Muhidin M Dahlan
Judul Buku: Interpreter of Maladies
Penulis: Jhumpa Lahiri
Diterjemahkan: Penerbit Jalasutra dan akubaca (2002 dan 2003)
Tebal: 188 halaman
“Untuk menjadi seorang penulis profesional,
berusahalah menulis tentang renik di ranah apa pun, setiap hari.”
–Jhumpa Lahiri
Nama Jhumpa Lahiri mungkin tidak akan dikenal publik sastra Indonesia secara luas andai saja karyanya yang berjudul Interpreter of Maladies: Stories (London: Flamingo, 1999; 198 halaman) tidak diterjemahkan. Sekadar catatan, kumpulan cerita Jhumpa yang kemudian diterjemahkan oleh dua penerbit sekaligus dengan dua judul yang berbeda: Jalasutra-Yogyakarta (Benua Ketiga dan Terakhir, akhir 2002) dan Akubaca-Jakarta (Penafsir Kepedihan, awal 2003), berhasil menyabet penghargaan bergengsi Pulitzer Prize untuk Fiksi—yang kemudian disusul berturut-turut the New Yorker Prize untuk Buku Kesatu Terbaik, the P.E.N./Hemingway Award, dan kandidat untuk the Los Angeles Times Award.
Tapi siapakah Jhumpa Lahiri?
Jhumpa Lahiri adalah perempuan pascakolonial: orangtua asal Bengali (Calcutta, India), lahir pada 1967 di London (Inggris), dibesarkan di Rhode Island (Amerika Serikat), dan kini tinggal dengan suaminya, Alberto Bush, wartawan Time, di New York. Dengan darah hidup dan lingkungan bercampur-baur sedemikian rupa itu, sah kiranya bila Jhumpa masuk dalam kategori manusia “diasporic culture”.
Di mana-mana, manusia bergenetik “diasporic culture” selalu merasa berada dalam jentik keterasingan (alienasi), yang selalu berada dalam kurungan “sense of exile”. Keterasingan kerap membawa seorang manusia gamang dalam mencobai hidup yang berhadapan dengan pelbagai ragam budaya yang serbabaru. Tapi keterasingan bukan untuk ditinggalkan, tapi dijalani. Benturan-benturan “diasporic culture” itulah yang menjadi tema utama semua penulis yang lahir dan besar dalam kapsul ranah pascakolonial, seperti Salman Rushdie, R.K. Narayan, V.S. Naipaul, Michael Ondaatje, Arundhati Roy, dan lain-lain.
Demikian pula dengan Jhumpa Lahiri. Tapi Jhumpa tidak seperti Edward W. Said yang menggelontorkan teori relasi dan perembesan kuasa kolonial, melainkan memperlihatkan secara langsung kehidupan yang sesungguh-sungguhnya yang dialami manusia pascakolonial (semua tokoh cerita Jhumpa adalah orang India perantauan). Ia memaparkan semua itu sedemikian detailnya, terutama interaksi dan tarikan-tarikan kebudayaan manusia yang “terjebak” dalam kapsul dualisme kebudayaan (sembilan cerita dalam antologi ini gonta-ganti mengambil seting India-Amerika).
Tema keterasingan itu sudah kita jumpai sejak cerita pertama dalam antologi ini: “A Temporary Matter”. Dengan mengambil seting Boston, USA, dan tokoh utama pasangan suami-istri: Shukumar dan Shoba, pembaca diajak berkelana di ruang keluarga kecil imigran yang memosisikan dirinya dalam arus besar kota Boston—tanpa tamu, tanpa kenalan yang berarti. Karena itu dialog yang terjadi dalam lima hari lima malam yang gulita—tanpa penerangan karena pemadaman listrik dalam kota—terisolasi hanya melulu di seputar keluarga. Sudah bisa kita bayangkan bagaimana sunyinya jiwa-jiwa manusia pascakolonial yang terisolasi di dalam “rumah [asal]”nya itu.
