Tampilkan postingan dengan label Gita Nuari. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Gita Nuari. Tampilkan semua postingan

Jumat, 26 Desember 2008

Mayat yang Hidup Kembali

Gita Nuari
http://www.suarakarya-online.com/

Aku masuk ke dalam tubuh orang yang sudah mati. Orang-orang yang sedang berkerumun mengajikan sesosok jenazah tak melihat aku masuk ke dalam tubuh yang sudah terbaring kaku itu. Kemudian aku bangkit. Orang-orang yang sedang mengaji itu sontak berdiri lalu berlarian keluar rumah.

"Bang Rojak hidup lagi! Bang Rojak hidup lagiii!" Teriak beberapa orang yang panik berlarian keluar dari rumah Bang Rojak yang baru saja meninggal. Seorang ustadz yang ada di dalam rumah itu mengurungkan niatnya untuk ikut lari keluar. Ustadz Romli justru balik badan dan menghampiri mayat Bang Rojak yang kubuat duduk bersila.

"Assalamualaikum," sapa ustadz Romli memberanikan diri.
"Walaikumsalam," sahutku dari dalam mayat itu.

Lalu kami bertatapan. Tampak ustadz Romli ada sedikit rasa takut juga saat mataku tak berkedip menatap dirinya yang duduk bersila dihadapanku.

"Alhamdulillah, Allah telah mengembalikan hidupmu kembali, Rojak. Kamu tadi telah mati suri selama beberapa jam," kata ustadz Romli.

Siapa yang mati suri? Renungku di hati. Aku nyaris tertawa. Aku tahu mayat yang kumasuki ini sudah mati beberapa jam yang lalu dan aku baru tahu kalau mayat yang kumasuki ini bernama Rojak sewaktu orang-orang berlarian keluar rumah menyebut namanya.

"Rojak, bersyukurlah kamu pada Allah karena kamu masih diberi kesempatan untuk memperbaiki cara hidupmu dan menghapus dosa-dosamu selama kamu hidup di dunia ini," lanjut ustadz Romli. Aku tak enak diam saja. Maka akhirnya aku pura-pura mengangguk.
"Sebutlah alhamdulillah, lalu istighfarlah," perintah ustadz Romli kemudian.
"Alhamdulillah Astaghfirullah," sebutku dengan agak terbata-bata.
"Subbahanallah," ustadz Romli menyambungnya.
Tanpa diperintah aku tiba-tiba berdiri. Ustadz Romli terkejut.
"Mau ke mana?" tanya ustadz Romli sambil ikut berdiri.
"mau keluar"
"Jangan dulu. Tenagamu belum fit benar."
"Saya mau keluar," sahutku agak tegas.
"baik-baik, tapi saya temani ya?"
"Tidak usah," kataku.
"Nanti orang-orang" ustadz Romli tak meneruskan ucapannya.
"Kenapa orang-orang?"
"Nanti orang-orang pada takut, Rojak!"
"Takut kenapa?"
Ustadz Romli tak menjawab.
"Justru mereka harus menerima kehadiran saya kembali, Pak ustadz," kataku berpikir seolah-olah diriku Rojak yang asli.

Aku berjalan keluar rumah dengan menggunakan tubuh Rojak yang sudah mati itu yang diikuti oleh ustadz Romli. Untuk sekali ini aku biarkan ustadz Romli mengikutiku kemana aku pergi. Orang-orang yang tadi pagi pada mengaji didepan jenazah Rojak, tampak saling himpit dibalik pintu rumah mereka yang setengah terbuka untuk melihat sosok Rojak yang hidup kembali.

Salah seorang penduduk kampung itu memberanikan diri menemui ustadz Romli yang berjalan dibelakangku.
"Pak ustadz, gimana nih, kuburannya sudah selesai digali!" Aku mendengar orang itu bicara.
"Uruk saja lagi," bisik ustadz Romli dengan menyorongkan mulutnya ke telinga si penggali kubur.
"Kain kafannya gimana juga, Pak ustadz?"
"Simpan saja untuk persiapan kalau-kalau ada warga kita yang meninggal!"

