Gita Nuari
http://www.suarakarya-online.com/
Aku masuk ke dalam tubuh orang yang sudah mati. Orang-orang yang sedang berkerumun mengajikan sesosok jenazah tak melihat aku masuk ke dalam tubuh yang sudah terbaring kaku itu. Kemudian aku bangkit. Orang-orang yang sedang mengaji itu sontak berdiri lalu berlarian keluar rumah.
"Bang Rojak hidup lagi! Bang Rojak hidup lagiii!" Teriak beberapa orang yang panik berlarian keluar dari rumah Bang Rojak yang baru saja meninggal. Seorang ustadz yang ada di dalam rumah itu mengurungkan niatnya untuk ikut lari keluar. Ustadz Romli justru balik badan dan menghampiri mayat Bang Rojak yang kubuat duduk bersila.
"Assalamualaikum," sapa ustadz Romli memberanikan diri.
"Walaikumsalam," sahutku dari dalam mayat itu.
Lalu kami bertatapan. Tampak ustadz Romli ada sedikit rasa takut juga saat mataku tak berkedip menatap dirinya yang duduk bersila dihadapanku.
"Alhamdulillah, Allah telah mengembalikan hidupmu kembali, Rojak. Kamu tadi telah mati suri selama beberapa jam," kata ustadz Romli.
Siapa yang mati suri? Renungku di hati. Aku nyaris tertawa. Aku tahu mayat yang kumasuki ini sudah mati beberapa jam yang lalu dan aku baru tahu kalau mayat yang kumasuki ini bernama Rojak sewaktu orang-orang berlarian keluar rumah menyebut namanya.
"Rojak, bersyukurlah kamu pada Allah karena kamu masih diberi kesempatan untuk memperbaiki cara hidupmu dan menghapus dosa-dosamu selama kamu hidup di dunia ini," lanjut ustadz Romli. Aku tak enak diam saja. Maka akhirnya aku pura-pura mengangguk.
"Sebutlah alhamdulillah, lalu istighfarlah," perintah ustadz Romli kemudian.
"Alhamdulillah Astaghfirullah," sebutku dengan agak terbata-bata.
"Subbahanallah," ustadz Romli menyambungnya.
Tanpa diperintah aku tiba-tiba berdiri. Ustadz Romli terkejut.
"Mau ke mana?" tanya ustadz Romli sambil ikut berdiri.
"mau keluar"
"Jangan dulu. Tenagamu belum fit benar."
"Saya mau keluar," sahutku agak tegas.
"baik-baik, tapi saya temani ya?"
"Tidak usah," kataku.
"Nanti orang-orang" ustadz Romli tak meneruskan ucapannya.
"Kenapa orang-orang?"
"Nanti orang-orang pada takut, Rojak!"
"Takut kenapa?"
Ustadz Romli tak menjawab.
"Justru mereka harus menerima kehadiran saya kembali, Pak ustadz," kataku berpikir seolah-olah diriku Rojak yang asli.
Aku berjalan keluar rumah dengan menggunakan tubuh Rojak yang sudah mati itu yang diikuti oleh ustadz Romli. Untuk sekali ini aku biarkan ustadz Romli mengikutiku kemana aku pergi. Orang-orang yang tadi pagi pada mengaji didepan jenazah Rojak, tampak saling himpit dibalik pintu rumah mereka yang setengah terbuka untuk melihat sosok Rojak yang hidup kembali.
Salah seorang penduduk kampung itu memberanikan diri menemui ustadz Romli yang berjalan dibelakangku.
"Pak ustadz, gimana nih, kuburannya sudah selesai digali!" Aku mendengar orang itu bicara.
"Uruk saja lagi," bisik ustadz Romli dengan menyorongkan mulutnya ke telinga si penggali kubur.
"Kain kafannya gimana juga, Pak ustadz?"
"Simpan saja untuk persiapan kalau-kalau ada warga kita yang meninggal!"