Keterasingan yang serupa kita bisa temukan dalam cerita terakhir: “The Third and Final Continent”. Cerita ini dengan elegan berkisah tentang tokoh “aku” yang terdampar di tiga benua: India, lalu pada 1964 pindah ke London, dan menetap di Boston. Cerita semi-autobiografis ini, selain berisi catatan perjalanan, juga di dalamnya kita temukan benturan kebudayaan dan identitas kepahlawanan. Dikisahkan bagaimana “aku” setiap masuk ke apartemen “rasis” (hanya mahasiswa Harvard University yang diizinkan tinggal) dan dijaga oleh seorang nenek berusia seabad, harus mengucapkan kata: “Rruaarr biasa!” ketika nenek tua itu berteriak, “Ada bendera Amerika di bulan.” Di sini, mau tak mau tokoh “aku”, walaupun sungkan, harus tahu diri bahwa kakinya sedang berjejak di ranah rantau yang sama sekali berbeda dengan tradisi asalnya.
“Interpreter of Maladies” yang kemudian dijadikan banner judul antologi Jhumpa, berkisah tentang keluarga asal India yang sudah bertahun-tahun meninggalkan tanah asalnya ke Amerika Serikat. Dan kini, dengan dipandu seorang guide yang memiliki pekerjaan sebagai penerjemah penyakit di sebuah klinik Gujarat, mereka melancong kembali ke tanah asalnya. Sebagaimana umumnya wisatawan Barat, betapa tercengangnya mereka dengan pesona oriental seperti kuil, cerita-cerita dewa yang disodorkan oleh tanah asalnya yang itu semua mereka tidak dapatkan di negeri-negeri oksidental.
Ada satu ciri khas cerita Jhumpa Lahiri: ceritanya bertumpu pada tuturan yang cermat dalam pengungkapan detail dan kesederhanaan bahasa dan narasi. Dalam sembilan cerita dalam antologinya ini, kita tidak menemukan cerita-cerita besar dan pengungkapan yang njlimet. Tidak pula mengungkap pergulatan manusia berhadapan dengan masalah-masalah kekuasaan ataupun ideologi besar. Elegansi cerita Jhumpa terletak dalam pengungkapan yang detail dan cermat. Dan umumnya detail itu bergerak dan menari-nari dalam lingkup sehari-hari yang umumnya privatif: keluarga, makanan, dapur, kampus, dan gedung-gedung kota. Maka, istilah-istilah pakaian, lipstik, sederet nama-nama makanan (baik makanan Amerika [hotdog, cornflake, …] maupun India [miju-miju…]), dan hampir semua alat dapur berdentingan di sekujur tubuh ceritanya.
Betapa terampilnya Jhumpa mengulak-alik ingatan negeri asal dan negeri rantauan dalam ranah mikrokultura (subjek budaya renik) lewat metafora makanan. Artikel Asha Choubey, pengajar Kanya Mahavidyalaya, India, di sebuah web pascakolonial, jelas-jelas menunjuk bagaimana lewat makanan, tergambar potongan-potongan pola putaran kehidupan manusia pascakolonial, manusia yang berada di “pintu gerbang”. Di sana, makanan tidak lagi dipandang sebagai makanan an sich, tapi telah menjadi budaya, menjadi bahasa, dan menjadi subjek yang menunjuk pada identitas etnik tertentu. Pendeknya, “Food becomes a motivating force in these stories,” tulis Choubey.
Ambil kisah “Mrs. Sen’s” yang di sana Jhumpa menggambarkan gerilya kerinduan akan ranah asal lewat tokoh Nyonya Sen. Suatu hari, Nyonya Sen kebelet ingin membeli ikan yang menjadi makanan utamanya ketika masih tinggal di Bengali dahulu. Tapi apa daya, di Amerika (ranah rantauan) sulit mendapatkannya. Kalaupun ada, rasanya begitu hambar. Saking kebeletnya, ia berkeliling mencarinya di setiap sudut kota dengan berkendara mobil. Tapi apes, bukan ikan yang didapat malah kecelakaan. Atau “The Third and Final Continent” yang mengisahkan “aku”—laki-laki rantauan asal Bengali—yang walaupun sudah akrab dengan makanan Amerika yang mengharuskan memakai sendok, tetap saja ia lebih senang makan dengan tangan telanjang sebagaimana kebiasaan masyarakat Asia Selatan.
“Ritual” di meja makan juga bisa kita baca dalam “When Mr. Pirzda Came to Dine” dan Treatment of Bibi Haldar”.