Si penggali kubur itu mengangguk. Aku mendengar perbincangan mereka selanjutnya. Dan akhirnya aku tahu kalau Rojak semasa hidupnya sering membuat onar di kampung ini. Dia pemeras, peminum dan ringan tangan. Tiada orang yang berani padanya. Aku merasa salah masuk. Bukan yang begini jasad orang mati yang ingin kumasuki. Tapi biarlah. Akan kucoba merubah pandangan orang terhadap Rojak yang selama hidupnya sangat tak disukai oleh penduduk kampung ini.

Setelah seharian aku berjalan mengitari kampung yang amat kumuh itu, aku kembali ke rumah Rojak yang kosong melompong. Konon istri Rojak telah dicerainya dan kini tinggal bersama orang tuanya di kampung sebelah. Sedang anaknya yang semata wayang itu tak pernah kembali pulang ke rumah setelah jadi petinju di ibukota.
Aku masuk ke rumah Rojak sendirian karena ustadz Romli pergi ke mushola. Untuk mengumandangkan azan maghrib.

Kampung yang kukitari tadi siang sangatlah tidak sehat. Got-got mampet, air limbah cucian mengalir ke jalan-jalan. Sampah berserakan di mana-mana. Di setiap gang, banyak pepohon yang sudah rimbun tak dipangkas. Mushola pucat karena lama tak dicat. Masih banyak lagi yang perlu pembenahan agar kampung ini dapat terlihat asri dan sehat.

Pagi hari aku mulai bergerak merapihkan saluran pembuangan air dari depan rumah Rojak sampai melewati puluhan rumah penduduk. Orang-orang yang dulunya tahu Rojak amat pemalas dan tak peduli pada lingkungan, kali ini melihatnya berubah seratus delapanpuluh derajad. Rojak yang mahal senyum, kali ini kubuat murah senyum. Dan selalu kusapa setiap orang yang kupapasi. Setelah saluran air lancar, aku pangkas pepohon yang rimbun agar tak membuat gelap pemandangan. Sampah-sampahnya kubakari. Para pemiliknya tak berani melarang karena mereka tahu sifat Rojak yang buruk jika keinginannya dihalangi. Bahkan ada yang mengira Rojak jadi sakit jiwa setelah batal mati.

Malam harinya aku cat mushola. Setelah itu aku cat juga sisi-sisi gang dengan cat putih. Kemudian aku beri penerang di setiap sudut gang. Dari pak RW, pak RT, ustadz Romli dan hampir semua penduduk kampung itu pada merasa aneh melihat Rojak yang sekarang ini dengan sosok Rojak yang dulu dikenalnya. Sampai ada yang bilang, Rojak sekarang gila pembangunan! Orang sehat saja belum tentu mau berbuat seperti itu! Bermacam komentar tentang Rojak bermunculan.

"Hai, si pemabuk itu benar-benar telah insaf setelah hidup kembali!" teriak salah seorang preman yang tak lain adalah teman Rojak semasa Rojak hidup.

"Wah, kampung kita sekarang seperti Hollywood!" balas seorang anak muda yang sudah siap-siap mengumpulkan teman-temannya untuk pesta miras di sebuah pos ronda yang telah kusulap seperti sebuah kafe mungil.
Saat mereka telah mulai minum-minum, aku datang menjambanginya.

"Wah, kita kedatangan Bang Rojak yang jago minum nih! Ayo sini Bang, bergabung bersama kami!" ajak salah seorang dari mereka. Aku turuti tawarannya. Aku ambil dua botol bir yang sudah dibuka tutupnya. "Ambil Bang. Ayo tenggak!" tawar seorang pemuda yang bernama Junet. Aku angkat dua botol bir itu tinggi-tinggi. Tepat di atas kepala mereka botol itu langsung kuremas. Botol bir yang masih berisi penuh itu pecah berkeping-keping dan isi minumannya mengguyur kepala mereka semua. Mereka terkejut. Mereka murka. "Dasar gila! Apa-apaan sih, lu?" bentak teman Junet.