Si penggali kubur itu mengangguk. Aku mendengar perbincangan mereka selanjutnya. Dan akhirnya aku tahu kalau Rojak semasa hidupnya sering membuat onar di kampung ini. Dia pemeras, peminum dan ringan tangan. Tiada orang yang berani padanya. Aku merasa salah masuk. Bukan yang begini jasad orang mati yang ingin kumasuki. Tapi biarlah. Akan kucoba merubah pandangan orang terhadap Rojak yang selama hidupnya sangat tak disukai oleh penduduk kampung ini.
Setelah seharian aku berjalan mengitari kampung yang amat kumuh itu, aku kembali ke rumah Rojak yang kosong melompong. Konon istri Rojak telah dicerainya dan kini tinggal bersama orang tuanya di kampung sebelah. Sedang anaknya yang semata wayang itu tak pernah kembali pulang ke rumah setelah jadi petinju di ibukota.
Aku masuk ke rumah Rojak sendirian karena ustadz Romli pergi ke mushola. Untuk mengumandangkan azan maghrib.
Kampung yang kukitari tadi siang sangatlah tidak sehat. Got-got mampet, air limbah cucian mengalir ke jalan-jalan. Sampah berserakan di mana-mana. Di setiap gang, banyak pepohon yang sudah rimbun tak dipangkas. Mushola pucat karena lama tak dicat. Masih banyak lagi yang perlu pembenahan agar kampung ini dapat terlihat asri dan sehat.
Pagi hari aku mulai bergerak merapihkan saluran pembuangan air dari depan rumah Rojak sampai melewati puluhan rumah penduduk. Orang-orang yang dulunya tahu Rojak amat pemalas dan tak peduli pada lingkungan, kali ini melihatnya berubah seratus delapanpuluh derajad. Rojak yang mahal senyum, kali ini kubuat murah senyum. Dan selalu kusapa setiap orang yang kupapasi. Setelah saluran air lancar, aku pangkas pepohon yang rimbun agar tak membuat gelap pemandangan. Sampah-sampahnya kubakari. Para pemiliknya tak berani melarang karena mereka tahu sifat Rojak yang buruk jika keinginannya dihalangi. Bahkan ada yang mengira Rojak jadi sakit jiwa setelah batal mati.
Malam harinya aku cat mushola. Setelah itu aku cat juga sisi-sisi gang dengan cat putih. Kemudian aku beri penerang di setiap sudut gang. Dari pak RW, pak RT, ustadz Romli dan hampir semua penduduk kampung itu pada merasa aneh melihat Rojak yang sekarang ini dengan sosok Rojak yang dulu dikenalnya. Sampai ada yang bilang, Rojak sekarang gila pembangunan! Orang sehat saja belum tentu mau berbuat seperti itu! Bermacam komentar tentang Rojak bermunculan.
"Hai, si pemabuk itu benar-benar telah insaf setelah hidup kembali!" teriak salah seorang preman yang tak lain adalah teman Rojak semasa Rojak hidup.
"Wah, kampung kita sekarang seperti Hollywood!" balas seorang anak muda yang sudah siap-siap mengumpulkan teman-temannya untuk pesta miras di sebuah pos ronda yang telah kusulap seperti sebuah kafe mungil.
Saat mereka telah mulai minum-minum, aku datang menjambanginya.
"Wah, kita kedatangan Bang Rojak yang jago minum nih! Ayo sini Bang, bergabung bersama kami!" ajak salah seorang dari mereka. Aku turuti tawarannya. Aku ambil dua botol bir yang sudah dibuka tutupnya. "Ambil Bang. Ayo tenggak!" tawar seorang pemuda yang bernama Junet. Aku angkat dua botol bir itu tinggi-tinggi. Tepat di atas kepala mereka botol itu langsung kuremas. Botol bir yang masih berisi penuh itu pecah berkeping-keping dan isi minumannya mengguyur kepala mereka semua. Mereka terkejut. Mereka murka. "Dasar gila! Apa-apaan sih, lu?" bentak teman Junet.
"Kalianlah yang apa-apaan di pos ronda ini!" kataku sambil melempar sisa pecahan botol ke dinding pos ronda. Kelompok pemuda itu tak terima. Mereka mengeroyokku dengan berbagai senjata tajam yang selalu mereka bawa. Aku mudah saja menangkis serangan mereka yang membabi buta itu. Setelah mereka kulumpuhkan, satu demi satu kulempar ke dalam got. Golok, clurit serta obeng, aku bengkok-bengkokkan di depan mata mereka. Akhirnya mereka lari kocar-kacir.
