggeneng
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Keith Foulcher
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khansa Arifah Adila
Khoirul Inayah
Khoirul Rosyadi
Khudori Husnan
Ki Ompong Sudarsono
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
L.N. Idayanie
Laili Rahmawati
Lamongan
Lan Fang
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lely Yuana
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Liestyo Ambarwati Khohar
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lucia Idayanie
Lukman A Sya
Lutfiah
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Ismail
M Thobroni
M. Afifuddin
M. Arwan Hamidi
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Luthfi Aziz
M. Nurdin
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.S. Nugroho
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahmud Syaltut Usfa
Mahmudi Arif Dahlan
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Martin Aleida
Maruli Tobing
Mas Ruscita
Mashuri
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni Muserang
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mia Arista
Mia El Zahra
Mikael Johani
Misbahus Surur
Misran
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
Much. Khoiri
Muh. Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun
Muhammadun AS
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mukti Sutarman Espe
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Munawir Aziz
Musfarayani
Musfi Efrizal
Nafisatul Husniah
Nandang Darana
Naskah Teater
Nelson Alwi
Ni Made Purnamasari
Nikmatus Sholikhah
Nina Herlina Lubis
Nina Susilo
Ning Elia
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel-novel berbahasa Jawa
Novelet
Nunuy Nurhayati
Nur Azizah
Nur Hamzah
Nur Kholiq
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Aini
Nurul Anam
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Okty Budiati
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso H.N.
Pagan Press
Pagelaran Musim Tandur
Palupi Panca Astuti
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Petrus Nandi
Politik
Politik Sastra
Pradana Boy ZTF
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pringadi AS
Prof Dr Fabiola D. Kurnia
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Puji Tyasari
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
Purnawan Kristanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang Group
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Ng. Ronggowarsito
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmat Kemat Hidayatullah
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rasanrasan Boengaketji
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Resensi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Ririe Rengganis
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rusmanadi
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saiful Amin Ghofur
Saiful Anam
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman S. Yoga
Samsudin Adlawi
Samsul Anam
Sanggar Lukis Alam
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang KSII
Santi Puji Rahayu
Sapardi Djoko Damono
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastra Jawa Timur
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
SelaSastra Boenga Ketjil #33
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputra
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soegiharto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sri Weni
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudirman
Sugi Lanus
Sukron Ma’mun
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaf Anton Wr
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syarif Wadja Bae
Sylvianita Widyawati
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie (1961-2019)
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tia Setiadi
Tirto Suwondo
Tita Tjindarbumi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tosa Poetra
Tri Nurdianingsih
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulul Azmiyati
Umar Fauzi
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Utari Tri Prestianti
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wan Anwar
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wina Bojonegoro
Wita Lestari
Wong Wing King
Wowok Hesti Prabowo
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanusa Nugroho
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopi Setia Umbara
Yudhi Herwibowo
Yudi Latif
Yusri Fajar
Yusuf Ariel Hakim
Yuval Noah Harari
Zacky Khairul Uman
Zainuddin Sugendal
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zed Abidien
Zehan Zareez
Zhaenal Fanani
Zubaidi Khan
Zuniest
Tidak ada komentar:
Posting Komentar