"Kalianlah yang apa-apaan di pos ronda ini!" kataku sambil melempar sisa pecahan botol ke dinding pos ronda. Kelompok pemuda itu tak terima. Mereka mengeroyokku dengan berbagai senjata tajam yang selalu mereka bawa. Aku mudah saja menangkis serangan mereka yang membabi buta itu. Setelah mereka kulumpuhkan, satu demi satu kulempar ke dalam got. Golok, clurit serta obeng, aku bengkok-bengkokkan di depan mata mereka. Akhirnya mereka lari kocar-kacir.

Seminggu dari kejadian itu, kampung yang kubenahi jadi semakin heboh. Namun orang-orang yang pernah merasa dirugikan oleh Rojak cs dulu, kali ini berbalik senang dan tenang dengan keadaan Rojak yang kubuat seperti itu. Orang-orang yang kerjanya selalu pulang malam tak merasa takut lagi karena lingkungannya telah berubah jadi aman. Tenang dan damai. Mereka yang tadinya tak berani pulang malam jadi berani jika melalui jalan itu.

"Dulu kami takut jika harus pulang malam lewat jalan ini, Bang Rojak. Kami sering dijegal. Apalagi teman-teman Abang, sering kasar kalau meminta!" kata salah seorang warga.
"Itu dulu, sekarang tidak' kan?" kataku.

"Iya sudah tidak. Terima kasih, Bang Rojak" ucap warga kampung itu serempak.

Aku tinggalkan mereka kembali pulang ke rumah Rojak. Di sepanjang jalan, aku melihat anak-anak riang gembira bermain di bawah lampu jalan yang terang menderang. Para pasangan suami istri pada menggelar tikar di teras rumahnya saling bercengkerama dengan tetangga sebelahnya sambil mencicipi hidangan goreng-gorengan serta wedang jahe yang mereka buat. Mereka amat menikmati bulan purnama di halaman rumahnya masing-masing. Mushola jadi ramai dipakai mengaji setelah bada isya oleh anak-anak sampai usia remaja yang diasuh oleh ustadz Romli.

Ustadz Romli pernah bilang padaku, ia amat bersyukur atas kesadaran diriku (Rojak yang dia maksud) setelah hidup kembali dari mati suri. "Kampung ini sangat membutuhkan orang seperti kamu, Rojak. Yang terbelakang, yang tertinggal selesai kamu benahi. Semua sektor yang perlu pembenahan dan perbaikan sudah terlaksana dan terwujud. Semua warga berterima kasih padamu."

Aku hanya tersenyum mendengar ustadz Romli bicara. Ini baru mayat Rojak seorang preman yang kumasuki. Bagaimana para pejabat yang korup kumasuki jiwanya agar bertobat dan berbuat baik seratus delapanpuluh derajad? Mungkin rakyat akan makmur. Karena sudah pasti, kekayaannya akan kubagi-bagi ke seluruh penduduk yang miskin. Tunggu saja. Kalau tuhan sudah menghendaki, apapun bisa terjadi. Itu pikirku.

Menjelang subuh, sebelum ustadz Romli muncul di mushola untuk mengumandangkan azan subuh, aku lebih dulu mengumandangkannya. Selesai azan, aku duduk bersimpuh di atas sajadah. Diam-diam aku keluar dari jasad Rojak dan terbang ke atas menuju bulan purnama yang masih membulat di pagi menjelang subuh itu. Tak lama Ustadz Romli muncul. Ia terkejut Rojak sudah mengumandangkan azan subuh padahal waktu subuh kurang lima menit. Tapi tak apalah, pikir ustadz Romli.

Dikarenakan azan Rojak menggema ke mana-mana pagi itu, akhirnya para jamaah yang hendak melaksanakan shalat subuh datang lebih awal dari biasanya untuk shalat subuh berjamaah di mushola itu. Saat komat diucapkan oleh salah seorang jamaah tanda akan dimulainya shalat subuh, Rojak tetap dalam posisi sujud. Para jamaah tak berani membangunkan Rojak. Akhirnya ustadz Romli yang menghampiri Rojak. Saat tangan ustadz Romli menyentuh pundak Rojak, tiba-tiba tubuh Rojak rubuh ke lantai. Para jamaah terkejut. Ustadz Romli memeriksa jantung dan pergelangan tangan Rojak.