Seminggu dari kejadian itu, kampung yang kubenahi jadi semakin heboh. Namun orang-orang yang pernah merasa dirugikan oleh Rojak cs dulu, kali ini berbalik senang dan tenang dengan keadaan Rojak yang kubuat seperti itu. Orang-orang yang kerjanya selalu pulang malam tak merasa takut lagi karena lingkungannya telah berubah jadi aman. Tenang dan damai. Mereka yang tadinya tak berani pulang malam jadi berani jika melalui jalan itu.
"Dulu kami takut jika harus pulang malam lewat jalan ini, Bang Rojak. Kami sering dijegal. Apalagi teman-teman Abang, sering kasar kalau meminta!" kata salah seorang warga.
"Itu dulu, sekarang tidak' kan?" kataku.
"Iya sudah tidak. Terima kasih, Bang Rojak" ucap warga kampung itu serempak.
Aku tinggalkan mereka kembali pulang ke rumah Rojak. Di sepanjang jalan, aku melihat anak-anak riang gembira bermain di bawah lampu jalan yang terang menderang. Para pasangan suami istri pada menggelar tikar di teras rumahnya saling bercengkerama dengan tetangga sebelahnya sambil mencicipi hidangan goreng-gorengan serta wedang jahe yang mereka buat. Mereka amat menikmati bulan purnama di halaman rumahnya masing-masing. Mushola jadi ramai dipakai mengaji setelah bada isya oleh anak-anak sampai usia remaja yang diasuh oleh ustadz Romli.
Ustadz Romli pernah bilang padaku, ia amat bersyukur atas kesadaran diriku (Rojak yang dia maksud) setelah hidup kembali dari mati suri. "Kampung ini sangat membutuhkan orang seperti kamu, Rojak. Yang terbelakang, yang tertinggal selesai kamu benahi. Semua sektor yang perlu pembenahan dan perbaikan sudah terlaksana dan terwujud. Semua warga berterima kasih padamu."
Aku hanya tersenyum mendengar ustadz Romli bicara. Ini baru mayat Rojak seorang preman yang kumasuki. Bagaimana para pejabat yang korup kumasuki jiwanya agar bertobat dan berbuat baik seratus delapanpuluh derajad? Mungkin rakyat akan makmur. Karena sudah pasti, kekayaannya akan kubagi-bagi ke seluruh penduduk yang miskin. Tunggu saja. Kalau tuhan sudah menghendaki, apapun bisa terjadi. Itu pikirku.
Menjelang subuh, sebelum ustadz Romli muncul di mushola untuk mengumandangkan azan subuh, aku lebih dulu mengumandangkannya. Selesai azan, aku duduk bersimpuh di atas sajadah. Diam-diam aku keluar dari jasad Rojak dan terbang ke atas menuju bulan purnama yang masih membulat di pagi menjelang subuh itu. Tak lama Ustadz Romli muncul. Ia terkejut Rojak sudah mengumandangkan azan subuh padahal waktu subuh kurang lima menit. Tapi tak apalah, pikir ustadz Romli.
Dikarenakan azan Rojak menggema ke mana-mana pagi itu, akhirnya para jamaah yang hendak melaksanakan shalat subuh datang lebih awal dari biasanya untuk shalat subuh berjamaah di mushola itu. Saat komat diucapkan oleh salah seorang jamaah tanda akan dimulainya shalat subuh, Rojak tetap dalam posisi sujud. Para jamaah tak berani membangunkan Rojak. Akhirnya ustadz Romli yang menghampiri Rojak. Saat tangan ustadz Romli menyentuh pundak Rojak, tiba-tiba tubuh Rojak rubuh ke lantai. Para jamaah terkejut. Ustadz Romli memeriksa jantung dan pergelangan tangan Rojak.
"Innalillahiwainnalillahi'rojiun" suara ustadz Romli pelan.