Tentu saja kisah-kisah itu tidak sekadar cerita tentang makanan, melainkan juga memotret usaha seorang manusia pascakolonial mempertahankan identitas asalnya dengan menghadirkan apa saja yang berbau asal dalam ranah eksilnya, walaupun itu hanya sekadar makanan (salah satu renik dalam ikon mikrokultura).
Kesahajaan cerita dan usaha yang gigih menjembatani benturan tradisi di ranah pascakolonial dengan jalan membalut isu-isu mikrokultura dalam urat nadi cerita itulah yang menyebabkan karya Jhumpa Lahiri mendapat tempat terhormat di kancah sastra internasional. Maka tahulah kita, bahwa untuk mendapatkan “pengakuan”, tidak mesti membuat cerita-cerita yang “aneh” sebagaimana Rowling, Tolkien, atau bahkan insan-insan muda sastra yang membanjiri ranah sastra Indonesia terkini dengan pengucapan yang kerap “dirumit-rumitkan”.
Jhumpa tidak perlu beraneh-aneh dalam pengungkapan dan pilihan tema-tema besar dan wah dalam bercerita. Ia hanya mengisahkan soal-soal kecil, sepele, remeh-temeh, yang dihadapi seorang manusia di dua kebudayaan yang berimpitan, dengan pemecahan masalah yang “wajar-wajar” saja. Namun Jhumpa sangat bersungguh-sungguh dan telaten mengelola jalinan detail mikrokultura itu. Dan kesungguhan dan ketelatenan itu tampaknya sudah lebih dari cukup untuk mengantarkannya duduk dalam jajaran sastrawan-sastrawan berkelas seperti Naipaul, Narayan, Hemingway, Raymond Carver, dan lain-lain.
Dijumput dari: http://resensiresensi.blogspot.com/2007/07/jhumpa-lahiri-mikrokultura-dalam-sastra.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Ginandjar Wiludjeng
A. Junianto
A. Kurnia
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.S Laksana
A’yat Khalili
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Razak
Abdul Rosyid
Abdul Wahab
Abdurrahman Wahid
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adam Chiefni
Ade P. Nasution
Adhitia Armitriant
Adi Prasetyo
Adrizas
AF. Tuasikal
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agnes Rita Sulistyawaty
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Baso
Ahmad Faishal
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Naufel
Ahmad Rofiq
Ahmad S. Zahari
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ainul Fiah
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Alex R. Nainggolan
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Almania Rohmah
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aminah
Aminullah HA.Noor
Amir Sutaarga
Anam Rahus
Anata Siregar
Andari Karina Anom
Andina Dwifatma
Andong Buku #3
Andre Mediansyah
Andri Awan
Anett Tapai
Anggie Melianna
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Wahyudi
Anwar Nuris
Ardi Bramantyo
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arief Joko Wicaksono
Arief Junianto
Ariera
Arif Bagus Prasetyo
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Asmaul Fauziyah
Asti Musman
Atafras
Awalludin GD Mualif
Ayu Wulan Sari
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
BI Purwantari
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Burhanuddin Bella
Camelia Mafaza
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Zaini Ahmad
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dahta Gautama
Daisuke Miyoshi
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Danusantoso
Dareen Tatour
Darju Prasetya
David Kuncara
Denny Mizhar
Denza Perdana
Desi Sommalia Gustina
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewi Indah Sari
Dewi Susme
Dian Sukarno
Didik Harianto
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur
Dipo Handoko
Diyah Errita Damayanti
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddy Wisnu Pribadi
Dody Kristianto
Dody Yan Masfa
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi SS MHum
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Wiyana
Dyah Ratna Meta Novia
Dyah Sulistyorini
Ecep Heryadi
Eddy Pranata PNP
Edeng Syamsul Ma’arif
Eep Saefulloh Fatah
EH Kartanegara
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Hendri Saiful
Eko Windarto
Elnisya Mahendra
Elva Lestary
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Sulwesi
Endo Suanda
Eppril Wulaningtyas R
Esai
Evan Ys
F. Moses
F. Rahardi
Fadlillah Malin Sutan
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fanny Chotimah
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Febby Fortinella Rusmoyo
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Gabriel Garcia Marquez
Galang Ari P.