"Innalillahiwainnalillahi'rojiun" suara ustadz Romli pelan.
"Ada apa dengan Bang Rojak, Pak Ustadz?" tanya salah seorang jamaah.
"Rojak meninggal lagi!"
"Innalillahiwainnalillahi'rojiuun"serempak para jamaah mengucap.

Jenazah Rojak kemudian dibaringkan di lantai mushola. Ustadz Romli mengajak para jamaah untuk melaksanakan shalat subuh terlebih dahulu sebelum mengurus jenazah Rojak. Setelah selesai shalat barulah ustadz Romli memberi tugas kepada mereka yang ada di dalam mushola.

"Sebagian ambil Al Qur'an, baca didepan jenazahnya. Dan kamu, Mat. Gali lagi kuburan yang tempo hari kamu uruk. Jangan lupa juga, kain kafan yang kamu simpan bawa ke sini!"

Akhirnya warga kampung itu dibuat sibuk lagi, dibuat panik lagi. Aku melihat keheranan di mata mereka juga termasuk ustadz Romli. Sampai ia berpikir, apa bakal hidup lagi si Rojak ini? Ustadz Romli geleng-geleng di dalam hati.

Aku berumah di dalam bulan purnama. Bersila memandang ke bumi yang mulai terang. Baru aku tinggal dua tahun kampung itu, ternyata suasananya di kampung itu kembali seperti sediakala. Tak ada yang bisa merawat, tak ada yang peduli lingkungan. Kampung jadi kumuh. Kumuh lingkungan, kumuh pemikiran. Semua mementingkan diri sendiri. Hanya satu-dua orang seperti ustadz Romli, lainnya menjelma srigala. Serakah dalam urusan apa saja. Entah mayat siapa lagi yang pantas kumasuki untuk berbuat sesuatu. Bisa diteladani oleh mereka yang masih hidup. Bisa menjaga dan merawatnya setelah aku pergi? Aku tak yakin.***