"Ada apa dengan Bang Rojak, Pak Ustadz?" tanya salah seorang jamaah.
"Rojak meninggal lagi!"
"Innalillahiwainnalillahi'rojiuun"serempak para jamaah mengucap.
Jenazah Rojak kemudian dibaringkan di lantai mushola. Ustadz Romli mengajak para jamaah untuk melaksanakan shalat subuh terlebih dahulu sebelum mengurus jenazah Rojak. Setelah selesai shalat barulah ustadz Romli memberi tugas kepada mereka yang ada di dalam mushola.
"Sebagian ambil Al Qur'an, baca didepan jenazahnya. Dan kamu, Mat. Gali lagi kuburan yang tempo hari kamu uruk. Jangan lupa juga, kain kafan yang kamu simpan bawa ke sini!"
Akhirnya warga kampung itu dibuat sibuk lagi, dibuat panik lagi. Aku melihat keheranan di mata mereka juga termasuk ustadz Romli. Sampai ia berpikir, apa bakal hidup lagi si Rojak ini? Ustadz Romli geleng-geleng di dalam hati.
Aku berumah di dalam bulan purnama. Bersila memandang ke bumi yang mulai terang. Baru aku tinggal dua tahun kampung itu, ternyata suasananya di kampung itu kembali seperti sediakala. Tak ada yang bisa merawat, tak ada yang peduli lingkungan. Kampung jadi kumuh. Kumuh lingkungan, kumuh pemikiran. Semua mementingkan diri sendiri. Hanya satu-dua orang seperti ustadz Romli, lainnya menjelma srigala. Serakah dalam urusan apa saja. Entah mayat siapa lagi yang pantas kumasuki untuk berbuat sesuatu. Bisa diteladani oleh mereka yang masih hidup. Bisa menjaga dan merawatnya setelah aku pergi? Aku tak yakin.***
@ Jakarta, September 2008
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Tampilkan postingan dengan label Gita Nuari. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Gita Nuari. Tampilkan semua postingan
Langganan:
Postingan (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Ginandjar Wiludjeng
A. Junianto
A. Kurnia
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.S Laksana
A’yat Khalili
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Razak
Abdul Rosyid
Abdul Wahab
Abdurrahman Wahid
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adam Chiefni
Ade P. Nasution
Adhitia Armitriant
Adi Prasetyo
Adrizas
AF. Tuasikal
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Baso
Ahmad Faishal
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Naufel
Ahmad Rofiq
Ahmad S. Zahari
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ainul Fiah
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Alex R. Nainggolan
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Almania Rohmah
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aminah
Aminullah HA.Noor
Amir Sutaarga
Anam Rahus
Anata Siregar
Andari Karina Anom
Andina Dwifatma
Andong Buku #3
Andre Mediansyah
Andri Awan
Anett Tapai
Anggie Melianna
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Wahyudi
Anwar Nuris
Ardi Bramantyo
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arief Joko Wicaksono
Arief Junianto
Ariera
Arif Bagus Prasetyo
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Asmaul Fauziyah
Asti Musman
Atafras
Awalludin GD Mualif
Ayu Wulan Sari
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Camelia Mafaza
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Zaini Ahmad
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Daisuke Miyoshi
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Danusantoso
Dareen Tatour
Darju Prasetya
David Kuncara
Denny Mizhar
Denza Perdana
Desi Sommalia Gustina
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewi Indah Sari
Dewi Susme
Dian Sukarno
Didik Harianto
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur
Dipo Handoko
Diyah Errita Damayanti
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddy Wisnu Pribadi
Dody Kristianto
Dody Yan Masfa
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi SS MHum
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Wiyana
Dyah Ratna Meta Novia
Dyah Sulistyorini
Ecep Heryadi
Eddy Pranata PNP
Edeng Syamsul Ma’arif
Eep Saefulloh Fatah
EH Kartanegara
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Hendri Saiful
Eko Windarto
Elnisya Mahendra
Elva Lestary
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Sulwesi
Endo Suanda
Eppril Wulaningtyas R
Esai
Evan Ys
F. Moses
F. Rahardi
Fadlillah Malin Sutan
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fanny Chotimah
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Febby Fortinella Rusmoyo
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Gabriel Garcia Marquez
Galang Ari P.