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gandra Gupta
Ganug Nugroho Adi
Gerson Poyk
Ghassan Kanafani
Gita Nuari
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunoto Saparie
H.B. Jassin
Habibullah
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Han Gagas
Hanibal W. Y. Wijayanta
Hardi
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Aspahani
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
HE. Benyamine
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Herman RN
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Nugroho
Hikmat Gumelar
HL Renjis Magalah
Hudan Nur
Hujuala Rika Ayu
Huminca Sinaga
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ira Puspitaningsih
Irfan Budiman
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Zulkarnain
Ismail Marzuki
Iva Titin Shovia
Iwan Kurniawan
Jabbar Abdullah
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D. Rahman
Jamal T. Suryanata
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
JILFest 2008
Jody Setiawan
Johan Edy Raharjo
Johannes Sugianto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Juan Kromen
Julika Hasanah
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Ka’bati
Karanggeneng
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Keith Foulcher
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khansa Arifah Adila
Khoirul Inayah
Khoirul Rosyadi
Khudori Husnan
Ki Ompong Sudarsono
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia
Korrie Layun Rampan
Kostela
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
L.N. Idayanie
Laili Rahmawati
Lamongan
Lan Fang
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lely Yuana
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Liestyo Ambarwati Khohar
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lucia Idayanie
Lukman A Sya
Lutfiah
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Ismail
M Thobroni
M. Afifuddin
M. Arwan Hamidi
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Luthfi Aziz
M. Nurdin
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.S. Nugroho
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahmud Syaltut Usfa
Mahmudi Arif Dahlan
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Martin Aleida
Maruli Tobing
Mas Ruscita
Mashuri
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni Muserang
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mia Arista
Mia El Zahra
Mikael Johani
Misbahus Surur
Misran
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
Much. Khoiri
Muh. Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun
Muhammadun AS
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mukti Sutarman Espe
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Munawir Aziz
Musfarayani
Musfi Efrizal
Nafisatul Husniah
Nandang Darana
Naskah Teater
Nelson Alwi
Ni Made Purnamasari
Nikmatus Sholikhah
Nina Herlina Lubis
Nina Susilo
Ning Elia
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel-novel berbahasa Jawa
Novelet
Nunuy Nurhayati
Nur Azizah
Nur Hamzah
Nur Kholiq
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Aini
Nurul Anam
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Okty Budiati
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso H.N.
Pagan Press
Pagelaran Musim Tandur
Palupi Panca Astuti
Parimono V / 40 Plandi Jombang
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Petrus Nandi
Politik
Politik Sastra
Pradana Boy ZTF
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pringadi AS
Prof Dr Fabiola D. Kurnia
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Puji Tyasari
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
Purnawan Kristanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang Group
PUstaka puJAngga
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Ng. Ronggowarsito
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmat Kemat Hidayatullah
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rasanrasan Boengaketji
Raudal Tanjung Banua
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Resensi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Ririe Rengganis
Risang Anom Pujayanto
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roso Titi Sarkoro
Rozi Kembara
Rukardi
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rusmanadi
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saiful Amin Ghofur
Saiful Anam
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman S. Yoga
Samsudin Adlawi
Samsul Anam
Sanggar Lukis Alam
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang KSII
Santi Puji Rahayu
Sapardi Djoko Damono
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastra Jawa Timur
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
SelaSastra Boenga Ketjil #33
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputra
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soegiharto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sri Weni
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudirman
Sugi Lanus
Sukron Ma’mun
Sulaiman Djaya
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Supriyadi
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaf Anton Wr
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syarif Wadja Bae
Sylvianita Widyawati
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie (1961-2019)
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Presetyo
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tia Setiadi
Tirto Suwondo
Tita Tjindarbumi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tosa Poetra
Tri Nurdianingsih
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Ulul Azmiyati
Umar Fauzi
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Utari Tri Prestianti
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wan Anwar
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wina Bojonegoro
Wita Lestari
Wong Wing King
Wowok Hesti Prabowo
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yanusa Nugroho
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yopi Setia Umbara
Yudhi Herwibowo
Yudi Latif
Yusri Fajar
Yusuf Ariel Hakim
Yuval Noah Harari
Zacky Khairul Uman
Zainuddin Sugendal
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zed Abidien
Zehan Zareez
Zhaenal Fanani
Zubaidi Khan
Zuniest
Tidak ada komentar:
Posting Komentar