@ Jakarta, September 2008

A Rodhi Murtadho A. Ginandjar Wiludjeng A. Junianto A. Kurnia A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.S Laksana A’yat Khalili Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Razak Abdul Rosyid Abdul Wahab Abdurrahman Wahid Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adam Chiefni Ade P. Nasution Adhitia Armitriant Adi Prasetyo Adrizas AF. Tuasikal Afriza Hanifa Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agnes Rita Sulistyawaty Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Baso Ahmad Faishal Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad Rofiq Ahmad S. Zahari Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ainul Fiah Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Alex R. Nainggolan Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Almania Rohmah Ami Herman Amien Wangsitalaja Aminah Aminullah HA.Noor Amir Sutaarga Anam Rahus Anata Siregar Andari Karina Anom Andina Dwifatma Andong Buku #3 Andre Mediansyah Andri Awan Anett Tapai Anggie Melianna Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Wahyudi Anwar Nuris Ardi Bramantyo Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arie Yani Arief Joko Wicaksono Arief Junianto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Asmaul Fauziyah Asti Musman Atafras Awalludin GD Mualif Ayu Wulan Sari Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Beno Siang Pamungkas Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Bernando J Sujibto Berthold Damshauser BI Purwantari Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Burhanuddin Bella Camelia Mafaza Catatan Cerbung Cerpen Chairul Akhmad Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Zaini Ahmad D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dahta Gautama Daisuke Miyoshi Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Danusantoso Dareen Tatour Darju Prasetya David Kuncara Denny Mizhar Denza Perdana Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewi Indah Sari Dewi Susme Dian Sukarno Didik Harianto Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur Dipo Handoko Diyah Errita Damayanti Djoko Pitono Djoko Saryono Doddy Wisnu Pribadi Dody Kristianto Dody Yan Masfa Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi SS MHum Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Wiyana Dyah Ratna Meta Novia Dyah Sulistyorini Ecep Heryadi Eddy Pranata PNP Edeng Syamsul Ma’arif Eep Saefulloh Fatah EH Kartanegara Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful Eko Windarto Elnisya Mahendra Elva Lestary Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Sulwesi Endo Suanda Eppril Wulaningtyas R Esai Evan Ys F. Moses F. Rahardi Fadlillah Malin Sutan Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fanny Chotimah Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Febby Fortinella Rusmoyo Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Gabriel Garcia Marquez Galang Ari P. Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gandra Gupta Ganug Nugroho Adi Gerson Poyk Ghassan Kanafani Gita Nuari Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunoto Saparie H.B. Jassin Habibullah Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Han Gagas Hanibal W. Y. Wijayanta Hardi Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana HE. Benyamine Hendra Junaedi Hendra Makmur Heri CS Heri Latief Heri Listianto Herman RN Herry Lamongan Heru CN Heru Nugroho Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Hudan Nur Hujuala Rika Ayu Huminca Sinaga IBM. Dharma Palguna Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ira Puspitaningsih Irfan Budiman Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismail Marzuki Iva Titin Shovia Iwan Kurniawan Jabbar Abdullah Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D. Rahman Jamal T. Suryanata Javed Paul Syatha Jayaning S.A JILFest 2008 Jody Setiawan Johan Edy Raharjo Johannes Sugianto Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Juan Kromen Julika Hasanah Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Ka’bati Karanggeneng Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Keith Foulcher Kemah Budaya Panturan (KBP) Khansa Arifah Adila Khoirul Inayah Khoirul Rosyadi Khudori Husnan Ki Ompong Sudarsono Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia Korrie Layun Rampan Kostela Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie L.N. Idayanie Laili Rahmawati Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lely Yuana Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Liestyo Ambarwati Khohar Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lucia Idayanie Lukman A Sya Lutfiah Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Ismail M Thobroni M. Afifuddin M. Arwan Hamidi M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Luthfi Aziz M. Nurdin M. Yoesoef M.D. Atmaja M.S. Nugroho Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahmudi Arif Dahlan Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Martin Aleida Maruli Tobing Mas Ruscita Mashuri Masuki M. Astro Matroni Matroni Muserang Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mia Arista Mia El Zahra Mikael Johani Misbahus Surur Misran Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan Much. Khoiri Muh. Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Munawir Aziz Musfarayani Musfi Efrizal Nafisatul Husniah Nandang Darana Naskah Teater Nelson Alwi Ni Made Purnamasari Nikmatus Sholikhah Nina Herlina Lubis Nina Susilo Ning Elia Noor H. Dee Noval Jubbek Novel-novel berbahasa Jawa Novelet Nunuy Nurhayati Nur Azizah Nur Hamzah Nur Kholiq Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Okty Budiati Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Otto Sukatno CR Oyos Saroso H.N. Pagan Press Pagelaran Musim Tandur Palupi Panca Astuti Parimono V / 40 Plandi Jombang Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Petrus Nandi Politik Politik Sastra Pradana Boy ZTF Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringadi AS Prof Dr Fabiola D. Kurnia Prosa Puisi Puji Santosa Puji Tyasari Puput Amiranti N Purnawan Andra Purnawan Kristanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Ng. Ronggowarsito Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmat Kemat Hidayatullah Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rasanrasan Boengaketji Raudal Tanjung Banua Redland Movie Reiny Dwinanda Resensi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Ririe Rengganis Risang Anom Pujayanto Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roso Titi Sarkoro Rozi Kembara Rukardi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rusmanadi S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saiful Amin Ghofur Saiful Anam Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman S. Yoga Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang KSII Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Jawa Timur Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra Boenga Ketjil #33 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputra Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soegiharto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sri Weni Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudirman Sugi Lanus Sukron Ma’mun Sulaiman Djaya Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Supriyadi Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaf Anton Wr Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syarif Wadja Bae Sylvianita Widyawati TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie (1961-2019) Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Presetyo Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tia Setiadi Tirto Suwondo Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tosa Poetra Tri Nurdianingsih Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Ulul Azmiyati Umar Fauzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Utari Tri Prestianti Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wan Anwar Wawan Eko Yulianto Wawancara Wina Bojonegoro Wita Lestari Wong Wing King Wowok Hesti Prabowo Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yanusa Nugroho Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yopi Setia Umbara Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yusri Fajar Yusuf Ariel Hakim Yuval Noah Harari Zacky Khairul Uman Zainuddin Sugendal Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zhaenal Fanani Zubaidi Khan Zuniest