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gandra Gupta
Ganug Nugroho Adi
Gerson Poyk
Ghassan Kanafani
Gita Nuari
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunoto Saparie
H.B. Jassin
Habibullah
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Hardi
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Aspahani
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
HE. Benyamine
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Herman RN
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Nugroho
Hikmat Gumelar
HL Renjis Magalah
Hudan Nur
Hujuala Rika Ayu
Huminca Sinaga
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ira Puspitaningsih
Irfan Budiman
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Zulkarnain
Ismail Marzuki
Iva Titin Shovia
Iwan Kurniawan
Jabbar Abdullah
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D. Rahman
Jamal T. Suryanata
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
JILFest 2008
Jody Setiawan
Johan Edy Raharjo
Johannes Sugianto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Juan Kromen
Julika Hasanah
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Ka’bati
Karanggeneng
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Keith Foulcher
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khansa Arifah Adila
Khoirul Inayah
Khoirul Rosyadi
Khudori Husnan
Ki Ompong Sudarsono
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
L.N. Idayanie
Laili Rahmawati
Lamongan
Lan Fang
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lely Yuana
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Liestyo Ambarwati Khohar
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lucia Idayanie
Lukman A Sya
Lutfiah
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Ismail
M Thobroni
M. Afifuddin
M. Arwan Hamidi
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Luthfi Aziz
M. Nurdin
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.S. Nugroho
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahmud Syaltut Usfa
Mahmudi Arif Dahlan
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Martin Aleida
Maruli Tobing
Mas Ruscita
Mashuri
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni Muserang
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mia Arista
Mia El Zahra
Mikael Johani
Misbahus Surur
Misran
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
Much. Khoiri
Muh. Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun
Muhammadun AS
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mukti Sutarman Espe
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Munawir Aziz
Musfarayani
Musfi Efrizal
Nafisatul Husniah
Nandang Darana
Naskah Teater
Nelson Alwi
Ni Made Purnamasari
Nikmatus Sholikhah
Nina Herlina Lubis
Nina Susilo
Ning Elia
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel-novel berbahasa Jawa
Novelet
Nunuy Nurhayati
Nur Azizah
Nur Hamzah
Nur Kholiq
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Aini
Nurul Anam
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Okty Budiati
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso H.N.
Pagan Press
Pagelaran Musim Tandur
Palupi Panca Astuti
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Petrus Nandi
Politik
Politik Sastra
Pradana Boy ZTF
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pringadi AS
Prof Dr Fabiola D. Kurnia
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Puji Tyasari
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
Purnawan Kristanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang Group
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Ng. Ronggowarsito
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmat Kemat Hidayatullah
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rasanrasan Boengaketji
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Resensi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Ririe Rengganis
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rusmanadi
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saiful Amin Ghofur
Saiful Anam
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman S. Yoga
Samsudin Adlawi
Samsul Anam
Sanggar Lukis Alam
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang KSII
Santi Puji Rahayu
Sapardi Djoko Damono
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastra Jawa Timur
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
SelaSastra Boenga Ketjil #33
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputra
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soegiharto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sri Weni
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudirman
Sugi Lanus
Sukron Ma’mun
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaf Anton Wr
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syarif Wadja Bae
Sylvianita Widyawati
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie (1961-2019)
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tia Setiadi
Tirto Suwondo
Tita Tjindarbumi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tosa Poetra
Tri Nurdianingsih
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulul Azmiyati
Umar Fauzi
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Utari Tri Prestianti
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wan Anwar
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wina Bojonegoro
Wita Lestari
Wong Wing King
Wowok Hesti Prabowo
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanusa Nugroho
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopi Setia Umbara
Yudhi Herwibowo
Yudi Latif
Yusri Fajar
Yusuf Ariel Hakim
Yuval Noah Harari
Zacky Khairul Uman
Zainuddin Sugendal
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zed Abidien
Zehan Zareez
Zhaenal Fanani
Zubaidi Khan
Zuniest